SECARA pribadi saya kurang begitu paham apa
itu Al-Quran. Saya hanya menganggap Al-Quran sebagai pedoman dalam menjalankan
kehidupan agar teratur, bahagia dan sejahtera. Al-Quran sepengetahuan saya
diturunkan secara bertahap sesuai dengan respon realitas sosial, kultur,
geografis dan jiwa zaman masyarakat Arab saat itu. Tentang ini ada catatan
sejarah Arab Abad Enam Masehi, yang saat itu masyarakatnya gandrung dengan
perbuatan yang jauh dari nilai-nilai moral. Minum-minuman keras adalah salah
satu kebiasaan yang disukai saat itu. Karena minuman keras itu mengakibatkan si
peminum berbuat dan bertindak a-susila dan a-moral, maka turun surat Al-Maidah
ayat 90 yang mengkabarkan bahayanya khamr dan kemudian disusul dengan perintah
pelarangan terhadap minuman tersebut.
Bahkan munculnya perintah menutup seluruh
tubuh akhwat (kecuali telapak tangan dan muka) berkaitan dengan konteks budaya
Arab. Menurut mufasir Ibnu Katsir dan Imam Zarkasyi, bahwa perempuan pada masa
itu terbiasa dengan keadaan telanjang dada dan leher tanpa kain yang
menutupinya. Sedangkan bagian belakang mereka julurkan kain panjang hingga
betis kaki. Sehingga tampak jelas urat-urat dadanya dan bagian-bagian
sekitarnya. Model pakaian seperti ini dipakai Hindun bin Utbah dan perempuan
elit lainnya, semata-mata untuk memberikan semangat juang ke para lelaki yang hendak
berperang. Terutama saat perang uhud mereka menjanjikan akan memberikan
tubuhnya kepada lelaki yang berhasil membunuh Muhammad bin Abdullah.
Persoalan selanjutnya adalah konstruksi kuasa
kelaki-lakian (pathrialkal). Contohnya Umar bin Khattab sebelum masuk Islam
merasa malu ketika mendapatkan anak perempuan hingga menguburnya hidup-hidup.
Ini menunjukkan simbol kekuasaan dan kepemimpinan saat itu milik laki-laki.
Sedangkan perempuan adalah simbol kelemahan dan hanya dijadikan pemuas syahwat
laki-laki semata. Bahkan yang paling menakjubkan adalah tradisi menaikkan
derajat, yaitu bila seorang suami ingin mendapatkan keturunan bangsawan, harus
mengirim istrinya untuk tinggal dan berhubungan badan/kelamin (bersenggama)
dengan orang yang dimaksud sampai hamil. Kalau istrinya melahirkan anak
laki-laki (dari hasil persetubuhannya itu) akan dianggap berbakti hingga tidak
sungkan-sungkan diberi kalung dan gelang sebagai hadiah. Karena bagi mereka,
dengan lahirnya anak laki-laki itu, derajat seseorang akan sekelas bangsawan
tersebut.
Budaya ini yang dikikis habis Al-Quran dengan
mengedepankan taqwa sebagai hal yang utama di hadapan Allah, Rasulullah dan
umat Islam. Atau mengenai pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para sahabat
dan kaum Yahudi yang tidak langsung Nabi Muhammad SAW beri jawabannya. Dan tiap
kali tidak terjawab, turunlah penjelasan berupa wahyu kepada Nabi SAW untuk
dikabarkan kepada mereka.
Catatan itulah bagi saya menjadi jelas, bahwa
turunnya wahyu dari Allah sangat berkenaan dengan konteks sejarah dan tradisi
lokal Arab.Yang kehadirannya merupakan jawaban atas berbagai masalah yang
terjadi saat itu. Sehingga bagi mereka yang mampu mengkomunikasikan Al-Quran
dengan realitas kontemporer dan masalah kesehariannya akan menjadi solusi yang
bermanfaat. Artinya, bagi orang yang berpikir jernih dan mendalam akan paham
bahwa Al-Quran adalah kalamullah, kitabullah, dan bukan ciptaan manusia.
Terbukti bahwa Al-Quran mampu merespon dan membuat orang-orang “hidup” dengan
pergulatan intelektual yang cemerlang, berilian dan cerdas.Yang menarik lagi
adalah, Al-Quran ternyata tidak hanya diperbincangkan kalangan sarjana dan
ulama, tetapi juga mereka yang berada dalam kategori awam pun tidak ketinggalan
sering bergulat dengan nalar-episteme mereka yang sederhana. Kalangan kiyai,
ustadz, ajeungan, dan muslim awam pun dihidupkan oleh Al-Quran dalam
bentuk perbincangan yang tidak
selesai-selesai.
Diskusi yang begitu hidup dan menggairahkan
ini, bahkan sejak pasca wafat Nabi Muhammad SAW hingga kini Abad Postmodernisme.
Inilah yang harus umat Islam katakan sebagai “kehebatan” kitab suci yang
tiada-duanya; yang benar-benar diciptakan Allah Yang Mahasegalanya. Dan wajar
bila Al-Quran menjadi kitab suci yang paling mampu bertahan sampai sekarang.
Karena Al-Quran tidak berubah, otentik, dan isinya tidak meragukan bagi mereka
yang beriman (QS Al-Baqarah : 2). Al-Quran betul-betul terjaga dan senantiasa
berada dalam keasliannya serta mendapat jaminan dari Allah (QS Al-Hijr : 9).
Bukankah Al-Quran merupakan satu-satunya kitab suci yang paling banyak
melahirkan ilmuwan? Inilah yang
difirmankan Allah, Allah berikan pemahaman yang mendalam kepada siapa pun yang
Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugerahi pemahaman itu, ia benar-benar
telah diberikan karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berpikirlah
yang dapat mengambil pelajaran (QS Al-Baqarah : 269). Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan
orang yang tidak berilmu?
Sesungguhnya hanya orang-orang yang berpikirlah yang dapat
menerima pelajaran (QS Az-Zumar : 9); Dan jika kau membaca Al-Quran, Kami, buat
tabir antara kamu (yang beriman) dan orang-orang yang tidak percaya kepada
kehidupan akhirat (QS. Al-Isra : 45). *** (Ahmad
Sahidin, alumni UIN SGD Bandung)