Rabu, 06 Mei 2015

Hanya Karena Menulis Buku, Saya Dituding Syiah

Suatu hari ada yang kirim email berisi hujatan kepada mazhab Syiah dan menganggap saya seorang Syiah yang taqiah. Ini terkait buku yang saya tulis yang berjudul Aliran-Aliran dalam Islam (Penerbit Salamadani) dan saya hanya memberikan jawaban seadanya.

Saya katakan bahwa saya kagum kepada Iran yang berani menentang Amerika dan Israel ketimbang negeri-negeri Arab yang malah membantu/mendukung Israel atau  Amerika dengan membiarkan warga Muslim Palestina dan Lebanon dikejar-kejar dan diusir dari negerinya. Atau yang kini malah ikut serang Yaman bersama Israel dan Amerika. Padahal kita tahu Arab Saudi negeri orang-orang Islam. Mengapa serang Yaman? Tentu bukan soal mazhab, tetapi masalah politik dan ekonomi.


Saya belum bertandang ke Iran. Namun, dalam buku Pelangi Di Persia disebutkan bahwa Muslim Sunni Iran tinggal di provinsi Shiraz dan Sanandaj. Mereka mayoritas di sana dan punya masjid-masjid yang besar. Pada dua provinsi itu sering terjadi Muslim Sunni melakukan pernikahan dengan Muslim Syiah. Coba Anda baca buku “Pelangi Di Persia” karya Dina Y Sulaeman, warga Indonesia yang menjadi wartawan dan pernah tinggal cukup lama di Iran, diterbitkan PT.IIMaN, 2007, Halaman 137-154 dan 226.

Quran
Alhamdulillah, saya punya tafsir Mizan karya MUhammad Husein Thabathabai, ulama Syiah. Di dalam tafsir itu yang digunakan adalah Quran yang 30 Juz versi Mushaf Utsmani. Quran yang digunakan Muslim Syiah sama dengan kita. Anda mungkin mendengar dari kawan-kawan yang benci Syiah bahwa Syiah memiliki Quran sendiri disebut Mushaf Fatimah atau Imam. Itu bukan Quran, itu hanya kumpulan hadits yang diterima Fatimah Azzahra. Coba Anda dengarkan tilawah murotal Thabathabai, doktor cilik dari Iran yang hafidz Quran dan mampu menjelaskan kandungan ayat-ayat Quran, kini sudah beredar CD dan bukunya yang diterbitkan PT Hikmah. Ayat Quran yang dibacanya persis sama dengan Quran yang Anda dan saya pakai.

Sahabat
Kalau Anda bilang bahwa Syiah mengkafirkan sahabat Rosul, saya justru belum dapat buktinya. Malah yang saya dengar sebaliknya dari kawan-kawan Sunni firqah Wahabi yang menyesatkan Muslimin Syiah. Kalau hanya dalam facebook, tidak bisa dianggap orang Syiah. Bisa jadi itu pihak yang tidak suka sehingga bikin rusuh. Dari ulama muktabar Syiah belum saya temukan perilaku cacian sahabat. Sejarah mengisahkan yang melakukan cacian kepada sahabat Ali bin Abi Thalib ra beserta Ahlulbait adalah Muawiyah bin Abu Sufyan beserta pendukungnya setiap kali di akhir khutbah jumat. Itu dilakukan selama 80 tahun. Baru dihapus oleh Umar bin Abdul Aziz, khalifah Bani Umayyah yang terkenal saleh. Jadi, cacian kepada sahabat dilakukan selama 80 tahun oleh Muawiyah dan keturunannya. Sedangkan di Syiah, mungkin hanya oknum yang berbuat begitu. Bukan ulama muktabarah karena Imam Khameini di Iran sudah tegaskan haram cerca simbol Ahlusunnah. 

Mutah
Soal nikah mut'ah atau kontrak. Sudah jelas dalam fikih Syiah bahwa ada dua nikah: nikah permanen (dawam) dan nikah temporer berdasarkan waktu. Nah yang temporer atau mut`ah itu dasarnya jelas dalam Al-Quran surah Annisa ayat 24 dan Rasul membolehkannya. Setahu saya nikah ini kemudian diharamkan oleh Umar bin Khathathab yang dalam fatwanya mengatakan bahwa ada dua mut’ah yang dulu halal sekarang diharamkan, yaitu nikah dan haji. Mungkin karena posisi Umar menjadi penguasa jadi bisa membuat kebijakan baru atau semacam bid’ah dengan mengharamkan yang jelas-jelas halal secara nash.

Menurut beberapa alumni mahasiswa yang pernah belajar di Iran bahwa di Iran sendiri praktik mut’ah cukup sulit karena harus membayar mahar yang jumlahnya besar dan diatur dengan peraturan yang cukup menyulitkan. Mungkin hanya mereka yang mampu secara finansial saja yang dapat melakukannya. Nikah mut’ah ada rukun-rukunnya (yang kalau tidak salah) sedikit berbeda dengan yang nikah dawam. Nikah mut’ah beda dengan prostitusi. Nikah mut’ad memiliki aturan syariah, sedangkan prostitusi berupa bisnis birahi. Pelaku prostitusi yang berkedok mut`ah di Indonesia lebih banyak dilakukan oleh orang-orang Arabi Cisarua, Bogor, dan Puncak.

Saya jadi teringat pada almarhum O.Hashem dalam sebuah bukunya mengatakan bahwa banyak kaum Wahabi dari Timur Tengah yang kawin di Indonesia untuk satu bulan dan ada yang sampai tiga tahun. Ia juga bercerita tentang kawannya yang keturunan Arab diberi uang lima juta rupiah oleh seorang Timur Tengah agar dikawinkan mut'ah ala Wahabi. Dia mencari seorang pelacur dan menasihatinya agar tidak menceritakan profesinya pada suaminya.  Setelah beberapa bulan dia tinggalkan pelacur tersebut. Ia datang kembali dan orang itu menyuguhkan pelacur yang lain untuk dikawinkontrakkan kepadanya selama tiga bulan. Mungkin sudah rahasia lagi kalau saudari-saudari kita yang TKW di Arab banyak diperkosa karena dianggap budak sehingga dengan sewenang dapat disetubuhi.

Taqiyah
Kemudian soal taqiyah, bukan kemunafikan. Taqiyah adalah suatu permissibility, suatu kebolehan dalam Islam berdasarkan nash. Seorang Muslim yang lemah dan tertindas boleh menyangkal keimanannya jika nyawanya terancam seperti yang dialami oleh Ammar bin Yasir. Ammar bin Yassir oleh Rasulullah saw diperintahkan untuk menyembunyikan imannya ketika dicambuk dan dihajar oleh Kafir Quraisy. Selain kasus Ammar, juga ada seorang anggota keluarga Fir'aun yang menyembunyikan imannya. Silakan buka Al-Quran surah Al-Mukmin ayat 28 atau ayat “Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (Dia mendapat kemurkaan Allah) kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap beriman (Dia tidak berdosa)” (QS an-Nahl [16] : 106).

Hadis 
Tentang penolakan Syiah kepada hadis Bukhari dan hadis-hadis Ahlusunnah, saya kira itu persoalan memilah-milah hadis. Mungkin bisa dibalik tanyanya: kenapa Sunni tidak pakai kitab hadis Syiah? 

Sekadar diketahui bahwa Bukhari dan Muslim kini oleh beberapa ahli hadis seperti Muhammad Al-Gazali dari Mesir, Fazlurrahman (1919-1988 M), Abu Hasan al-Daruquthni (306-385 H), al-Sarkhasi (w 493 H/1098 M), Muhammad Abduh (1849-1905 M), Muhammad Rasyid Ridla (1865-1935 M), dan Ahmad Amin (w 1373 H/1945 M) bahwa hadits-hadits yang dikumpulkan Bukhari dinilai tidak semuanya sahih.

Bahkan Prof.Muhibbin dari IAIN Wali Songo meneliti dan telah menulis disertasi yang menyebutkan bahwa terdapat hadits lemah, bahkan dhoif dari kitab hadits bukhari.
Dalam wawancaranya dengan koran Republika, Muhibbin menjelaskan bahwa tidak semua hadits yang terdapat dalam kitab Bukhari masuk dalam kategori sahih. Terdapat beberapa hadis palsu dan lemah (dlaif).

Muhibbin mengatakan hadis palsu yang terdapat dalam kitab Bukhari setelah diteliti ada yang tidak sesuai dengan fakta sejarah. Misalnya, tentang Isra Mi’raj. Di dalam kitab itu disebutkan bahwa terjadinya Isra Mi’raj itu sebelum jadi Nabi. Faktanya, Isra Mi’raj itu setelah Rasulullah diutus menjadi Nabi. Kemudian ada pula hadis Nabi yang bertentangan dengan ayat Alquran. Contohnya, tentang seseorang yang meninggal dunia akan disiksa bila si mayit ditangisi oleh ahli warisnya. (Lihat Kitab Jenazah, bab ke-32, hadis ke 648/I.). Ini kan bertentangan dengan ayat Alquran, bahwa seseorang itu tidak akan memikul dosa orang lain. (Lihat ayat Alquran surah al-Fathir ayat 18, Al-An’am ayat 164, Az-Zumar ayat 7, Al-Isra ayat 15, dan An-najm ayat 38–Red). Dan, masih banyak lagi hadis yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ayat Alquran maupun hadis Nabi saw. Bahkan menurut Al-Daruquthni terdapat sekitar 110 hadis palsu di dalam kitab Bukhari dari sejumlah 6.000-an hadis.

Begitu juga kalau Anda membaca buku “Al-Mushthafa” karya Jalaluddin Rakhmat yang diterbitkan PT Simbiosa Bandung atau Karen Amstrong tentang sejarah Muhammad yang diterbitkan Mizan. Dalam kedua buku tersebut jelas terdapat penjelasan ketidaksahihan dalam kitab sahih Bukhari.

Setahu saya justru kaum Muslim Syiah sendiri menggunakan Bukhari dan Muslim dalam menyampaikan hadits tentang Ali bin Abi Thalib sebagai imam/khalifah sepeninggal Nabi saw. Atau kalau Anda punya uang, silakan beli buku “40 Masalah Syiah” yang ditulis oleh Emilia Az-Zahra yang diterbitkan oleh IJABI. Itu jawaban mereka terhadap yang Anda persoalkan tentang Syiah. Ada juga buku terjemahan yang diterbitkan Mizan berjudul “Dialog Sunni-Syiah” karya A. Syarafuddin Al-Musawi.

Mohon maaf saya bukan ahli Syiah. Jadi, tidak terlalu mendalam dalam menjawab komentar Anda. Saya hanyalah seorang Muslim yang coba untuk tidak bersikap benci terhadap Muslim lainnya, termasuk kepada Anda yang beda secara pemikiran. *** (ahmad sahidin)