Senin, 01 Juni 2015

Menjawab Surat dari Pembaca Buku Aliran-aliran Dalam Islam

Seseorang yang pakai akun gmail dengan nama Gunawan mengirim surat kepada saya. Sebelumnya dia meminta kejelasan tentang posisi Sunni dan Syiah. Dalam surat email yang pertama saya cukup menyatakan keduanya Islam dan keduanya punya potensi untuk jalin ukhuwah. Kemudian dia balas bahwa Sunni dan Syiah sangat beda dengan menyaikan argumentasi yang secara esensial berasal dari orang-orang yang benci dengan Syiah. Karena dari kalimat-kalimatnya hanya sekadar perulangan yang tersebar di internet. Hanya fitnah dan kebohongan belaka, khususnya tentang Iran dan mazhab Syiah.

Saya sampaikan bahwa saya kagum pada Iran yang berani menentang Amerika dan Israel ketimbang negeri-negeri Arab yang malah membantu/mendukung Israel atau  Amerika dengan membiarkan warga Muslim Palestina dan Lebanon dikejar-kejar dan diusir dari negerinya.
Meski saya belum bertandang ke Iran, tetapi saya membaca buku Pelangi Di Persia disebutkan bahwa Muslim Sunni Iran tinggal di provinsi Shiraz dan Sanandaj. Mereka mayoritas di sana dan punya masjid-masjid yang besar. Pada dua provinsi itu sering terjadi Muslim Sunni melakukan pernikahan dengan Muslim Syiah.

Coba baca buku “Pelangi Di Persia” karya Dina Y Sulaeman, warga Indonesia yang menjadi wartawan dan pernah tinggal cukup lama di Iran, diterbitkan PT.IIMaN, 2007. hal.137-154 dan 226.

Alhamdulillah saya punya tafsir Mizan karya Thabathabai, ulama Syiah. Di dalam tafsir tersebut yang digunakan adalah Al-Quran yang 30 Juz versi Mushaf Utsmani. Kalau Anda tidak percaya silakan tanya Ustadz Nabhan Husen dari Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, yang mengaku kalau Quran yang digunakan Muslim Syiah itu sama dengan kita. Silakan datang ke Perpustakaan Muthahhari di Bandung, masuk dan lihat sendiri Tafsir Al-Mizan yang saya sebutkan. Saya sendiri mengkopi tafsir tersebut di sana. Unuk kepentingan studi analisa tafsir dan kebenaran Syiah. Ternyata dalam tafsir Syiah dan Sunni, sama-sama menggunakan Al-Quran yang hingga sekarang dipakai umat Islam seluruh dunia. Karena itu, tentang Quran yang beda di Sunni dan Syiah merupakan fitnah.

Mungkin itu mendengar dari orang yang benci Syiah bahwa Syiah memiliki Al-Quran sendiri disebut Mushaf Fatimah atau Imam. Ketahuilah bahwa Mushaf Fatimah bukan al-Quran, tetapi hanya kumpulan hadits yang diterima Fatimah Azzahra. 

Coba Anda dengarkan tilawah murotal Thabathabai, doktor cilik dari Iran yang hafidz Quran dan mampu menjelaskan kandungan ayat-ayat Quran, kini sudah beredar CD dan bukunya yang diterbitkan PT Hikmah. Ayat Quran yang dibacanya persis sama dengan Quran yang Anda dan saya pakai.

Kalau bilang bahwa Muslim Syiah mengkafirkan sahabat Rosul, saya belum dapat bukti perihal itu. Kalau ada buktinya, silakan kemukakan kalau benar kaum Muslim Syiah benci Ahlu Sunnah. Malahan saya sering dengar sebaliknya dari kawan-kawan Sunni firqah Wahabi.

Soal nikah kontrak. Dalam Syiah itu ada dua nikah: nikah permanen (dawam) dan nikah temporer berdasarkan waktu. Nah yang temporer atau mut`ah itu dasarnya jelas dalam Al-Quran surah Annisa ayat 24 dan Rasul membolehkannya. Setahu saya nikah ini  diharamkan oleh Umar bin Khathathab yang dalam fatwanya mengatakan bahwa ada dua mut’ahyang dulu halal sekarang diharamkan, yaitu nikah dan haji. Mungkin karena posisi Umar menjadi penguasa jadi bisa membuat kebijakan baru atau semacam bid’ah dengan mengharamkan yang jelas-jelas halal secara nash.

Menurut beberapa alumni mahasiswa yang pernah belajar di Iran bahwa di Iran sendiri praktik mut’ah cukup sulit karena harus membayar mahar yang jumlahnya besar. Kalau tidak salah mahar ditentukan pemerintah sekitar 12-14 koin emas. Mungkin hanya mereka yang mampu secara finansial saja yang dapat melakukannya. Bahkan dalam mut’ah sendiri terdapat rukun-rukunnya (yang kalau tidak salah) sedikit berbeda dengan yang nikah dawam. Pelaku nikah mut`ah di Indonesia lebih banyak dilakukan oleh orang-orang Arab (mungkin bermazhab Sunni firqah Wahabi) khususnya di Cisarua, Bogor, dan Puncak. Anda coba main ke sana, main ke Kampung Arab.

Saya jadi teringat pada almarhum O.Hashem dalam sebuah bukunya mengatakan bahwa banyak kaum Wahabi dari Timur Tengah yang kawin di Indonesia untuk satu bulan dan ada yang sampai tiga tahun. Ia juga bercerita tentang kawannya yang keturunan Arab diberi uang lima juta rupiah oleh seorang Timur Tengah agar dikawinkan mut'ah ala Wahabi. Dia mencari seorang pelacur dan menasihatinya agar tidak menceritakan profesinya pada suaminya.  Setelah beberapa bulan dia tinggalkan pelacur tersebut. Ia datang kembali dan orang itu menyuguhkan pelacur yang lain untuk dikawinkontrakkan kepadanya selama tiga bulan.

Mungkin sudah rahasia lagi kalau saudari-saudari kita yang TKW di Arab banyak diperkosa; mungkin dalihnya bisa “nikah kontrak” karena dibayar untuk kerja atau mungkin dianggap budak sehingga dengan sewenang dapat disetubuhi dan lainnya.

Soal taqiyah, saya kira bukan kemunafikan. Almarhum O. Hashem menjelaskan bahwa taqiyah adalah suatu permissibility , suatu kebolehan dalam Islam berdasarkan nash . Seorang Muslim yang lemah dan tertindas boleh menyangkal keimanannya jika nyawanya terancam seperti yang dialami oleh Ammar bin Yasir. Ammar bin Yassir oleh Rasulullah saw diperintahkan untuk menyembunyikan imannya ketika dicambuk dan dihajar oleh Kafir Quraisy.

Selain kasus Ammar, juga ada seorang anggota keluarga Fir'aun yang menyembunyikan imannya. Silakan buka Al-Quran surah Al-Mukmin ayat 28 atau ayat “Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (Dia mendapat kemurkaan Allah) kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap beriman (Dia tidak berdosa)” (QS an-Nahl [16] : 106).

Bukhari dan Muslim kini oleh beberapa ahli hadis seperti Muhammad Al-Gazali dari Mesir, Fazlurrahman (1919-1988 M), Abu Hasan al-Daruquthni (306-385 H), al-Sarkhasi (w 493 H/1098 M), Muhammad Abduh (1849-1905 M), Muhammad Rasyid Ridla (1865-1935 M), dan Ahmad Amin (w 1373 H/1945 M), menyatakan bahwa hadits-hadits yang dikumpulkan Bukhari dinilai tidak semuanya sahih.

Bahkan Prof.Muhibbin dari IAIN Wali Songo meneliti dan telah menulis disertasi yang menyebutkan bahwa terdapat hadits lemah, bahkan dhoif dari kitab hadits bukhari.

Dalam wawancaranya dengan koran Republika, Muhibbin menjelaskan bahwa tidak semua hadits yang terdapat dalam kitab Bukhari masuk dalam kategori sahih. Terdapat beberapa hadis palsu dan lemah (dlaif).

Muhibbin mengatakan, hadis palsu yang terdapat dalam kitab Bukhari setelah diteliti ada yang tidak sesuai dengan fakta sejarah. Misalnya, tentang Isra Mi’raj. Di dalam kitab itu disebutkan bahwa terjadinya Isra Mi’raj itu sebelum jadi Nabi. Faktanya, Isra Mi’raj itu setelah Rasulullah diutus menjadi Nabi.

Kemudian ada pula hadis Nabi yang bertentangan dengan ayat Alquran. Contohnya, tentang seseorang yang meninggal dunia akan disiksa bila si mayit ditangisi oleh ahli warisnya (Lihat Kitab Jenazah, bab ke-32, hadis ke 648/I.). Ini kan bertentangan dengan ayat Alquran, bahwa seseorang itu tidak akan memikul dosa orang lain. (Lihat ayat Alquran surah al-Fathir ayat 18, Al-An’am ayat 164, Az-Zumar ayat 7, Al-Isra ayat 15, dan An-najm ayat 38–Red). Dan, masih banyak lagi hadis yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ayat Alquran maupun hadis Nabi saw. Bahkan menurut Al-Daruquthni terdapat sekitar 110 hadis palsu di dalam kitab Bukhari dari sejumlah 6.000-an hadis.

Begitu juga kalau Anda membaca buku Al-Mushthafa karya Jalaluddin Rakhmat yang diterbitkan PT Simbiosa Bandung atau Karen Amstrong tentang sejarah Muhammad yang diterbitkan Mizan. Dalam kedua buku tersebut jelas terdapat penjelasan ketidaksahihan dalam kitab sahih Bukhari.

Setahu saya justru kaum Muslim Syiah sendiri menggunakan Bukhari dan Muslim dalam menyampaikan hadits tentang Ali bin Abi Thalib ra sebagai imam/khalifah sepeninggal Nabi saw. Atau kalau Anda punya uang, silakan beli buku 40 Masalah Syiah yang ditulis oleh Emilia Az-Zahra yang diterbitkan IJABI. Buku tersebut jawaban terhadap yang Anda persoalkan tentang Syiah. Kemudian juga buku terjemahan yang diterbitkan Mizan dengan judul Dialog Sunni-Syiah karya A. Syarafuddin Al-Musawi.

Bang Gunawan, mohon maaf saya bukan ahli Syiah. Jadi, tidak terlalu mendalam dalam menjawab komentar Anda. Saya hanyalah seorang Muslim yang coba untuk tidak bersikap benci terhadap Muslim lainnya, termasuk kepada Anda yang beda secara pemikiran. 

(Ahmad Sahidin, penulis buku Aliran-aliran Dalam Islam)