Rabu, 29 Maret 2017

Islam: Doktrin dan Pemahaman

Abdul Karim Soroush membagi Islam dalam dua bagian: Islam sebagai identitas dan Islam sebagai kebenaran. Yang pertama adalah alat ideologis untuk identitas sekaligus respon terhadap ‘krisis identitas’ kemudian menjadi mazhab dan pemahaman agama yang bercampur dengan budaya lokal. Sementara yang kedua (Islam sebagai kebenaran) merupakan Islam yang bermakna sumber kebenaran (yang menunjukkan jalan Islam) dan dijalankan Nabi Muhammad saw.
Singkatnya: Islam sebagai kebenaran bisa dimaknai sebagai ajaran-ajaran (doktrin). Islam yang menjadi identitas umat Islam merupakan bentuk penafsiran atau pemahaman orang-orang Islam atas doktrin-doktrin Islam; atas Islam sebagai kebenaran. Yang diwujudkan dalam kehidupan orang-orang, meski mengaku merujuk pada ajaran Islam, tetap saja merupakan bentuk pemahaman (agama) sehingga terjadi perbedaan dalam pengamalan ibadah maupun penjelasannya. Inilah Islam sebagai identitas, yang mewujud dalam kehidupan umat Islam.

Sudah menjadi pengetahuan (umum) masyarakat bahwa ajaran-ajaran Islam secara umum terbagi dalam aqidah, fiqih, dan akhlaq. Pembagian ini kemungkinan dirujuk dari hadits yang menyebutkan tentang iman, Islam, dan ihsan yang disebutkan Rasulullah saw. Segala sesuatu yang berkaitan dengan keimanan (iman) disebut aqidah; yang berkaitan dengan amaliah dan ibadah (syariah) disebut fiqih; dan yang berkaitan dengan kebaikan dan perbuatan saleh (ihsan) disebut akhlaq. Sampai sekarang, tiga dimensi itu menjadi pengetahuan dasar umat Islam.

Meski dibagi dalam tiga (aqidah, fiqih, dan akhlaq), tetapi dalam khazanah ilmu terbagi dalam berbagai disiplin ilmu yang disebut dirasah islamiyyah atau ulum al-islamiyyah. Yang termasuk dalam disiplin ilmu-ilmu Islam adalah sirah nabawiyah, tarikh Islamiyyah, ulumul hadis, ulumul quran, ushul fiqh, ilmu fiqh, ilmu tafsir, ilmu kalam, filsafat, ilmu tasawuf, balaghah, bahasa Arab, akhlak, dan lainnya. Setiap disiplin ilmu dalam khazanah ilmu-ilmu Islam mengalami perkembangan, bahkan menjadi ilmu tersendiri. Misalnya dalam ulumul quran melahirkan cabang-cabang ilmu seperti tajwidqiraattahfidz, dan makhrajul huruf. Belum lagi muncul mazhab atau manhaj dari setiap ilmu-ilmu Islam (tersebut) yang satu sama lain kadang berbeda dan bertentangan meski sama-sama merujuk pada sumber-sumber ajaran Islam. Karena itu, memahami ajaran agama Islam tidak semudah membalik telapak tangan.

Orang-orang Islam yang ingin memahami dengan benar masalah aqidah perlu mengkaji ilmu kalambeserta tokoh dan mazhabnya. Termasuk dalam fiqih dan akhlak perlu dipelajari dengan sempurna dari berbagai sumber dan mazhab atau tokoh yang membahasnya. Tidak mungkin ilmu-ilmu agama Islam yang luas dapat dipelajari dalam waktu singkat atau sekadar training. Tentu perlu meluangkan waktu dan belajar khusus dengan sistematis sehingga dalam menjalankan ajaran agama Islam tidak sekadar label atau identitas. Mari belajar ilmu-ilmu Islam!

[Ahmad Sahidin]