Bismillahirrahmanirrahim.
Allahumma Shalli ‘ala Sayyidina Muhammad wa ‘ala Aali Sayyidina Muhammad.
Allahumma Shalli ‘ala Sayyidina Muhammad wa ‘ala Aali Sayyidina Muhammad.
Izinkanlah saya menyampaikan ulasan buku. Karena pada momen pembatasan
interaksi sosial ini, saya kira amat bermanfaat jika diisi dengan kegiatan yang
menambah pengetahuan dan pemahaman keagamaan, khususnya terkait dengan agama
Islam.
Kali ini buku yang saya ulas adalah karya dari doktor asal Tunisia bernama
Muhammad Tijani Samawi. Tijani ini lulusan dari Sorbone University di Perancis
bidang filsafat. Disertasinya tentang Nahjul Balaghah. Kitab Nahjul Balaghah ini berisi khotbah, ucapan dan kata mutiara atau
ujaran hikmah dari Sayyidina 'Ali bin Abu Thalib kw. Sayyidina 'Ali ini dalam
hadis disebut pintu ilmunya Rasulullah saw. Anna
madinatul ilmi wa 'Aliyyun babuha; faman aroda Madina falyatiha min babiha.
Begitu kalimat dari riwayat terkait Sayyidina 'Ali.
Meski tidak ditulis langsung oleh Sayyidina 'Ali menjadi satu buku,
tetapi Nahjul Balaghah ini dari aspek kefasihan kalimat dan pilihan
kata-katanya mengandung sastra yang tinggi dan ahli sastra Arab menyatakan Sayyidina 'Ali piawai dalam menggunakan kata serta sulit dicarikan tandingannya di antara para sahabat Nabi.
Syaikh Muhammad Abduh, seorang ulama dan ilmuwan dari Al-Azhar University di Mesir menyatakan Sayyidina 'Ali sebagai orang yang jago dalam syair. Bisa dicek dalam pengantar untuk kitab Nahjul Balaghah yang dicetak di Mesir dan dimuat pula dalam pengantar Nahjul Balaghah yang diterbitkan di Indonesia.
Syaikh Muhammad Abduh, seorang ulama dan ilmuwan dari Al-Azhar University di Mesir menyatakan Sayyidina 'Ali sebagai orang yang jago dalam syair. Bisa dicek dalam pengantar untuk kitab Nahjul Balaghah yang dicetak di Mesir dan dimuat pula dalam pengantar Nahjul Balaghah yang diterbitkan di Indonesia.
Kembali lagi pada buku doktor Tijani. Buku yang saya ulas singkat kali
ini berjudul "Tidakkah kamu Berpikir?" Ini buku terjemahan dari kitab
Afala Taqilun. Saya akan mengulas
buku dengan diawali kutipan yang diambil dari buku tersebut.
"Kitab Allah tidak akan bisa
dipahami kecuali dengan Sunnah Nabi, sebagaimana Kitab Allah dan Sunnah Nabi
tidak akan bisa dipahami kecuali oleh Keluarga Nabi."
Demikian pernyataan doktor Muhammad Tijani Samawi dalam buku Tidakkah Kamu Berpikir, halaman 150. Doktor Tijani
awalnya seorang penganut fikih Maliki dan berakidah Ahlussunnah. Selama tiga
tahun menekuni kajian mazhab Syiah hingga diskusi dengan marja taklid (ulama
mujtahid dari Irak) Sayyid Khui dan Sayyid Muhammad Baqir Shadr. Sampai-sampai
Tijani tinggal di Irak hanya untuk melakukan riset tentang mazhab Syiah.
Setelah membandingkan di antara mazhab-mazhab yang ditekuni dalam risetnya,
doktor Tijani berkesimpulan bahwa mazhab Syiah Imamiyyah yang terkenal sebagai
pengikut Ahlulbait Rasulullah saw merupakan mazhab yang haq dan kuat dengan
dalil. Dan selanjutnya Tijani menjadi pengikut Ahlulbait sampai sekarang.
Mungkinkah doktor Tijani beralih mazhab lagi? Entahlah. Kita lihat saja
kabarnya. Maklum Tijani ini seorang peneliti dan tekun dalam melakukan kajian
ilmiah.
Di Tunisia, tanah kelahiran sekaligus tempat tinggalnya, Tijani meluangkan
waktu berceramah untuk menyebarkan ajaran Ahlulbait dan menjawab isu atau
fitnah tentang mazhab Syiah. Bahkan ia menulis buku sampai duabelas judul. Beberapa
buku sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Di antaranya "Bertanyalah kepada Ahlinya, Akhirnya
Kutemukan Kebenaran (Spiritual Traveller), Bersama Orang-orang Benar, Islam
Alternatif, Afala Taqilun: Tidakkah kamu Berpikir". Buku yang
terakhir ini, yang saya baca.
Buku Tidakkah kamu Berpikir
ini mungkin bisa disebut catatan pengalaman dan pendapat Tijani. Doktor Tijani menguraikan
dengan bahasa yang mudah dipahami tentang pergaulan dan interaksinya, sekaligus
respons dari orang-orang non Syiah terhadapnya. Diungkap pula kemelut Timur
Tengah dan jaringan politik Ikhwanul Muslimin mulai dari Tunisia, Suriah hingga
Mesir masa pemerintahan Muhammad Mursi yang berkuasa. Lagi-lagi orang Islam
yang menganut mazhab Syiah yang menjadi korban dari kekerasan, bahkan dibunuh
secara keji.
Dalam buku ini, Tijani berkisah tentang diskusinya dengan seorang
pengacara ternama di Tunisia. Pengacara ini adalah pelopor dari gerakan anti
Syiah. Dalam diskusi dengan pengacara tersebut, semua isu dan fitnah dijawab oleh
Tijani dengan dalil dan argumen yang benar serta masuk akal. Setelah diskusi,
tokoh yang anti dengan Syiah itu meminta maaf atas kekeliruannya dalam memahami
mazhab Syiah.
Dari kisah ini dapat dipetik hikmah bahwa kalau ingin tahu kebenaran
harus langsung tanya pada ahlinya. Sesuai dengan Alquran: fas aluu ahla dzikri
inkuntum laa ta'lamun. Ahla dzikr, saya memaknainya orang yang memiliki daya
ingat atau pengetahuan. Jadi, bertanyalah kepada orang yang memiliki pengetahuan
kalau di antara kalian tidak mengetahuinya. Intinya harus tanya dan mengambil
informasi dari ahlinya bukan dari mereka yang membenci atau yang tidak suka
dengan Ahlulbait atau mazhab Syiah. Itulah konteks buku doktor Tijani terkait
dengan kajian Syiah yang diuraikannya.
Sekali lagi pesan dari buku ini bahwa jangan percaya isu dan segera tabayun. Inilah yang saya kira penting dari buku "Tidakkah kamu Berpikir."
Kembali lagi pada buku. Saya menduga bahwa seseorang yang tidak
terpelajar atau yang fanatik pasti akan terbakar emosi saat membaca kritik dari
Tijani dalam membahas sahabat-sahabat Nabi, tentang sosok khulafa rasyidun,
hadis sahabat sebagai bintang, hadis larangan hujat kepada sahabat Nabi,
tsaqalain, dan mengenai shalawat. Apalagi kalau membaca bagian Al-Mahdi
Al-Muntazhar maka akan makin membuka pengetahuan lebih luas dan bisa dipahami
dengan akal sehat.
Ada bagian yang menarik lagi dari buku Tidakkah Kamu Berpikir. Kisah Tijani ketika tinggal di Detroit,
Amerika Serikat. Tijani bertemu dengan orang yang dari pakaiannya mirip
ulama yang mengaku bernama Syaikh Al-Karrar.
Dalam obrolan terkait buku "Tsumma
Ihtadaitu" yang terjemahnya berjudul Akhirnya Kutemukan Kebenaran atau Spiritual Traveller bahwa Tijani
mengaku dirinya selaku penulis dan bukunya ditulis berdasarkan riset tiga tahun
yang kemudian membenarkan mazhab Ahlulbait sebagai ajaran Islam yang sesuai
dengan Alquran dan hadis Rasulullah saw.
Dalam buku doktor Tijani ini disebutkan bahwa Al-Karrar menyangkal
kebenaran dari dalil-dalil hadis/riwayat yang digunakan dalam buku tersebut.
Sampai akhirnya, Tijani dalam dialog dengan orang tersebut memilih menggunakan
akalnya. Sayangnya tidak dikisahkan lanjutan dari pertemuan dengan orang yang
menyanggahnya itu. Tijani sendiri sempat ragu dengan pilihan mazhabnya dan
mencoba meneguhkan keyakinan dengan cara membangun dialog imajiner.
Dalam bukunya, halaman 246 sampai 259, Tijani dalam dialog
imajiner menyebutkan dirinya mengikuti Ahlulbait dalam beragama dan menjalankan
kehidupan sesuai dengan petunjuk dari Ahlulbait yang sampai kepadanya melalui riset.
Di akhir buku, Tijani bercerita bahwa ia mencari sosok Al-Karrar untuk
diajak dialog kembali tentang keyakinannya. Namun tidak ditemukan saat dicari. Kemudian
sorang kawan Tijani dari Irak, yang bermukim di Amerika, mengatakan bahwa sosok
Al-Karrar adalah jelmaan setan yang coba meragukan kebenaran yang diyakini Tijani.
Benarkah?
Menarik kalau memang benar Al-Karrar jelmaan setan yang coba
gelincirkan seorang Tijani. Berarti level Tijani masuk pada tingkatan di atas
kaum awam, sehingga setan turun tangan untuk menyisipkan keraguan. Dan memang
seorang Muslim yang kuat dalam akidah yang benar akan dapat ujian yang lebih
kuat lagi.
Bagi saya, Tijani adalah seorang peneliti yang tidak mudah percaya
begitu saja sehingga dikajinya kembali dan direnungkan semua argumen dari sosok
Al-Karrar tersebut. Ini tentu menjadi renungan buat semua. Sudahkah meragukan
yang selama ini diyakini?
Misalnya tentang konsep rukun Iman dan Rukun Islam, benarkah dari
Rasulullah saw dan Alquran? Dan bagi kawan Muslim Syiah, perlu juga melakukan
riset tentang asal muasal dari konsep Ushuluddin yang selama ini dipegang turun
temurun. Mulailah mengkaji, benarkah ada teks riwayat dari Rasulullah dan
Ahlulbait tentang rincian Ushuluddin tersebut? Atau hanya kesepakatan ulama? Jika
ini maka perlu dikaji alasannya ketika dirumuskan. Dengan riset kritis model
Doktor Tijani maka akan sampai pada keyakinan. Tidakkah kamu berpikir?
Hanya itu yang dapat disajikan dari hasil membaca. Semoga ada
manfaatnya. Selamat membaca. Terima kasih telah
menyimak. Cag! *** (Ahmad Sahidin)