Seseorang yang pakai akun gmail
dengan nama Gunawan mengirim surat kepada saya. Sebelumnya dia meminta
kejelasan tentang posisi Sunni dan Syiah. Dalam surat email yang pertama saya
cukup menyatakan keduanya Islam dan keduanya punya potensi untuk jalin ukhuwah.
Kemudian dia balas bahwa Sunni dan Syiah sangat beda dengan menyaikan argumentasi yang secara esensial berasal dari orang-orang yang benci dengan Syiah. Karena dari kalimat-kalimatnya hanya sekadar perulangan yang tersebar di internet. Hanya fitnah dan kebohongan belaka, khususnya tentang Iran dan mazhab Syiah.
Saya sampaikan bahwa saya kagum pada Iran yang berani menentang Amerika dan Israel ketimbang negeri-negeri Arab yang malah membantu/mendukung Israel atau Amerika dengan membiarkan warga Muslim Palestina dan Lebanon dikejar-kejar dan diusir dari negerinya.
Saya sampaikan bahwa saya kagum pada Iran yang berani menentang Amerika dan Israel ketimbang negeri-negeri Arab yang malah membantu/mendukung Israel atau Amerika dengan membiarkan warga Muslim Palestina dan Lebanon dikejar-kejar dan diusir dari negerinya.
Meski saya belum bertandang ke Iran, tetapi saya membaca buku Pelangi Di Persia disebutkan bahwa Muslim Sunni Iran tinggal di provinsi
Shiraz dan Sanandaj. Mereka mayoritas di sana dan punya masjid-masjid yang
besar. Pada dua provinsi itu sering terjadi Muslim Sunni melakukan pernikahan
dengan Muslim Syiah.
Coba baca buku “Pelangi Di Persia” karya Dina Y Sulaeman,
warga Indonesia yang menjadi wartawan dan pernah tinggal cukup lama di Iran,
diterbitkan PT.IIMaN, 2007. hal.137-154 dan 226.
Alhamdulillah saya punya tafsir Mizan
karya Thabathabai, ulama Syiah. Di dalam tafsir tersebut yang digunakan adalah Al-Quran
yang 30 Juz versi Mushaf Utsmani. Kalau Anda tidak percaya silakan tanya Ustadz
Nabhan Husen dari Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, yang mengaku kalau Quran
yang digunakan Muslim Syiah itu sama dengan kita. Silakan datang ke Perpustakaan Muthahhari di Bandung, masuk dan lihat sendiri Tafsir Al-Mizan yang saya sebutkan. Saya sendiri mengkopi tafsir tersebut di sana. Unuk kepentingan studi analisa tafsir dan kebenaran Syiah. Ternyata dalam tafsir Syiah dan Sunni, sama-sama menggunakan Al-Quran yang hingga sekarang dipakai umat Islam seluruh dunia. Karena itu, tentang Quran yang beda di Sunni dan Syiah merupakan fitnah.
Mungkin itu mendengar dari orang yang benci Syiah
bahwa Syiah memiliki Al-Quran sendiri disebut Mushaf Fatimah atau Imam. Ketahuilah bahwa Mushaf Fatimah bukan al-Quran, tetapi hanya kumpulan hadits yang diterima Fatimah Azzahra.
Coba Anda dengarkan tilawah murotal Thabathabai, doktor cilik dari Iran yang hafidz Quran dan mampu menjelaskan kandungan ayat-ayat Quran, kini sudah beredar CD dan bukunya yang diterbitkan PT Hikmah. Ayat Quran yang dibacanya persis sama dengan Quran yang Anda dan saya pakai.
Coba Anda dengarkan tilawah murotal Thabathabai, doktor cilik dari Iran yang hafidz Quran dan mampu menjelaskan kandungan ayat-ayat Quran, kini sudah beredar CD dan bukunya yang diterbitkan PT Hikmah. Ayat Quran yang dibacanya persis sama dengan Quran yang Anda dan saya pakai.
Kalau bilang bahwa Muslim Syiah mengkafirkan sahabat
Rosul, saya belum dapat bukti perihal itu. Kalau ada buktinya, silakan
kemukakan kalau benar kaum Muslim Syiah benci Ahlu Sunnah. Malahan saya sering
dengar sebaliknya dari kawan-kawan Sunni firqah Wahabi.
Soal nikah kontrak. Dalam Syiah itu ada dua nikah: nikah
permanen (dawam) dan nikah temporer berdasarkan waktu. Nah yang temporer atau
mut`ah itu dasarnya jelas dalam Al-Quran surah Annisa ayat 24 dan Rasul
membolehkannya. Setahu saya nikah ini
diharamkan oleh Umar bin Khathathab yang dalam fatwanya mengatakan bahwa
ada dua mut’ahyang dulu halal sekarang diharamkan, yaitu nikah dan haji.
Mungkin karena posisi Umar menjadi penguasa jadi bisa membuat kebijakan baru
atau semacam bid’ah dengan mengharamkan yang jelas-jelas halal secara nash.
Menurut beberapa alumni mahasiswa yang pernah belajar di
Iran bahwa di Iran sendiri praktik mut’ah cukup sulit karena harus membayar
mahar yang jumlahnya besar. Kalau tidak salah mahar ditentukan pemerintah
sekitar 12-14 koin emas. Mungkin hanya mereka yang mampu secara finansial saja
yang dapat melakukannya. Bahkan dalam mut’ah sendiri terdapat rukun-rukunnya
(yang kalau tidak salah) sedikit berbeda dengan yang nikah dawam. Pelaku nikah
mut`ah di Indonesia lebih banyak dilakukan oleh orang-orang Arab (mungkin
bermazhab Sunni firqah Wahabi) khususnya di Cisarua, Bogor, dan Puncak. Anda
coba main ke sana, main ke Kampung Arab.
Saya jadi teringat pada almarhum O.Hashem dalam sebuah
bukunya mengatakan bahwa banyak kaum Wahabi dari Timur Tengah yang kawin di
Indonesia untuk satu bulan dan ada yang sampai tiga tahun. Ia juga bercerita
tentang kawannya yang keturunan Arab diberi uang lima juta rupiah oleh seorang
Timur Tengah agar dikawinkan mut'ah ala Wahabi. Dia mencari seorang pelacur dan
menasihatinya agar tidak menceritakan profesinya pada suaminya. Setelah beberapa bulan dia tinggalkan pelacur
tersebut. Ia datang kembali dan orang itu menyuguhkan pelacur yang lain untuk
dikawinkontrakkan kepadanya selama tiga bulan.
Mungkin sudah rahasia lagi kalau saudari-saudari kita
yang TKW di Arab banyak diperkosa; mungkin dalihnya bisa “nikah kontrak” karena
dibayar untuk kerja atau mungkin dianggap budak sehingga dengan sewenang dapat
disetubuhi dan lainnya.
Soal taqiyah, saya kira bukan kemunafikan. Almarhum O.
Hashem menjelaskan bahwa taqiyah adalah suatu permissibility , suatu kebolehan
dalam Islam berdasarkan nash . Seorang Muslim yang lemah dan tertindas boleh
menyangkal keimanannya jika nyawanya terancam seperti yang dialami oleh Ammar
bin Yasir. Ammar bin Yassir oleh Rasulullah saw diperintahkan untuk
menyembunyikan imannya ketika dicambuk dan dihajar oleh Kafir Quraisy.
Selain kasus Ammar, juga ada seorang anggota keluarga
Fir'aun yang menyembunyikan imannya. Silakan buka Al-Quran surah Al-Mukmin ayat
28 atau ayat “Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (Dia
mendapat kemurkaan Allah) kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya
tetap beriman (Dia tidak berdosa)” (QS an-Nahl [16] : 106).
Bukhari dan Muslim kini oleh beberapa ahli hadis seperti
Muhammad Al-Gazali dari Mesir, Fazlurrahman (1919-1988 M), Abu Hasan
al-Daruquthni (306-385 H), al-Sarkhasi (w 493 H/1098 M), Muhammad Abduh
(1849-1905 M), Muhammad Rasyid Ridla (1865-1935 M), dan Ahmad Amin (w 1373
H/1945 M), menyatakan bahwa hadits-hadits yang dikumpulkan Bukhari dinilai
tidak semuanya sahih.
Bahkan Prof.Muhibbin dari IAIN Wali Songo meneliti dan
telah menulis disertasi yang menyebutkan bahwa terdapat hadits lemah, bahkan dhoif
dari kitab hadits bukhari.
Dalam wawancaranya dengan koran Republika, Muhibbin
menjelaskan bahwa tidak semua hadits yang terdapat dalam kitab Bukhari masuk
dalam kategori sahih. Terdapat beberapa hadis palsu dan lemah (dlaif).
Muhibbin mengatakan, hadis palsu yang terdapat dalam
kitab Bukhari setelah diteliti ada yang tidak sesuai dengan fakta sejarah.
Misalnya, tentang Isra Mi’raj. Di dalam kitab itu disebutkan bahwa terjadinya
Isra Mi’raj itu sebelum jadi Nabi. Faktanya, Isra Mi’raj itu setelah Rasulullah
diutus menjadi Nabi.
Kemudian ada pula hadis Nabi yang bertentangan dengan
ayat Alquran. Contohnya, tentang seseorang yang meninggal dunia akan disiksa
bila si mayit ditangisi oleh ahli warisnya (Lihat Kitab Jenazah, bab ke-32,
hadis ke 648/I.). Ini kan bertentangan dengan ayat Alquran, bahwa seseorang itu
tidak akan memikul dosa orang lain. (Lihat ayat Alquran surah al-Fathir ayat
18, Al-An’am ayat 164, Az-Zumar ayat 7, Al-Isra ayat 15, dan An-najm ayat
38–Red). Dan, masih banyak lagi hadis yang bertentangan atau tidak sesuai
dengan ayat Alquran maupun hadis Nabi saw. Bahkan menurut Al-Daruquthni
terdapat sekitar 110 hadis palsu di dalam kitab Bukhari dari sejumlah 6.000-an
hadis.
Begitu juga kalau Anda membaca buku Al-Mushthafa karya
Jalaluddin Rakhmat yang diterbitkan PT Simbiosa Bandung atau Karen Amstrong
tentang sejarah Muhammad yang diterbitkan Mizan. Dalam kedua buku tersebut
jelas terdapat penjelasan ketidaksahihan dalam kitab sahih Bukhari.
Setahu saya justru kaum Muslim Syiah sendiri menggunakan
Bukhari dan Muslim dalam menyampaikan hadits tentang Ali bin Abi Thalib ra
sebagai imam/khalifah sepeninggal Nabi saw. Atau kalau Anda punya uang, silakan
beli buku 40 Masalah Syiah yang ditulis oleh Emilia Az-Zahra yang diterbitkan
IJABI. Buku tersebut jawaban terhadap yang Anda persoalkan tentang Syiah.
Kemudian juga buku terjemahan yang diterbitkan Mizan dengan judul Dialog
Sunni-Syiah karya A. Syarafuddin Al-Musawi.
Bang Gunawan, mohon maaf saya bukan ahli Syiah. Jadi,
tidak terlalu mendalam dalam menjawab komentar Anda. Saya hanyalah seorang
Muslim yang coba untuk tidak bersikap benci terhadap Muslim lainnya, termasuk
kepada Anda yang beda secara pemikiran.
(Ahmad Sahidin, penulis buku Aliran-aliran Dalam
Islam)