Kamis, 12 Januari 2023

Sudah banyak buku tentang Sunnah Syiah

PEKAN kemarin saya sempat mendengarkan ceramah (MP3) yang disampaikan Ustadz Miftah Fauzi Rakhmat. Ceramah tersebut membahas tentang Asyura dan tragedi cucu Rasulullah saw, Imam Husein bin Ali, di Karbala, Irak. Kemudian dalam tanya jawab, ada yang bertanya perihal konflik Sunnah-Syiah yang terjadi di Yaman dan kebencian salah satu firqah terhadap aliran Syiah. 

Dalam upaya menjawab itu, Ustadz Miftah (Usmif) bercerita tentang dialog Sunnah-Syiah di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Desember 2007. Usmif mengatakan bahwa ia hadir mewakili ayahnya, Ustadz Jalaluddin Rakhmat, yang saat itu sedang sakit. 

“Saya kurang berani menghadapi dialog-dialog seperti itu. Sekarang ini sudah banyak buku tentang Sunnah-Syiah,” ucapnya dalam ceramah tersebut. 

Namun karena ayahnya yang terus meminta, akhirnya Usmif berangkat juga ke UII Yogyakarta. Usmif bercerita bahwa dialog itu berlangsung dengan baik dan tidak muncul penghujatan.  Pada sesi tanya jawab, seorang bapak memberikan komentar bahwa Sunnah dan Syiah tidak mungkin bersatu karena memiliki perbedaan sehingga terjadi konflik  di negara-negara Timur Tengah dan memiliki Quran yang berbeda. 

Usmif menjawab bahwa pertikaian antara Sunnah dan Syiah yang terjadi di negara Timur Tengah lebih dikarenakan unsur politis. Namun, media massa jarang memberitakan kerukunan antara Sunnah dan Syiah yang terjadi di Lebanon, Suriah, Arab Saudi, Bahrain, dan Yordania.

Usmif menyebutkan bahwa berbagai tuduhan pada Syiah lebih banyak dikutip dari buku-buku yang membeci Syiah. Pada buku-buku tersebut kadang rujukan dikutip keliru, dan tidak lengkap. Dari buku-buku itulah sebagian umat Islam Indonesia yang membenci Syiah menggeneralisir bahwa Syiah keliru atau sesat. 

Sedikitnya ada beberapa tuduhan yang dikemukakan orang-orang yang membenci Syiah. Pertama, Syiah memiliki Al-Quran yang berbeda. Kalau sebagian kaum Muslim berpendapat demikian, maka ia dapat disebut tidak percaya kepada Allah Swt yang menjaga keaslian Kitab Suci umat Islam. Dalam Al-Quran disebutkan, ”Kamilah yang menurunkan Al-Quran dan Kamilah yang menjaganya.”  

Kedua, Syiah mencela sahabat. Anggapan seperti keliru. Perlu diketahui, kaum Syiah meyakini konsep keadilan Tuhan yang mendasarkan manusia pada amal dan mencela dalam berbagai bentuknya adalah tindakan yang tidak dibenarkan. Berbeda dengan Ahlu Sunnah, Syiah tidak memandang semua sahabat sebagai ’udul. Kaum Syiah melihat sahabat pada amal dan kontribusinya dalam dakwah Islam sehingga setiap sahabat Nabi tidak bisa disamakan kedudukannya.

Ketiga, dengan adanya nikah mut’ah Syiah melecehkan perempuan. Anggapan ini juga keliru. Mut’ah diperintahkan Al-Quran dan pelakunya banyak dilakukan orang-orang Ahlu Sunnah. 

Keempat, Syiah melebihkan Imam Ali bin Abi Thalib daripada Rasulullah saw. Ini anggapan keliru lagi. Muslim Syiah tidak meyakini demikian, Imam Ali merupakan pelanjut risalah Nabi setelah wafat Nabi berdasarkan hadis Ghadir Khum yang mutawatir dan banyak diriwayatkan kitab-kitab hadis Ahlu Sunnah.

Kelima, kaum Syiah menyiksa diri dalam peringatan asyura. Tidak benar karena Iran sendiri mengharamkan tindakan demikian. 

Menurut Usmif, sebagian kaum Ahlu Sunnah bersikap benci terhadap Syiah karena kekurangan informasi yang benar tentang Syiah. Mereka lebih percaya informasi yang keluar dari kalangan mereka sendiri ketimbang dari Syiah. Karena itu, tidak aneh muncul opini yang kurang baik. 

Sebaiknya kaum Ahlu Sunnah mengkaji Syiah dengan merujuk langsung dari kitab-kitab Syiah dan berdialog dengan orang Syiah. Sudah banyak buku yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yang berasal dari ulama-ulama Syiah dan banyak alumni lulusan dari Iran yang memiliki pengetahuan yang mendalam tentang Syiah. Tinggal dibaca dan didatangi kemudian berdialog dengan arif selanjutnya boleh berkesimpulan. 

Kalau hanya mendapatkan informasi dari orang yang tidak tahu atau benci, yang muncul adalah pandangan yang negatif. Sudah sebaiknya umat Islam Indonesia menggali khazanah Islam lang sung dari sumbernya sehingga berbagai anggapan keliru sedikitnya akan menghilang. ***