Alhamdulillah tuntas juga saya membaca buku. Pada masa pandemi ini,
buku-buku yang berada pada rak, saya cicil untuk diselesaikan bacanya. Dan
sekira tiga hari saya menamatkan buku "Berjalan di Bawah Cahaya Ahlulbait
as" karya Hasan Musa Ash-Shafar. Sebuah terjemah dari kitab "Idha'at min
Sirah Ahlil Bait as" yang terbit di Qathif tahun 1430 H. dan diterjemahkan
oleh Rahmat Hidayat. Kemudian terjemahnya dalam bahasa Indonesia terbit tahun
2017 oleh YIMC Bandung.
Saya anggap buku ini sedang coba promosikan keindahan akhlak, sejarah,
dan kehidupan para Imam Syiah Imamiyah yang populer disebut mazhab Ahlulbait.
Sebelas Imam Ahlulbait diulas dengan menyajikan akhlak, sikap teladan dihadapan
musuh dan non Muslim, dan kutipan kata hikmah dari Ahlulbait.
Ketika membaca buku, serasa kembali pada masa kuliah di kampus UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Merentang jauh ke masa awal Islam tumbuh, penyebaran, perkembangan dengan
dinamika dinasti dan politik dalam sejarah umat Islam dan kejayaan ilmu-ilmu dalam
peradaban dunia. Dan yang harus mengelus dada muncul aneka peristiwa kezaliman
dan sikap zalim penguasa (dinasti Umayyah dan Abbasiyah) kepada Ahlulbait. Dari
buku itu saya mengetahui sejarah umat Islam tidak lepas dari darah dan rebutan
kekuasaan. Sampai sekarang pun itu yang terjadi.
Dalam buku "Berjalan di Bawah Cahaya Ahlulbait as", saya
temukan bahwa Imam-imam Syiah tidak tertarik dengan jabatan kekuasaan dan
menghindar dari urusan politik. Dari duabelas Imam, hanya Sayyidina 'Ali bin
Abu Thalib yang memegang jabatan khalifah. Itu pun dengan "terpaksa"
diterimanya demi kemaslahatan umat. Kemudian Imam Ali Ridha, yang dengan
terpaksa pula menjadi putra mahkota pada dinasti Abbasiyah. Tanpa ikut dalam
urusan mengatur kekuasaan. Murni Beliau terima untuk menyiarkan dakwah Islam.
Hampir seluruh para Imam Syiah, dari yang kesatu sampai sebelas, mereka
wafat dibunuh dan diracun. Mereka disebut orang-orang syahid dan hari wafatnya
diperingati oleh kaum Muslim Syiah sebagai syahadah atau haul.
Dari buku tersebut, saya mengetahui bahwa para Imam Syiah ini dalam
aktivitasnya tidak lepas dari keilmuan dan syiar agama Islam. Kata-hikmah
hikmah dan tanya jawab keagamaan dari mereka dihimpun oleh para muridnya dalam
berbagai kitab hadis dan tarikh. Benar-benar menjadi acuan bagi orang Islam
sekarang untuk melihat model ideal Muslim setelah Rasulullah Saw.
Sebut saja Imam Jafar Shadiq putra Imam Muhammad Baqir putra Imam Ali
Zainal Abidin putra Al-Husain, cucu Rasulullah saw dari Sayyidah Fathimah
Zahra. Imam Jafar ini dalam situasi kecamuk politik pernah ditawari untuk
menjadi penguasa dengan cara mengerahkan pasukan untuk menghabisi dinasti
Umayyah yang sedang fase keruntuhan.
Ditolak oleh Imam Jafar karena ingin fokus membimbing umat dan
mengajarkan ilmu-ilmu yang bermanfaat. Di antara muridnya, Abu Hanifah. Ia
selaku tokoh mazhab fikih Hanafi berguru kepada Imam Jafar. Beberapa ilmuwan
Muslim yang populer dalam sejarah Islam pun dikatakan pernah belajar pada Imam
Jafar Shadiq dan kepada Imam Musa Kazhim putra Imam Jafar.
Sejak Al-Husain wafat sampai Imam Hasan Askari, yang kesebelas,
aktivitas kehidupan yang dijalani Imam Syiah tidak lepas dari dialog agama dan
keilmuan. Sampai para penguasa khawatir dengan Imam Syiah, kalau jamaahnya yang
banyak digerakkan untuk berontak pada penguasa. Sehingga dengan dicari-cari
alasan, maka para Imam Syiah ini ditangkap kemudian dipenjara dan dizalimi.
Meski demikian saat bebas, para Imam Syiah ini tidak balas dendam dengan
menggerakkan jamaahnya. Mereka malah kembali pada majelis ilmu dan membimbing
umatnya. Sepertinya tidak punya kecenderungan politik pada sosok-sosok Imam
Syiah. Itu yang saya dapatkan dari buku tersebut.
Apalagi kalau membaca riwayat berupa hikmah dan penjelasan mengenai
hadis maupun Alquran dari para Imam Ahlulbait sangat bernas, berisi penuh
makna, dan mudah dipahami. Silahkan baca buku Nahjul Balaghah, Bihar Anwar,
Al-Kafi, Mizanul Hikmah, Wasail Asy-Syiah, dan lainnya. Pasti menemukan sesuatu
mencerahkan berupa pemahaman atau pernyataan yang akan segera dibenarkan dengan
akal sehat kita. Dan pada karya Hasan Musa Ash-Shafar pun tercantum beberapa
pesan hikmah dari para Imam Syiah tersebut.
Saya kira membaca buku karya ulama Syiah seperti Ash-Shafar ini tidak
haram. Tidak akan membuat pembacanya auto-Syiah. Dan saya pun sampai sekarang
masih seorang Sunni dengan kultur Nahdliyyin.
Jadi, jangan takut membaca buku yang berseberangan dengan keyakinan
Anda. Anggaplah sebagai pengetahuan saja jika yang Anda baca tersebut
bertentangan dengan paham yang Anda yakini. Seperti kaum Orientalis Barat
belajar agama Islam tidak auto menjadi Muslim. Malah mereka tetap saja kuat
dengan agamanya.
Jadi, bacalah buku yang memperkaya pemikiran dan memantapkan jiwa
supaya makin tercerahkan hidup ini. Meski tak punya harta, ilmu dan kearifan
sikap harus dimiliki. Karena itu, yang berharga dan mengantarkan kita untuk
amaliyah. *** (Ahmad Sahidin, Alumni UIN SGD Bandung)