Sabtu, 25 Maret 2023

Sejarah Nabi: Perlu Studi Kritis

Ini sedikit diskusi tentang sejarah Nabi Muhammad Saw. Kita semua tahu para sejarawan Muslim sepakat bahwa Sirah Nabawiyah yang kali pertama muncul karya Ibnu Ishaq. Sayangnya karya Ibnu Ishaq tidak selesai karena keburu wafat sehingga muridnya, Ibnu Hisyam yang melanjutkan sekaligus memberikan sedikit perbaikan yang dikenal dengan judul Sirah Ibn Hisyam. 

Karya Ibnu Hisyam (wafat 218 H.) ini, oleh para sejarawan, baik terdahulu maupun sekarang, dirujuk dan diambil serpihan-serpihan sejarah periode awal Islam kemudian merekonstruksi sejarah Islam sesuai dengan versinya masing-masing. Bahkan, para sastrawan pun terinspirasi menulis sosok Muhammad saw. Sebut saja Salman Rushdi (India), Abdurrahman Asy-Syarqawi dan Naguib Mahfudz (Mesir), Idrus Shahab dan Tasaro GK (Indonesia). 

Namun sayangnya, dari sejumlah literatur yang saya baca ternyata dalam menuliskan sejarah Kangjeng Nabi terdapat sisi yang membuat saya harus kesal dan kecewa. Kangjeng Nabi digambarkan seperti manusia bodoh yang mau bunuh diri, berperilaku seperti anak kecil, tidak mengenal pembawa wahyu, bekerjasama dalam menyembah Tuhan orang musyrik, percaya kepada pemuka agama lain, tidak mengetahui baca tulis, mengikuti syariat agama Yahudi, salah dalam memberi keputusan, kena sihir, dan lainnya.  

Riwayat dan kisah sejarah yang disebutkan tersebut membuat saya heran dan tidak percaya kebenarannya. Sudah jelas dalam Al-Quran ditegaskan bahwa Kangjeng Nabi berperilaku mulia, teladan utama, dan pembicaraannya berdasarkan wahyu.  Saya yakin bahwa Al-Quran turun menjelaskan perilaku Kangjeng Nabi dan merespon konteks sosio historis pada saat Kangjeng Nabi berdakwah. Karena itu, bacaan sejarah yang tidak merujuk pada Quran perlu untuk dikaji ulang dalam keshahihan fakta sejarah, khususnya sumber-sumbernya. 

Sumber sejarah

Sudah diketahui umum, terdapat dua sumber yang mengabarkan kehidupan dan perilaku Kangjeng Nabi: Al-Quran dan Hadis. Quran sudah jelas informasinya dari Allah dan ini sumber pertama sejarah Nabi Muhammad saw. Aisyah binti Abu Bakar, istri Kangjeng Nabi, menyebutkan akhlak atau keseharian Kangjeng Nabi ibarat Al-Quran yang berjalan. Begitu juga informasi dari Ahlulbait (Keluaarga Nabi) seperti Sayidah Fathimah, Imam Hasan, Imam Husain, dan Sayidah Zainab banyak disebutkan bahwa Kangjeng Nabi berperilaku mulia dan tidak ada bandingannya dengan manusia lainnya. 

Dari sejumlah riwayat yang meyebutkan kemuliaan Kangjeng Nabi, saya semakin yakin bahwa setiap tingkah laku dan ucapan Kangjeng Nabi tidak lepas dari bimbingan Allah dan sesuai dengan Al-Quran.  Kalau ada yang menyampaikan informasi yang bertentangan maka sebaiknya dikaji ulang secara kritis.

Sumber kedua sejarah Nabi Muhammad saw adalah hadis. Meski sudah ada kumpulan hadis yang disebut sahih, tetapi setelah dikaji terdapat hadis dhaif dan maudhu. Para ahli yang telah mengkaji hadis riwayat Bukhari secara kritis di antaranya Muhammad Al-Ghazali dari Mesir, Muhibbin Noor dari IAIN Wali Songo, Ali Umar Al-Habsyi dari Pesantren YAPI Bangil (Jawa Timur), dan Ustadz Jalaluddin Rakhmat dari Yayasan Muthahhari Bandung (Jawa Barat). Karena itu, dalam menggunakan sumber kedua ini sikap kritis perlu dilakukan dan terus dikaji sampai jelas kebenarannya. 

Untuk melacak kebenaran sumber sejarah Nabi yang kedua memang agak susah. Apalagi jarak dari masa hidup Rasulullah saw sampai sekarang sudah jauh. Karena itu, wajar sejarah Nabi Muhammad saw yang sampai kepada umat Islam sekarang sudah tidak shahih karena ditulis sesuai dengan kepentingan penguasa. 

Setelah Rasulullah saw dan Imam Ali bin Abi Thalib wafat kemudian berkuasanya Dinasti Umayyah, banyak hadits yang dibuat-buat oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab untuk memuliakan penguasa dan mengunggulkan mazhabnya. Karena itu, untuk memperoleh sejarah Nabi Muhammad saw yang benar (shahih) harus memisahkan fakta dari fiksi dan memilah kebenaran dari berbagai dusta yang dinisbatkan kepada Muhammad saw. 

Studi Kritis Historis

Dalam upaya menguji riwayat-riwayat atau hadits sebagai sumber penulisan (historiografi) sejarah Nabi Muhammad saw, Prof.Dr.KH.Jalaluddin Rakhmat telah memulainya dengan menulis buku Al-Mushthafa: Manusia Pilihan yang Disucikan (Bandung: Simbiosa, 2008). 

Jalaluddin Rakhmat dalam melakukan kajian sejarah Muhammad saw menggunakan tiga tahapan. Pertama, mengujinya dengan doktrin al-Quran bahwa Muhammad saw adalah teladan yang baik dan berakhlak mulia. Kedua, mempertemukan riwayat Nabi Muhammad saw dengan pesan Allah dalam al-Quran. Jika hadits atau sunah itu sesuai dengan al-Quran maka bisa diterima. Apabila tidak, wajib ditolak. Ketiga, mengujinya dengan kritik sanad (orang yang mengabarkan) dan matan hadits (isi atau materi) dengan tambahan analisa aliran politik dari periwayat hadits. 

Dengan adanya metode studi kritis, kaum Muslim seharusnya semakin bersikap kritis dalam membaca buku-buku sejarah Islam, khususnya Sirah Nabawiyah. Tidak langsung percaya dan disampaikan  kepada orang lain, tetapi diusahakan dahulu untuk direnungkan dengan sedikit menerapkan tahapan kajian kritis. Kalau tidak mampu, sebaiknya konfirmasikan kepada ahli sejarah yang berada dilingkungan akademis dan ulama yang kapasitas keilmuannya spesialisasi kesejarahan.  Kalau Anda tanya kepada tukang kebun tentu tidak akan mengetahui dan jawabannya pasti ngawur dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. 

Secara praktis, kalau ingin konfirmasi soal sejarah Kangjeng Nabi dan sejarah Islam masa Rasulullah saw tentu harus datang pada orang yang dari karya tulisnya banyak dan ilmiah serta karier akademisnya diakui secara nasional dan internasional. 

Sikap kritis dalam membaca sejarah Kangjeng Nabi diperlukan agar kita dapat memisahkan fakta dari fiksi dan memilah kebenaran dari berbagai dusta yang dinisbatkan kepada Rasulullah saw. Setelah benar-benar bebas dari penodaan sejarah, baru kaum Muslim dapat mengambil teladannya dan menyampaikannya. Kalau masih berbalut dengan dusta dan riwayat yang fiktif, sebaiknya tidak perlu disampaikan. Biarkan sejarah bicara! *** (ahmad sahidin)