Salam...
Sekira pukul 08.50 wib saya buka grup. Ternyata ada yang menulis: “Selamat kang, ikut menyambut penulisan buku madzhab Mansuriyyah. Walau pun - menurut pakarnya - buku ini lemah dari sisi metodologi sejarah akademisi, namun begitu banyak gagasan dan informasi baru tentang sejarah Indonesia, khususnya perjuangan umat Islam yang menantang untuk diteliti lebih lanjut. Pak Mansur telah membukakan pintu untuk pemahaman baru dan riset lebih lanjut tentang sejarah Indonesia. Sekali lagi: Selamat!”
Awalnya saya tidak pede karena yang hadir di sana
adalah para dosen sejarah dan pembicaranya adalah ahli sejarah seperti
Dr.Sulasman, Dr.Muhsin Zakaria, dan Prof.Ahmad Mansur Suryanegara (AMS). Namun
berkat desakan panitia, akhirnya saya mengiyakan. Dan, cerita diskusinya saya
laporkan dalam milis tersebut dan juga pada kompasiana dengan judul “Sejarah Indonesia versi Mazhab Mansuriyah”.
Dari tanggapan atau
komentar yang dilontarkan jamaah milis itu, malah timbul pertanyaan: mengapa para
sejarawan yang akademis menilai buku “Api
Sejarah” karya AMS lemah dari metodologi dan banyak menggunakan sumber
sekunder.
Kalau saya ngobrol langsung dengan AMS di rumahnya, ternyata ia juga paham
masalah metodologi sejarah, filsafat sejarah, hingga teori-teori sejarah serta
hermeneutika. Apalagi AMS itu juga adalah pernah menjadi seorang dosen di
Jurusan Sejarah Universitas Padjajaran, IKIP/UPI Bandung, dan jurusan Sejarah
dan Peradaban Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Saya sendiri sempat mendapatkan pencerahan dari AMS
ketika semester awal di jurusan Sejarah dan Peradaban Islam UIN Sunan Gunung
Djati Bandung. AMS sempat mengajarkan ilmu sejarah, filsafat sejarah,
teori-teori sejarah, historiografi, sampai metodologi sejarah.
Di luar tiga kampus negeri itu, AMS bercerita mengajar
antropologi, sosiologi, studi Islam, ilmu alamiah dasar, ilmu budaya dasar,
geografi, ilmu politik, ilmu-ilmu soal, sejarah kebudayaan Indonesia, dan
lainnya.
Bahkan, beberapa muridnya kini sudah menjadi ahli sejarah: Dr.Muhsin Zakaria,
Dr.Sulasman, Dr.Nina Herlina Lubis, Dr. Ajid Thohir, Setia Gumilar, M.Si, Moeflich Hasbullah, M.A.
dan lainnya.
Saya hanya mengira persoalan yang dilemparkan oleh
Dr.Asvi Warman tentang buku “Api Sejarah” karya AMS itu soal perspektif atau
world view. Kalau AMS itu—menurut saya—cenderung ideologis (Islam) karena memang ia melihat
sejarah Indonesia memang dibangun oleh kaum Muslim. Sedangkan yang lainnya, termasuk
Dr.Asvi Warman, mungkin tidak sampai pada itu karena beda world view atau
mungkin beda ideologi.
Jadi, saya kira hadirnya buku “Api Sejarah” telah menunjukkan adanya benturan
pemikiran antar sejarawan. Dan, hal ini saya kira wajar karena kalau tidak
khazanah kesejarahan dan pemikiran Islam akan mandeg di Indonesia.
Sebagai informasi, buku cetakan III dan cetakan II buku “Api Sejarah” jilid 1 dan
2 sudah terbit serta sudah banyak yang memesan langsung melalui penerbitnya:
Salamadani.
Kabarnya pada 2011, AMS akan mengeluarkan buku
"Konfigurasi Sejarah" yang berisi teori sejarah yang berasal dari
khazanah Islam, Barat, dan sejarawan Indonesia akan diulas oleh AMS dengan
kritis. Begitu juga tentang proses kreatif dari penulisan “Api Sejarah” akan
dibeberkan.
Ah, bener-bener pengabdian pada ilmu dan kebenaran.
Meskipun sudah berusia lanjut, masih tetap menulis dan terus menggali serta
meneliti kemudian mempersembahkannya untuk bangsa Indonesia. Tampaknya, sangat
sedikit orang yang usianya di atas 70 tahun masih mampu menulis dan sanggup
berdebat.
Semoga saja rencana itu terwujud. Guruku, selesaikanlah
segera karyamu. Kami: pembaca dan murid-muridmu menunggu. Insya Allah,
bermanfaat bagi umat manusia dan umat Islam. *** (ahmad sahidin)