Minggu, 08 Januari 2023

Guruku, Selesaikanlah Segera Karyamu!

Salam...

Sekira pukul 08.50 wib saya buka grup. Ternyata ada yang menulis: “Selamat kang, ikut menyambut penulisan buku madzhab Mansuriyyah. Walau pun - menurut pakarnya - buku ini lemah dari sisi metodologi sejarah akademisi, namun begitu banyak gagasan dan informasi baru tentang sejarah Indonesia, khususnya perjuangan umat Islam yang menantang untuk diteliti lebih lanjut. Pak Mansur telah membukakan pintu untuk pemahaman baru dan riset lebih lanjut tentang sejarah Indonesia. Sekali lagi: Selamat!”


KOMENTAR tersebut merupakan balasan dari postingan saya berkaitan dengan diskusi sejarah di kampus UIN Sunan Gunung Djati Bandung; yang diselenggrakan oleh Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam dan Salamadani Publishing. Kebetulan pada diskusi itu panitia meminta saya untuk menjadi moderator.

Awalnya saya tidak pede karena yang hadir di sana adalah para dosen sejarah dan pembicaranya adalah ahli sejarah seperti Dr.Sulasman, Dr.Muhsin Zakaria, dan Prof.Ahmad Mansur Suryanegara (AMS). Namun berkat desakan panitia, akhirnya saya mengiyakan. Dan, cerita diskusinya saya laporkan dalam milis tersebut dan juga pada kompasiana dengan judulSejarah Indonesia versi Mazhab Mansuriyah”.

Dari tanggapan atau komentar yang dilontarkan jamaah milis itu, malah timbul pertanyaan: mengapa para sejarawan yang akademis menilai buku  “Api Sejarah” karya AMS lemah dari metodologi dan banyak menggunakan sumber sekunder.

Kalau saya ngobrol langsung dengan AMS di rumahnya, ternyata ia juga paham masalah metodologi sejarah, filsafat sejarah, hingga teori-teori sejarah serta hermeneutika. Apalagi AMS itu juga adalah pernah menjadi seorang dosen di Jurusan Sejarah Universitas Padjajaran, IKIP/UPI Bandung, dan jurusan Sejarah dan Peradaban Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Saya sendiri sempat mendapatkan pencerahan dari AMS ketika semester awal di jurusan Sejarah dan Peradaban Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung. AMS sempat mengajarkan ilmu sejarah, filsafat sejarah, teori-teori sejarah, historiografi, sampai metodologi sejarah.

Di luar tiga kampus negeri itu, AMS bercerita mengajar antropologi, sosiologi, studi Islam, ilmu alamiah dasar, ilmu budaya dasar, geografi, ilmu politik, ilmu-ilmu soal, sejarah kebudayaan Indonesia, dan lainnya.

Bahkan, beberapa muridnya kini sudah menjadi ahli sejarah: Dr.Muhsin Zakaria, Dr.Sulasman, Dr.Nina Herlina Lubis, Dr. Ajid Thohir,  Setia Gumilar, M.Si, Moeflich Hasbullah, M.A. dan lainnya.

Saya hanya mengira persoalan yang dilemparkan oleh Dr.Asvi Warman tentang buku “Api Sejarah” karya AMS itu soal perspektif atau world view. Kalau AMS itu—menurut saya—cenderung  ideologis (Islam) karena memang ia melihat sejarah Indonesia memang dibangun oleh kaum Muslim. Sedangkan yang lainnya, termasuk Dr.Asvi Warman, mungkin tidak sampai pada itu karena beda world view atau mungkin beda ideologi.

Jadi, saya kira hadirnya buku “Api Sejarah” telah menunjukkan adanya benturan pemikiran antar sejarawan. Dan, hal ini saya kira wajar karena kalau tidak khazanah kesejarahan dan pemikiran Islam akan mandeg di Indonesia.

Sebagai informasi, buku cetakan III dan cetakan II buku “Api Sejarah” jilid 1 dan 2 sudah terbit serta sudah banyak yang memesan langsung melalui penerbitnya: Salamadani.

Kabarnya pada 2011, AMS akan mengeluarkan buku "Konfigurasi Sejarah" yang berisi teori sejarah yang berasal dari khazanah Islam, Barat, dan sejarawan Indonesia akan diulas oleh AMS dengan kritis. Begitu juga tentang proses kreatif dari penulisan “Api Sejarah” akan dibeberkan.

Ah, bener-bener pengabdian pada ilmu dan kebenaran. Meskipun sudah berusia lanjut, masih tetap menulis dan terus menggali serta meneliti kemudian mempersembahkannya untuk bangsa Indonesia. Tampaknya, sangat sedikit orang yang usianya di atas 70 tahun masih mampu menulis dan sanggup berdebat.

Semoga saja rencana itu terwujud. Guruku, selesaikanlah segera karyamu. Kami: pembaca dan murid-muridmu menunggu. Insya Allah, bermanfaat bagi umat manusia dan umat Islam. *** (ahmad sahidin)