AGAMA Islam sejak wafat Rasulullah saw terus berkembang dan menguasai dunia hingga membentuk peradaban manusia yang gemilang. Sejarah membuktikan kejayaan dalam peradaban yang dibangun Dinasti Umayyah di Damaskus dan Cordoba, Dinasti Abbasiyah yang menguasai Timur Tengah dan Persia serta Afrika, dan dinasti-dinasti Islam lainnya. Banyak warisan intelektual Islam berupa kitab-kitab yang berharga dalam kedokteran dan sains, jejak arsitektur seperti taman-taman, kota-kota, dan masjid-masjid serta madrasah yang dikenang dalam sejarah sebagai bukti kontribusi umat Islam dalam peradaban dunia.
Kejayaan Islam tidak hanya di Timur Tengah dan Persia, tetapi juga sampai di Nusantara melaui jalur perdagangan dan dakwah kultural sehingga bisa diterima masyarakat lokal yang saat itu memeluk agama Hindu dan Budha. Dakwah agama Islam masa awal tidak mendapat hambatan karena dilakukan dengan jalur kultural dan menyesuaikan dengan masyarakat setempat. Hampir seluruh daerah pesisir atau pantai di Nusantara pernah disinggahi pedagang Muslim dan menjadi jalan penyebaran agama Islam. Salah satunya di Jawa Barat, yang bermula dari jalur pesisir kemudian masuk pedalaman dan berkembang dengan pendekatan kultural hingga membentuk Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten.
Penyebaran Islam di Nusantara merupakan suatu proses yang sangat penting dalam sejarah Indonesia. Akan tetapi, fase ini juga merupakan masa yang kurang jelas. Hal ini, menurut Ricklefs (1981) dalam A History of Modern Indonesia, karena ternyata di beberapa bagian Indonesia telah ada dan bermukim para pedagang Arab. Mereka mendapat kedudukan yang kokoh dalam masyarakat lokal. Ini telah berlangsung selama berabad-abad. Mengenai hal ini telah terjadi perdebatan panjang antara para ahli sejarah, mengenai kapan, mengapa, dan bagaimana penduduk Nusantara menganut agama Islam. Dengan demikian, maka banyak teori yang dikemukakan mengenai kedatangan Islam di Nusantara. Teori-teori yang ada banyak menunjukan perbedaan-perbedaan, terutama mengenai waktu dan negeri asal pembawanya. Di antara teori yang banyak dikemukakan secara grand theory terdapat tiga teori, yaitu Teori Mekah yang dipelopori Hamka, Teori Persia oleh Hoesen Djajadiningrat, dan Teori Gujarat oleh Snouck Horgrunje. Semua teori tersebut dalam argumentasinya menggunakan pendekatan budaya.
Kedatangan
Islam di Jawa Barat, tidak dapat dilepaskan dengan proses kedatangan masuk dan
berkembang Islam di Nusantara secara integral. Hal ini menurut Hoesen
Djajadiningrat (1913) disebabkan karena Cirebon dan Banten yang dianggap
sebagai pusat penyebaran agama Islam dan kekuasaan Islam di Jawa Barat. Cirebon
dan Banten posisinya berada pada lokasi yang strategis, baik secara
ekonomis maupun politik. Selain itu, letak Cirebon dan Banten berada pada
jaringan perdagangan internasional, yaitu perdagangan jarak jauh (long
dintance trade), yaitu pergadangan jalur sutra.
Menurut
Hasan Muarif Ambari (1998) Abad ke-13 sampai dengan 16 Masehi merupakan rentang
waktu yang ditandai dengan pertumbuhan peradaban Islam di Nusantara. Saat itu
hampir bersamaan dengan runtuhnya pusat-pusat peradaban Islam di Timur Tengah,
agama Islam telah masuk dan menyebar ke seluruh pelosok
Nusantara. Penyebaran agama Islam ke Nusantara dilakukan oleh
para mubaligh dan para pedagang Arab dengan memanfaatkan wahana
perdagangan internasional, yaitu perdagangan jalur sutra. Banyak
wilayah di Nusantara disinggahi oleh para pedagang Muslim, terutama
tempat – tempat yang berada di daerah pesisir seperti Tuban, Gresik, Demak,
Cirebon, Banten dan lain sebagainya. Wilayah-wilayah itu dengan cepat
mengadakan hubungan dengan para pedagang Islam dan telah
membawa dampak sosial maupun budaya bagi masyarakat setempat.
Menurut
Sartono Kartodirdjo (1987) bahwa penyelenggaraan perkapalan dan perdagangan di
kota-kota pelabuhan melahirkan jalur komunikasi terbuka sehingga terjadi
mobilitas sosial baik itu vertikal maupun horizontal. Fenomena di
atas ditandai oleh adanya perkembangan perdagangan jarak jauh (long
dintance trade) di mana para pedagang Arab memegang peranan penting
yang telah berdagang di Nusantara sejak awal abad Masehi, dan
degradasi pusat-pusat peradaban Islam di Timur Tengah dengan
ditandai oleh keruntuhan Daulah Abasyiah yang mengakibatkan derasnya
pengembaraan para ulama dan pedagang Arab ke arah Timur untuk
membuka wilayah baru baik itu untuk sosialisasi Islam maupun kepentingan
perdagangan.
Penyebaran
Islam di Nusantara diawali dengan kontak antara komunitas Nusantara
dengan para pedagang dan musafir dari Arab, Persia, Turki, Syiria, India,
Cina dan lain-lain. Kemudian para pendatang tersebut melakukan kontak budaya
dengan masyarakat Nusantara yang diikuti dengan tumbuhnya kantung-kantung
pemukiman muslim baik itu di pesisir maupun di pedalaman. Kemudian tumbuh
pusat-pusat kekuatan politik dan kesultanan Islam di Nusantara yang
ditandai dengan munculnya kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam.
Munculnya
kerajaan-kerajaan Islam di Pantai Utara Jawa, serta hubungan antara satu
kerajaan dengan kerajaan yang lainnya dan asal-usul
penguasanya, menunjukan bahwa Islamisasi di Jawa pada fase ini perlu
dijelaskan dengan memperhitungkan latar belakang politik dan ekonomi
mereka.
Menurut
Sartono Kartodiordjo (1987) para penguasa kerjaan di Pesisir Pantai Utara Jawa
selain memegang tampuk pemerintahan, juga terlibat dalam perdagangan dan agama.
Menurut
De Graaf (2001) Sejak abad 11 Masehi di pesisir Utara Jawa telah memiliki
pemukiman-pemukiman Muslim, sehingga Islam dapat berkembang di daerah
tersebut. Selain itu, cepatnya penyebaran agama Islam di pesisir maupun
di pedalaman Jawa tidak dapat dilepaskan dari peranan para wali yang tergabung
dalam kelompok Wali Songo. Secara politik, periode ini merupakan
pemantapan institusionalisasi Islam.
Para
wali di Pantai Utara Jawa termasuk elite politik-religius. Menurut
Sartono Kartodirdjo (1987), di samping kewibawaan ruhaniah mereka juga berperan
di bidang politik, antara lain ada yang memegang kekuasaan pemerintahan.
Keterpaduan antara dua jenis kekuasaan tidak bertentangan baik itu dengan
konsep Islam tentang kekuasaan maupun konsep (Hindu)-Jawa tentang
kekuasaan raja.
Pada abad ke 15 dan 16 di Jawa Barat terdapat kerajaan Sunda dengan pusat pemerintahannya di Pakuan Pajajaran. Kekuatan kerajaan tersebut melemah setelah terjadi pemberontakan-pemberontakan dari pelbagai daerah yang ingin melepaskan ikatan dengan Pakuan Pajajaran seperti Cirebon, Galuh, Talaga, dan Banten. Menurut F. de Haan (1912: 93), bersamaan dengan melemahnya kerajaan Sunda, Agama Islam mulai masuk dan menyebar di wilayah tersebut.
Berdasarkan berita dari Tome Pires, pengaruh Islam di
Jawa Barat berasal dari Cirebon (Uka Tjandrasasmita , 1975 : 93 ). Jika
berdasarkan berita dari Tome Pires, maka Islam sudah ada di
Cirebon sejak lebih kurang 1470-1475 Masehi (H. J. de Graaf,
1952:153). Tetapi sampai sekarang belum ditemukan keterangan yang
pasti baik itu dari berita Cina maupun Arab yang memberikan penjelasan
waktu tentang masuknya Islam ke Jawa Barat. Informasi mengenai hal ini
hanya dapat diterima dari sumber-sumber lokal, seperti yang dikutif oleh Hageman
(1866) yang menyebutkan adanya Haji Purwa di Galuh dan Cirebon pada tahun
1250 Tahun Jawa atau 1337 Tahun Masehi. *** (ahmad sahidin)
[1]
Naskah disusun berdasarkan pada makalah-makalah/paper yang pernah disajikan
pada berbagai kegiatan ilmiah.