Kamis, 09 Februari 2023

Memahami Hadis kaum Sunni dan Syiah

Ada selintingan bahwa pengikut Islam Syiah tidak percaya pada hadis Muslim dan Bukhari serta membenci sahabat dan istri Nabi Muhammad saw. Bahkan dalam situs-situs banyak disebutkan demikian. Benarkah situs-situs tersebut ditulis oleh orang yang ahli dalam Syiah atau ahli Syiah alias pengikut Syiah? Saya yakin mereka bukan orang Syiah atau orang yang mempelajari Syiah dengan benar-benar. Mereka hanya menyampaikan yang di dengar atau ditulis tentang Syiah dari yang benci dan tidak suka pada mazhab Syiah. 

Karena itu, perulangan sejarah dendam yang berulang di negeri Indonesia. Saya kira sebaiknya mereka belajar langsung kepada orang-orang yang disebut pengikut Syiah atau akademisi yang ahli dalam ilmu-ilmu berkaitan dengan Syiah. Bukankah banyak alumni (pelajar Indonesia) dari Iran, Suriah, dan Irak yang sudah mempelajari Syiah? Kenapa tidak menggali dari mereka langsung tentang pemahaman Syiah dan bagaimana pengikut Syiah mempraktikan ajaran-ajaran yang diyakininya. 

Sekarang kita bahas tentang Syiah yang dianggap menolak hadis-hadis dari Bukhari dan Muslim. Saya kira tidak cukup bisa menjadi alasan seorang yang tidak menggunakan hadis-hadis yang dianggap suci oleh yang lain harus disebut sesat dari Islam. Bukankah penulis hadis adalah manusia yang pastinya tidak suci sehingga bisa saja oleh sebagian orang dianggap sahih, tetapi oleh yang lain diragukan. Saya kira bukan hal yang harus dipertentangkan. 

Kalau Anda percaya: justru pengikut Syiah selalu mengacu pada hadis-hadis dari Muslim, Bukhari, Al-Hakim, Turmudzi, atau kitab-kitab sejarah dari penulis Ahlussunah dalam menguraikan keyakinannya tentang imamah dan wilayah Ahlulbait serta pedoman Kitaballah wa itrah Ahlulbait. Silakan baca buku DIALOG SUNNAH SYIAH yang diterbitkan Mizan, buku AKHIRNYA KUTEMUKAN KEBENARAN yang diterbitkan Zahra, buku 40 MASALAH SYIAH yang diterbitkan The Jalal Center, buku BUKU PUTIH MAZHAB SYIAH yang diterbitkan Ahlulbait Indonesia, dan buku MERAJUT UKHUWWAH, MEMAHAMI SYIAH: Catatan untuk Hidayat Nur Wahid diterbitkan Marja. 

Buku-buku tersebut memuat hadis-hadis dari Ahlussunah dalam menguraikan imamah, wilayah, ajaran-ajaran yang kadang dianggap sesat oleh orang-orang tidak mengenal mazhab Syiah. 

Dalam kajian hadis kontemporer, justru hadis-hadis Ahulussunah seperti riwayat Bukhari oleh beberapa ahli hadis dipertanyakan kesahihan. Mereka yang mengkritisi kitab hadis Bukhari adalah Muhammad Al-Gazali dari Mesir, Fazlurrahman (1919-1988 M), Abu Hasan al-Daruquthni (306-385 H), Al-Sarkhasi (w 493 H/1098 M), Muhammad Abduh (1849-1905 M), Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935 M), dan Ahmad Amin (w 1373 H/1945 M). Mereka menyatakan bahwa dalam hadis Bukhari tidak semuanya sahih kalau didasarkan pada kajian akademis.  

Dari Indonesia, sosok Prof.Muhibbin dari IAIN Wali Songo juga melakukan penelitian terhadap Shahih Bukhari yang kemudian menjadi desertasi untuk program doktor. Muhibbin dalam wawancara di Harian Umum Republika menyebutkan bahwa terdapat hadits lemah, bahkan dhaif dari kitab hadis Bukhari. Muhibbin menjelaskan bahwa tidak semua hadits yang terdapat dalam kitab Bukhari masuk dalam kategori sahih. Terdapat beberapa hadis palsu dan lemah (dhaif). Hadis palsu yang terdapat dalam kitab Bukhari setelah diteliti ada yang tidak sesuai dengan fakta sejarah. Misalnya, tentang Isra Mi’raj terjadinya sebelum Muhammad saw menjadi Nabi. Padahal, fakta sejarah menyebutkan setelah diangkat menjadi Nabi. Bahkan, menurut Al-Daruquthni terdapat sekitar 110 hadis palsu dalam kitab Bukhari dari sejumlah 6.000-an hadis. 

Memang benar perbedaan Sunni dan Syiah hanya berkaitan dengan jalur hadis. Kaum Muslim Syiah (Mazhab Ahlulbait) meyakini sunah dan hadis Nabi yang layak dijadikan pedoman harus berasal dari keluarga Nabi dan sahabat tepercaya. Namun, dalam argumentasi kadang mengambil rujukan dari hadis-hadis yang digunakan kaum Ahlussunah. 

Sementara kaum Ahlussunah (Sunni) tidak membatasinya. Riwayat dari para sahabat dan istri-istri Nabi serta orang-orang yang baru memeluk Islam setelah penaklukkan Makkah atau menjelang wafat Nabi pun diakuinya. Bahkan, hadis yang berasal dari orang-orang yang pernah menjadi musuh Islam dan orang-orang yang memerangi keluarga Nabi pun diambil sebagai rujukan. Kaum Sunni kebanyakan seperti ini dalam mengambil ajaran. Tetapi ada ulama yang juga mengambil pelajaran dari kajian-kajian dari mazhab Syiah, khususnya dalam syarah hadis dan tasawuf. 

Sekarang tampaknya sudah mulai ada sikap kritis, sehingga lebih cermat dan hati-hati dalam merujuk khususnya dalam ibadah. Setidaknya ada di lingkungan akademik seperti UIN/IAIN yang berada di kota-kota besar di Indonesia. Semoga saja ke depan kaum Muslim benar-benar kritis dalam mengkaji dan mengambil ajaran dan amalan ibadah. *** (ahmad sahidin)