Jumat, 10 Februari 2023

Prinsip Keyakinan Sunni dan Syiah

Apabila melihat prinsip-prinsip agama (ushuluddin) dari Sunni maupun Muslim Syiah terdapat kesamaan. Kaum Sunni meyakini bahwa seorang Muslim atau Muslimah harus percaya kepada Allah. Begitu juga dalam mazhab Syiah, tetapi dengan bahasa yang berbeda, yaitu Tauhid (mengesakan Allah).

Kemudian dalam Sunni meyakini Malaikat, Rasul, dan kitab-kitab Allah. Syiah merangkap ketiganya dalam prinsip Nubuwwah (kenabian); yang bermakna seorang Muslim wajib untuk meyakini hal-hal yang berkaitan dengan Nabi dan Rasul, seperti malaikat yang menurunkan wahyu dan kitab suci sebelum Quran. Apabila Sunni menyebut Hari Akhir, Syiah menyebutnya Al-Maad; yang secara makna adalah berakhirnya dunia (Kiamat). Dalam mazhab Sunni ada keyakinan akan takdir baik dan buruk (qadha dan qadar) dan kaum Syiah meyakini Keadilan Ilahi; yang secara makna adalah ketentuan atau keputusan dari Allah. 

Dari kesamaan tersebut, hanya satu yang berbeda, yaitu Imamah. Kaum Muslim Syiah meyakininya sebagai bagian dari ushuluddin. Sedangkan Sunni memasukannya dalam politik dan bukan termasuk sesuatu yang sakral sehingga tidak termasuk ushuluddin. Mungkin pemahaman ini yang membuat para sahabat melupakan pengangkatan Imam Ali sebagai washi dan maula di Ghadir Khum. Namun, tampaknya ada faktor di luar agama yang menjadikan para sahabat berebut kepemimpinan Islam di Saqifah dan melupakan wasiat Rasulullah saw. 

Sunni dan Syiah, dalam dasar-dasar Islam (Rukun Islam) memang ada yang berbeda. Pertama, syahadah atau mengucapkan pengakuan Keesaan Allah dan Kerasulan Muhammad saw dalam Sunni termasuk rukun. Syiah tidak memasukkannya sebagai rukun karena ikrar lahiriah tidak menjamin benar tidaknya keislaman seseorang. Kedua, dalam Syiah terdapat wilayah, yang bermakna pengakuan kekuasaan atau otoritas agama yang dipegang Imam Ahlulbait. 

Selain kedua hal tersebut, Syiah dan Sunni mengakui shalat, zakat, haji, dan puasa sebagai rukun yang harus dijalankan umat Islam. 

Sunni dan Syiah lebih banyak persamaannya ketimbang perbedaannya. Dalam akidah, kedua mazhab ini sama-sama meyakini Allah sebagai Tuhan dan Muhammad sebagai Rasulullah saw. Pengikut Sunni dan Syiah juga sama-sama melakukan shalat wajib yang lima menghadap kiblat, berpuasa wajib pada bulan Ramadhan, dan haji ke Baitullah (Makkah). Juga menggunakan Quran (mushaf utsmani) yang sama yang dimulai dari Al-Fathihah dan berakhir surah Annas. 

Lalu, kenapa disebut berbeda dan disebut sesat? Saya kira ini ada hubungannya dengan konspirasi internasional, khususnya Amerika dan Israel yang tidak ingin melihat umat Islam bersatu. Kalau persatuan dan persaudaraan terwujud di antara umat Islam di seluruh dunia ini maka kepentingan ekonomi dan politik Barat akan terganggu sehingga tidak bisa menguasai negeri-negeri kecil. Karena itu, mereka berusaha mempertahankan pertengkaran di antara umat Islam. Tidak sedikit dana dikeluarkan untuk menyulut konflik dengan menggunakan orang Islam yang wawasan keislamannya sempit dan mudah terbakar. 

Karena itu, mereka yang terus gencar meneriakan Syiah sesat dapat disebut orang yang belum mengkaji Islam dengan menyeluruh dan tidak sadar kalau sudah masuk "perangkap" adudomba politik Barat dan Zionisme Israel. Kalau mereka belajar dari sejarah dengan benar dan mau mengkaji Islam dengan ilmiah maka akan mengetahui bahwa pertikaian Sunni-Syiah bukan konsumsi masayarakat awam. Wacana Sunni dan Syiah dapat dikaji secara tuntas dalam forum ilmiah dan akademis. Tentu dengan pengkajian yang mendalam, bukan asal comot sana sini. *** (ahmad sahidin)