Selasa, 02 Juni 2015

Memahami Paradigma Dahulukan Akhlak


Dari judulnya: Dahulukan Akhlak di Atas Fikih, buku karya Ustadz Jalaluddin Rakhmat atau Kang Jalal ini terasa menohok pemahaman keagamaan secara umum yang biasanya memahami fiqih lebih utama dalam ajaran Islam. Bahkan, seorang Gurubesar Pemikiran Islam di UIN Bandung menyatakan tidak setuju dengan buku Dahulukan Akhlak Di Atas Fiqih.

Kalau tidak salah dengar, beliau mengatakan, justru fiqih yang akan melahirkan akhlak atau kemuliaan seorang Muslim kalau dijalankan dengan baik. Karena itu, menurutnya, yang perlu didahulukan bukan akhlak tetapi fiqih atau amaliah Islam. Kalau seseorang sudah bagus fiqihnya pasti akan berakhlak.

Ketika mendengar komentar tersebut, saya tersenyum. Saya tanya kepadanya, apakah beliau sudah membaca buku Dahulukan Akhlak Di Atas Fiqih dengan tuntas dan mendalam? Beliau menggelengkan kepala. Saya menduga bahwa beliau hanya sekadar baca dari ulasan resensi atau wawancara, atau bisa juga dapat informasi dari orang lain.

Tadinya saya mau berkata kepada beliau bahwa misi Nabi Muhammad saw adalah menyempurnakan akhlak, bukan menjalankan syariat yang bersifat lahiriah.

Bahkan dalam buku Ustadz Jalal banyak memuat ayat Quran dan hadis Rasulullah saw yang berkaitan dengan pentingnya akhlak. Misalnya tujuan shalat adalah mencegah perbuatan keji. Juga dalam surah Al-Maun bahwa termasuk pendusta agama  kalau tidak berbuat baik pada anak yatim. Disebutkan salah satunya dengan memberi makan. Saya kira semua orang sepakat bahwa memberi makan untuk orang yang tidak mampu atau anak yatim yang kelaparan itu termasuk perbuatan baik.k Bukankah perbuatan demikian termasuk dalam akhlak yang dicontohkan Nabi? 

Dalam bukunya, Ustadz Jalal memuat sebuah dialog Rasulullah saw dengan orang yang   bertanya tentang agama. Orang tersebut bertanya berkali-kali dengan berpindah-pindah posisi; dari depan, kiri, kanan, dan belakang. Jawaban Sang Nabi tetap: akhlak yang baik dengan contoh tidak marah. Nah, orang yang tidak marah atau tidak cepat emosi dan mampu mengendalikan diri, atau menjaga dari perbuatan yang keji, saya kira masuk dalam kategori akhlak yang baik. Terlepas dari motivasi dari berbuat demikian karena apa, tetapi secara lahiriah itu akhlak dan diperintahkan Nabi dalam sejumlah riwayat. Bahkan, kalau ditelaah dari Al-Quran disebutkan Nabi itu berperilaku agung nan mulia dan teladan yang pantas diikuti umat manusia. Karena itu, mendahulukan akhlak dalam konteks buku Ustadz Jalal, berarti menjalankan Sunnah Nabawiyah yang berimplikasi pada terwujudnya kerukunan dan kehidupan yang harmonis serta tercegahnya perilaku-perilaku keji atau perilaku tidak baik yang mengatasnamakan agama. Sehingga tentang paradigma dahulukan akhlak di atas fiqih dapat dipahami upaya mengembalikan umat Islam pada misi awal Nabi Muhammad saw diturunkan di dunia ini: menyempurnakan akhlak. 

[Ahmad Sahidin]