Jumat, 27 Januari 2023

Novel Inspirasi Nabi di Indonesia

Saya pernah menyempatkan diri bersama istri datang  ke sebuah toko buku di Jalan Merdeka Bandung. Saat berjalan ke sana kemari; dari rak ke rak, sampailah pada rak khusus novel. Betapa kagetnya saya melihat novel-novel yang dipajang di sana, yang sebagian besar diisi dengan novel yang bertemakan sejarah dan tokoh lokal seperti Siliwangi, Pajajaran, Majapahit, Perang Bubat, Gajah Mada, Raden Saleh, Samudera Pasai, Air Langga, dan beberapa novel terjemahan dari luar negeri. 

Sembari melihat-lihat novel, saya bertanya-tanya dalam hati: kenapa sekarang lebih banyak novel yang bertemaka sejarah dan tokoh lokal? Saya terus berpikir, tetapi tidak dapat menyimpulkan gejala tersebut. Namun bagi saya selaku penikmat buku, banyaknya novel yang bernuansa sejarah dan tokoh-tokoh lokal, dapat bisa disebut kemajuan karena kalau dilihat dari tema-tema novel Indonesia sebelumnya masih bertemakan klasik: cinta, pengorbanan, tobat, perselingkuhan, cinta terlarang, petualangan, dan traficking. 

Selain itu, saya juga menemukan beberapa novel terjemahan tentang Nabi Muhammad saw dan khualafa ar-rasyidun (Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib) karya Abdurrahamn Syarqawi. 

Di Indonesia pun terdapat novel biografi Muhammad saw ini yang ditulis oleh Idrus Shahab yang berjudul “Sesungguhnya, Dialah Muhammad”  yang beberapa kali cetak ulang dan “Muhammad: Lelaki Penggenggam Hujan” karya Tasaro GK yang kabarnya kini masuk cetakan ketiga. 

Syarqawi, Idrus, dan Tasaro dalam novelnya bercerita berdasarkan sumber-sumber sejarah yang ada sehingga eksplorasi imajinasi sedikit terbatasi dengan alur cerita yang sudah beredar pada masyarakat Islam. Meskipun begitu, cerita hidup dan biografi Muhammad dan khulafa ar-rasyidun dengan dibahasakan dengan novel menjadi lebih ringan dan enak dibaca serta dicerna karena lebih hidup dengan dialog-dialog dan gambaran kehidupan kondisi sosial zamannya.  

Inspirasi Nabi

Kemudian muncul novel seri inspirasi Nabi yang ditulis oleh Fatih Beeman dan diterbitkan Salamadani (Agustus 2010). Ada empat judul: Yusuf, Sulaiman, Daud, dan Musa. 

Novel berjudul Yusuf: Sang Pejuang Mimpi. Bercerita tentang seorang anak yang terdampar di sebuah musola kumuh di stasiun kereta api. Anak kecil itu kemudian dibawa dan dibesarkan oleh seorang pengusaha sukses bernama Adrian. Anak yang kemudian diberinama Yusuf ini berubah 180 derajat.  Ia dikaruniai otak cemerlang, prestasi gemilang, dan wajah rupawan. Daya tarik wajahnya melumpuhkan semua wanita, termasuk Zulaikha, ibu angkatnya. 

Hampir sama dengan cerita aslinya bahwa Yusuf versi Fatih ini pun sukses membangun perusahaan penerbitan dan kompleks kampung buku, sebuah komunitas baca dan tulis. Yusuf juga “dikejar-kejar” ibu angkatnya yang mencintai setengah mati. Aktivitas Yusuf dalam dunia penerbitan mengantarkan pertemuannya dengan keluarganya yang lama berpisah akibat ulah kakak-kakaknya. Membaca novel Yusuf ini seperti membaca kisah Nabi Yusuf as dalam versi modern dengan konteks yang berbeda.    

Novel Sulaiman: Sang Penakluk Hati. Berkisah tentang seorang pemuda pintar, tampan, dan penyayang wanita. Kemudian tertarik pada seorang Bilqis, wanita berotak cerdas dan berkarier cemerlang. Namun, Biliqis memiliki masa lalu yang buruk sehingga bersikap angkuh kepada setiap laki-laki yang mendekatinya. Sulaiman berusaha untuk merobohkan keangkuhannya hingga terjadilah pergolakan asmara antara Sulaiman dan Bilqis. Pada novel ini alur ceritanya disajikan dengan apik dan tampak sedikit berbeda dengan kisah aslinya dalam sejarah agama: Nabi Sulaiman as. 

Novel Daud: Sang Pemenang. Novel ini mengisahkan tentang pemuda desa yang pintar ngaji dan suara yang indah. Pemuda bernama Daud ini mengadu nasib di sebuah kota besar dan menjadi seorang guru ngaji. Daud, sang pemilik suara indah, tertarik dengan lomba nyanyi dangdut dan memenangkan lomba. Selanjutnya bertemu dengan seorang pemilik usaha musik dan Daud pun diorbitkan menjadi selebritas. Kesuksesan Daud mendapat tantangan dari industri musik besar yang bermain dengan licik. Meskipun begitu, Daud terus menaik dan semakin terkenal. Dipuncak keterkenalannya, Daud tidak terus melanjutkan perjuangannya untuk menjadi selebritas dunia, malah kembali ke desanya dan menjadi manusia biasa.  

Novel Musa: Sang Penantang Arus. Pada novel ini Fatih mengisahkan perjuangan seorang lelaki yang dibuang kemudian dibesarkan oleh seorang pengusaha rokok. Namun ketika besar si anak yang bernama Musa ini tidak mendukung usaha bapaknya. Ia menyadari kalau dirinya menjadi “duri dalam daging” sehingga membuat keputusan untuk meninggalkan rumahnya dan hidup mandiri menjadi seorang konsultan bersama temannya, Harun. Kepergian Musa tidak dibiarkan begitu saja. Ayahnya terus mengejarnya. Tidak tanggung-tanggung, ayahnya Musa menyuruh pembunuh bayaran untuk membunuh Musa. 

Seiring berjalannya waktu, Musa bertemu dengan wanita penjual kembang, Nirmala, yang kemudian menjadi istrinya. Musa juga bertemu dengan seorang  manusia bijak, Khaidar, yang terus memberikan pencerahan dan membimbing langkah-langkah hidup secara pasti dan penuh makna. 

Meskipun sudah berumahtangga dan merintis usaha kembang (bunga), Musa tetap tidak berhenti melakukan perlawanan terhadap ayahnya yang menjadi simbol kekuatan kapitalis dan penindas masyarakat kecil. Apabila dahulu melawan dengan memprovokasi orang agar keluar dari perusahaan dan membakarnya, setelah menjadi buron melawan dengan pena dalam bentuk artikel opini pada sebuah surat kabar. Namun, sayang pada novel ini tidak diceritakan bahwa runtuhnya “singgasana” ayahnya karena perlawanan Musa, tetapi justru ditangkap pihak berwajib akibat pemalsuan pita cukai. 

Serba tanggung

Empat novel baru terbitan Salamadani ini dapat dikatakan baru dalam genre sastra (novel) Indonesia. Namun pada tingkat dunia, tampaknya sudah ketinggalan karena Naguib Mahfoudz dari Mesir sudah lebih dahulu menulis novel Aulad Haratina dan Salman Rushdie menulis Satanic Verses yang kemudian menimbulkan kecaman dari kalangan umat Islam karena dianggap menghina. Pemerintah Mesir melarang beredarnya novel Naguib Mahfoudz dan Ayatullah Ruhullah Khomeini dari Iran memberikan fatwa hukuman mati bagi Salman Rushdie. Saya tidak tahu apakah empat novel yang ditulis Fatih Beeman ini akan melahirkan fatwa larangan beredar atau haram baca dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang akhir-akhir ini lebih mudah dalam mengeluarkan fatwa. Tampaknya MUI tidak akan mengeluarkan fatwa untuk novel tersebut karena saya yakin para ulama yang berkumpul dalam wadah MUI sudah cerdas untuk menilai haram dan halal. 

Terlepas dari soal itu, saya merasakan ketika selesai baca bahwa novel yang ditulis Fatih Beeman kurang menarik, khususnya dari alur dan karakterk serta konflik yang disajikannya terasa menonton dan biasa-biasa.  Bahkan, alur ceritanya hampir mirip dengan sinetron.     

Memang keemapt novel ini lahir terinspirasi dari kisah para Nabi yang ditulis dengan gaya penulisan sastrawi berbentuk novel dengan setting modern. Hal baru yang disajikan dalam novel tersebut mungkin adalah setting zamannya dan lokasi serta konteks cerita. Apalagi kalau dilihat dari jumlah halaman yang kurang tebal, tampaknya novel inspirasi Nabi ini dapat disebut ”karya tanggung” dan terlalu dipaksakan sehingga kurang berkesan sempurna untuk ukuran novel Indonesia. Apabila dibandingkan dengan Tasaro GK, Ayu Utami, atau Ahmad Tohari, sangat jauh kelasnya. 

Mungkin sebagai catatan untuk perbaikan ke depannya, saya menemukan beberapa “ketanggungan”. Pertama, peralihan cerita demi ceritanya sangat dekat sehingga alurnya terasa loncat-loncat; tersekat dan terpenggal saat membacanya. Kedua, tokoh-tokoh muncul begitu saja tanpa ada latar belakangnya atau penjelasan di akhir. Ketiga, konflik yang dibangun kurang dramatis dan terasa kering serta endingnya pun kurang seru dan memuaskan. Keempat, penggunaan dan pilihan diksi (kata) masih biasa-biasa sehingga saya selaku pembaca tidak mendapatkan pencerahan baru.

Dari sekian hal tersebut, saya jadi bertanya-tanya: apa yang hendak disuguhkan oleh Fatih Beeman? Apakah hanya mengambil setting kisah Nabi semata dan mengalihkannya dalam bentuk cerita lain dengan alur sama? Atau membuat kisah yang sekadar terinspirasi kisah Nabi? Namun dari pertanyaan itu saya sedikit memahami: kemungkinan naskahnya belum final dan diburu-buru oleh penerbbit karena dikejar target marketing untuk bersaing dengan novel-novel sejarah kini sedang marak. Kalau hanya sekadar memenuhi tuntutan market dan tren, begitulah jadinya: novel tanggung. *** (ahmad sahidin)