Minggu, 11 Desember 2022

Berbeda-beda, Tetap Satu

Kalimat ‘berbeda-beda, tetapi tetap satu’ kini sudah mulai hilang. Dahulu ketika Orde Baru berkuasa, senantiasa digaungkan Presiden Soeharto. Bahkan diajarkan sejak sekolah dasar. Kalimat tersebut memang bukan hanya sekadar ungkapan biasa, tetapi mengandung makna yang luhur tentang pentingnya persatuan dan kesatuan yang didasarkan prinsip Bhineka Tunggal Ika—berbeda-beda, tetap tetap satu. 

Menyadari adanya keanekaragaman di negeri Indonesia dan pentingnya memegang prinsip Bhineka Tunggal Ika semakin menegaskan jati diri bangsa sebagai negara hukum. Kebersamaan dalam perbedaan di Indonesia setidaknya terlihat ketika merayakan Hari Ulang Tahun Republika Indonesia (HUT RI) yang berlangsung setiap 17 Agustus. Setiap tanggal tersebut, semua warga masyarakat tidak ada yang ktinggal dituntut untuk berpartisipasi dalam berbagai bentuk. Mereka yang punya uang lebih memberikan sumbangan dan mereka yang tidak terlalu padat aktivitasnya mengelola uang tersebut menjadi semacam permainan disertai dengan hadiah dan hiburan yang mengembirakan masyarakat.

 

Dalam memeriahkan HUT RI tampak sangat terasa kebersamaan di antara masyarakat sehingga hampir semua warga sering ikut keluar dan menyaksikan berbagai kegiatan tersebut. Nuansa kebersamaan yang bersifat lintas ras dan suku, bahkan agama, terasa dalam perayaan HUT RI. Memang pesan besar dari perayaan HUT RI adalah mengingatkan bahwa perjuangan merebut kemerdekaan dari penjajah sangat berat sehingga generasi sekarang tidak boleh melupakan sejarah bangsa Indonesia. Bahkan, bangsa Indonesia sekarang harus semakin maju dan berpikir untuk masa depan karena tantangan zaman yang lebih menantang.

 

Pada satu sisi kita berharap bahwa Bhineka Tunggal Ika terus terwujud dalam kehidupan, tetapi pada sisi lain muncul orang-orang yang hendak menghancurkannya. Masyarakat tidak diberi kebebasan dalam menganut agama, bahkan muncul gerakan-gerakan fundamentalis yang merasa dirinya paling benar. Sikap-sikap beragama seperti inilah yang tampaknya perlu disikapi dengan bijaksana sehingga masalahnya dapat diselesaikan.

 

Untuk menjadi manusia Indonesia yang bijak dan mampu menjalankan prinsip Bhineka Tunggal Ika memang harus muncul dari dalam diri. Salah satunya dengan berani untuk menghargai perbedaan yang ada dalam masyarakat, keluarga, dan komunitas. Dengan menghargai perbedaan, kita akan memiliki kemampuan memahami diri sendiri yang sejati dan dapat memahami orang lain. Memang untuk mewujudkannya memerlukan kecerdasan dalam mengolah perbedaan supaa tidak menjadi pangkal masalah-masalah kebangsaan. Justru dengan perbedaan semakin jelas bahwa Indonesia kaya dengan berbagai budaya, adat, dan agama. ***