Sabtu, 14 Mei 2022

(sekilas) Sejarah Islam di Jawa Barat

AGAMA Islam sejak wafat Rasulullah saw terus berkembang dan menguasai dunia hingga membentuk peradaban manusia yang gemilang. Sejarah membuktikan kejayaan dalam peradaban yang dibangun Dinasti Umayyah di Damaskus dan Cordoba, Dinasti Abbasiyah yang menguasai Timur Tengah dan Persia serta Afrika, dan dinasti-dinasti Islam lainnya. Banyak warisan intelektual Islam berupa kitab-kitab yang berharga dalam kedokteran dan sains, jejak arsitektur seperti taman-taman, kota-kota, dan masjid-masjid serta madrasah yang dikenang dalam sejarah sebagai bukti kontribusi umat Islam dalam peradaban dunia.  

Kejayaan Islam tidak hanya di Timur Tengah dan Persia, tetapi juga sampai di Nusantara melaui jalur perdagangan dan dakwah kultural sehingga bisa diterima masyarakat lokal yang saat itu memeluk agama Hindu dan Budha. Dakwah agama Islam masa awal tidak mendapat hambatan karena dilakukan dengan jalur kultural dan menyesuaikan dengan masyarakat setempat. Hampir seluruh daerah pesisir atau pantai di Nusantara pernah disinggahi pedagang Muslim dan menjadi jalan penyebaran agama Islam. Salah satunya di Jawa Barat, yang bermula dari jalur pesisir kemudian masuk pedalaman dan berkembang dengan pendekatan kultural hingga membentuk Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten.

Penyebaran Islam di Nusantara merupakan suatu proses yang sangat penting dalam sejarah Indonesia. Akan tetapi, fase ini juga merupakan masa yang kurang jelas. Hal ini, menurut Ricklefs (1981) dalam A History of Modern Indonesia, karena ternyata di beberapa bagian Indonesia telah ada dan bermukim para pedagang Arab. Mereka mendapat kedudukan yang kokoh dalam masyarakat lokal. Ini telah berlangsung selama berabad-abad. Mengenai hal ini telah terjadi perdebatan panjang antara para ahli sejarah, mengenai kapan, mengapa, dan bagaimana penduduk Nusantara menganut agama Islam. Dengan demikian, maka banyak teori yang dikemukakan mengenai kedatangan Islam di Nusantara. Teori-teori  yang ada banyak menunjukan perbedaan-perbedaan, terutama mengenai waktu dan negeri asal pembawanya. Di antara teori yang banyak dikemukakan secara grand theory terdapat tiga teori, yaitu  Teori Mekah  yang dipelopori Hamka, Teori Persia oleh Hoesen Djajadiningrat, dan Teori Gujarat  oleh Snouck Horgrunje. Semua teori tersebut dalam argumentasinya menggunakan pendekatan budaya.

Kedatangan Islam di Jawa Barat, tidak dapat dilepaskan dengan proses kedatangan masuk dan berkembang Islam di Nusantara secara integral. Hal ini menurut Hoesen Djajadiningrat (1913) disebabkan karena Cirebon dan Banten yang dianggap sebagai pusat penyebaran agama Islam dan kekuasaan Islam di Jawa Barat. Cirebon dan Banten posisinya berada pada lokasi yang strategis, baik secara ekonomis maupun politik. Selain itu, letak Cirebon dan Banten berada pada jaringan perdagangan  internasional, yaitu perdagangan jarak jauh (long dintance trade), yaitu pergadangan jalur sutra.

Menurut Hasan Muarif Ambari (1998) Abad ke-13 sampai dengan 16 Masehi merupakan rentang waktu yang ditandai dengan pertumbuhan peradaban Islam di Nusantara. Saat itu hampir bersamaan dengan runtuhnya pusat-pusat peradaban Islam di Timur Tengah, agama Islam telah  masuk dan menyebar ke seluruh pelosok Nusantara. Penyebaran agama Islam ke Nusantara dilakukan oleh para mubaligh dan para pedagang Arab dengan memanfaatkan wahana perdagangan internasional, yaitu perdagangan jalur sutra. Banyak wilayah di Nusantara disinggahi oleh para pedagang Muslim, terutama  tempat – tempat yang berada di daerah pesisir seperti Tuban, Gresik, Demak, Cirebon, Banten dan lain sebagainya. Wilayah-wilayah itu dengan cepat  mengadakan hubungan dengan para pedagang Islam  dan telah membawa dampak sosial maupun budaya bagi masyarakat setempat.

Menurut Sartono Kartodirdjo (1987) bahwa penyelenggaraan perkapalan dan perdagangan di kota-kota pelabuhan melahirkan jalur komunikasi terbuka sehingga terjadi mobilitas sosial baik itu vertikal maupun horizontal. Fenomena di atas ditandai oleh adanya perkembangan perdagangan jarak jauh  (long dintance trade)  di mana para pedagang Arab memegang peranan penting yang telah berdagang di Nusantara sejak  awal abad Masehi, dan degradasi  pusat-pusat peradaban Islam  di Timur Tengah dengan ditandai oleh keruntuhan Daulah Abasyiah yang mengakibatkan derasnya  pengembaraan  para ulama dan pedagang Arab  ke arah Timur untuk membuka wilayah baru baik itu untuk sosialisasi Islam maupun  kepentingan perdagangan.

Penyebaran Islam di Nusantara diawali dengan kontak antara komunitas Nusantara dengan  para pedagang dan musafir dari Arab, Persia, Turki, Syiria, India, Cina dan lain-lain. Kemudian para pendatang tersebut melakukan kontak budaya dengan masyarakat Nusantara yang diikuti dengan  tumbuhnya kantung-kantung pemukiman muslim  baik itu di pesisir maupun di pedalaman. Kemudian tumbuh pusat-pusat kekuatan politik dan kesultanan Islam di Nusantara yang ditandai dengan  munculnya kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam.

Munculnya  kerajaan-kerajaan Islam di Pantai Utara Jawa, serta hubungan antara satu kerajaan dengan kerajaan yang lainnya dan asal-usul penguasanya, menunjukan bahwa Islamisasi di Jawa pada fase ini perlu dijelaskan dengan memperhitungkan latar belakang politik dan ekonomi  mereka.

Menurut Sartono Kartodiordjo (1987) para penguasa kerjaan di Pesisir Pantai Utara Jawa selain memegang tampuk pemerintahan, juga terlibat dalam perdagangan dan agama.

Menurut De Graaf (2001) Sejak abad 11 Masehi di pesisir Utara Jawa telah  memiliki pemukiman-pemukiman Muslim, sehingga Islam dapat berkembang  di daerah tersebut.  Selain itu, cepatnya penyebaran agama Islam di pesisir maupun di pedalaman Jawa tidak dapat dilepaskan dari peranan para wali yang tergabung dalam kelompok Wali Songo. Secara  politik, periode ini merupakan pemantapan institusionalisasi Islam.

Para wali di Pantai Utara  Jawa termasuk  elite politik-religius. Menurut Sartono Kartodirdjo (1987), di samping kewibawaan ruhaniah mereka juga berperan di bidang politik, antara lain ada yang memegang kekuasaan pemerintahan. Keterpaduan antara dua jenis kekuasaan tidak bertentangan  baik itu dengan konsep  Islam tentang kekuasaan maupun konsep (Hindu)-Jawa tentang kekuasaan raja.

Pada abad ke 15 dan 16 di Jawa Barat terdapat kerajaan Sunda dengan pusat  pemerintahannya di Pakuan Pajajaran. Kekuatan kerajaan tersebut melemah setelah terjadi  pemberontakan-pemberontakan dari pelbagai daerah yang ingin melepaskan ikatan dengan Pakuan Pajajaran seperti Cirebon, Galuh, Talaga, dan Banten. Menurut F. de Haan (1912: 93), bersamaan dengan melemahnya kerajaan Sunda, Agama Islam mulai masuk dan menyebar di wilayah tersebut. 

Berdasarkan berita dari Tome Pires, pengaruh Islam di Jawa Barat berasal dari Cirebon (Uka Tjandrasasmita , 1975 : 93 ). Jika  berdasarkan berita  dari Tome Pires, maka Islam sudah ada di Cirebon sejak  lebih kurang 1470-1475 Masehi (H. J. de Graaf, 1952:153). Tetapi sampai sekarang belum ditemukan  keterangan yang pasti baik itu dari berita Cina maupun Arab  yang memberikan penjelasan waktu  tentang masuknya Islam ke Jawa Barat. Informasi mengenai hal ini hanya dapat diterima dari sumber-sumber lokal, seperti yang dikutif oleh Hageman (1866) yang menyebutkan adanya Haji Purwa di Galuh dan Cirebon pada tahun 1250 Tahun Jawa atau 1337 Tahun Masehi. *** (ahmad sahidin)



[1] Naskah disusun berdasarkan pada makalah-makalah/paper yang pernah disajikan pada berbagai kegiatan ilmiah.