Saya tidak tahu apakah diri saya ini
bagian dari semesta; ataukah sebaliknya? Apakah hidup ataukah mati yang sedang
saya alami kini? Terasa dekat batas akhir hidup ini. Saya merasa demikian
karena kadang dalam diri muncul sejumlah penyesalan atas yang pernah dilakukan
dahulu atas sejumlah dosa dan salah. Inginnya segera terhapus. Bagaimanakah? Terlalu
banyak masalah. Terlalu banyak keinginan dalam diri ini. Banyak tuntutan dan
tantangan zaman. Bila tak ikut maka tak layak bagian dari mereka. Bila ambil
jalan sendiri, maka dibilang menyimpang. Selalu ada saja yang membuat diri saya
ini termenung. Harus bagaimana? Siapa diri ini? Hendak ke mana? Mengapa harus
hidup dan bingung dengan hidup? Akan bagaimana masa depan hidup ini? Ah… itu
lagi yang muncul. Terus membayangi diri ini.
Oh… Kematian. Itu yang teringat
kala melakukan segala hal. Akankah mati dalam keadaan apa? Di mana dan sedang
bagaimana? Tak tahu. Hanya itu jawaban dalam bisik hati. Ah, itu mungkin
pikiran saja. Entahlah. Mungkin ada yang tahu tentang semua ini. Tentang
rahasia semesta. Atau tentang rahasia yang belum saya ketahui dari ini. Sungguh,
sudah 34 tahun jiwa menunggangi jasad. Namun,
hingga kini jiwa belum dikenali dan jasad belum mampu dikendalikan. Jiwa belum
sampai pada yang sejati. Masih berada dalam proses. Entah baik atau buruk.
Oh… Kematian. Hanya demikian yang
teringat kala melakukan segala hal. Akankah mati dalam keadaan apa? Di mana dan
sedang bagaimana? Tak tahu. Maaf, saya benar-benar tidak tahu dan butuh
informasi yang akurat dan otentik. Kepada siapa meminta jawabnya?
Seorang ulama pernah menyatakan
dari hadis bahwa tarikan nafas manusia mengantarkan pada kematian. Ada yang
setahun lagi. Ada sebulan lagi. Ada yang seminggu lagi. Ada yang tinggal satu
hari. Ada yang tinggal satu jam lagi. Ada yang beberapa menit lagi. Ada yang
beberapa detik lagi. Hitungannya tidak diketahui. Namun, pasti dialami. Semua makhluk
Tuhan akan mengalaminya.
Dahulu saya pernah menulis surat
kepada Baginda. Menyatakan akan baca Al-Quran selepas shalat wajib. Membacanya dengan
terjemahnya. Kemudian berjanji akan membiasakan baca shalawat untuk Baginda.
Juga pernah berniat untuk membaca karya tentang Baginda.
Duhai Baginda. Betapa dustanya
saya ini. itu semua tidak terlaksana. Maafkanlah saya Wahai Baginda. Hanya sekedarnya
saja yang saya lakukan. Hanya formalitas saja. Hanya dibibir saja baca
shalawat. Belum merasuki jiwa dan relung hati. Belum masuk pada ingatan
kesadaran yang terdalam. Maafkanlah saya, Duhai Baginda.
Masih banyak tugas dan beban yang
belum selesai. Masih banyak hal yang tidak tertunaikan. Pasti jadi penghalang
untuk sampai kepadamu, Duhai Baginda.
Maafkanlah saya… Duhai Baginda, semua
yang pernah saya sampaikan belum dilaksanakan dengan benar. Belum dilakukan
dengan baik dan tidak berangkat dari kesadaran. Masih terus ingin dipuji. Masih
ingin terus dianggap hebat oleh orang lain. Inilah bentuk dusta saya. Itulah
diri saya yang sebenarnya. Maafkanlah diri ini, Duhai Baginda.
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa
‘ala aali Muhammad
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa
‘ala aali Muhammad
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa
‘ala aali Muhammad
Bandung, 14 Agustus 2015
Jam 20.28 wib.