Minggu, 16 Agustus 2015

Duhai Baginda, Maafkanlah Saya

Saya tidak tahu apakah diri saya ini bagian dari semesta; ataukah sebaliknya? Apakah hidup ataukah mati yang sedang saya alami kini? Terasa dekat batas akhir hidup ini. Saya merasa demikian karena kadang dalam diri muncul sejumlah penyesalan atas yang pernah dilakukan dahulu atas sejumlah dosa dan salah. Inginnya segera terhapus. Bagaimanakah? Terlalu banyak masalah. Terlalu banyak keinginan dalam diri ini. Banyak tuntutan dan tantangan zaman. Bila tak ikut maka tak layak bagian dari mereka. Bila ambil jalan sendiri, maka dibilang menyimpang. Selalu ada saja yang membuat diri saya ini termenung. Harus bagaimana? Siapa diri ini? Hendak ke mana? Mengapa harus hidup dan bingung dengan hidup? Akan bagaimana masa depan hidup ini? Ah… itu lagi yang muncul. Terus membayangi diri ini.


Oh… Kematian. Itu yang teringat kala melakukan segala hal. Akankah mati dalam keadaan apa? Di mana dan sedang bagaimana? Tak tahu. Hanya itu jawaban dalam bisik hati. Ah, itu mungkin pikiran saja. Entahlah. Mungkin ada yang tahu tentang semua ini. Tentang rahasia semesta. Atau tentang rahasia yang belum saya ketahui dari ini. Sungguh,  sudah 34 tahun jiwa menunggangi jasad. Namun, hingga kini jiwa belum dikenali dan jasad belum mampu dikendalikan. Jiwa belum sampai pada yang sejati. Masih berada dalam proses. Entah baik atau buruk.

Oh… Kematian. Hanya demikian yang teringat kala melakukan segala hal. Akankah mati dalam keadaan apa? Di mana dan sedang bagaimana? Tak tahu. Maaf, saya benar-benar tidak tahu dan butuh informasi yang akurat dan otentik. Kepada siapa meminta jawabnya?

Seorang ulama pernah menyatakan dari hadis bahwa tarikan nafas manusia mengantarkan pada kematian. Ada yang setahun lagi. Ada sebulan lagi. Ada yang seminggu lagi. Ada yang tinggal satu hari. Ada yang tinggal satu jam lagi. Ada yang beberapa menit lagi. Ada yang beberapa detik lagi. Hitungannya tidak diketahui. Namun, pasti dialami. Semua makhluk Tuhan akan mengalaminya.

Dahulu saya pernah menulis surat kepada Baginda. Menyatakan akan baca Al-Quran selepas shalat wajib. Membacanya dengan terjemahnya. Kemudian berjanji akan membiasakan baca shalawat untuk Baginda. Juga pernah berniat untuk membaca karya tentang Baginda.

Duhai Baginda. Betapa dustanya saya ini. itu semua tidak terlaksana. Maafkanlah saya Wahai Baginda. Hanya sekedarnya saja yang saya lakukan. Hanya formalitas saja. Hanya dibibir saja baca shalawat. Belum merasuki jiwa dan relung hati. Belum masuk pada ingatan kesadaran yang terdalam. Maafkanlah saya, Duhai Baginda.

Masih banyak tugas dan beban yang belum selesai. Masih banyak hal yang tidak tertunaikan. Pasti jadi penghalang untuk sampai kepadamu, Duhai Baginda.

Maafkanlah saya… Duhai Baginda, semua yang pernah saya sampaikan belum dilaksanakan dengan benar. Belum dilakukan dengan baik dan tidak berangkat dari kesadaran. Masih terus ingin dipuji. Masih ingin terus dianggap hebat oleh orang lain. Inilah bentuk dusta saya. Itulah diri saya yang sebenarnya. Maafkanlah diri ini, Duhai Baginda.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad

Bandung, 14 Agustus 2015
Jam 20.28 wib.