Kalimat ‘berbeda-beda, tetapi tetap satu’ kini sudah mulai hilang. Dahulu ketika Orde Baru berkuasa, senantiasa digaungkan Presiden Soeharto. Bahkan diajarkan sejak sekolah dasar. Kalimat tersebut memang bukan hanya sekadar ungkapan biasa, tetapi mengandung makna yang luhur tentang pentingnya persatuan dan kesatuan yang didasarkan prinsip Bhineka Tunggal Ika—berbeda-beda, tetap tetap satu.
Menyadari adanya keanekaragaman di
negeri Indonesia dan pentingnya memegang prinsip Bhineka Tunggal Ika semakin
menegaskan jati diri bangsa sebagai negara hukum. Kebersamaan dalam perbedaan
di Indonesia setidaknya terlihat ketika merayakan Hari Ulang Tahun Republika
Indonesia (HUT RI) yang berlangsung setiap 17 Agustus. Setiap tanggal tersebut,
semua warga masyarakat tidak ada yang ktinggal dituntut untuk berpartisipasi
dalam berbagai bentuk. Mereka yang punya uang lebih memberikan sumbangan dan
mereka yang tidak terlalu padat aktivitasnya mengelola uang tersebut menjadi
semacam permainan disertai dengan hadiah dan hiburan yang mengembirakan
masyarakat.
Dalam memeriahkan HUT RI tampak sangat
terasa kebersamaan di antara masyarakat sehingga hampir semua warga sering ikut
keluar dan menyaksikan berbagai kegiatan tersebut. Nuansa kebersamaan yang
bersifat lintas ras dan suku, bahkan agama, terasa dalam perayaan HUT RI.
Memang pesan besar dari perayaan HUT RI adalah mengingatkan bahwa perjuangan
merebut kemerdekaan dari penjajah sangat berat sehingga generasi sekarang tidak
boleh melupakan sejarah bangsa Indonesia. Bahkan, bangsa Indonesia sekarang
harus semakin maju dan berpikir untuk masa depan karena tantangan zaman yang
lebih menantang.
Pada satu sisi kita berharap bahwa
Bhineka Tunggal Ika terus terwujud dalam kehidupan, tetapi pada sisi lain
muncul orang-orang yang hendak menghancurkannya. Masyarakat tidak diberi kebebasan
dalam menganut agama, bahkan muncul gerakan-gerakan fundamentalis yang merasa
dirinya paling benar. Sikap-sikap beragama seperti inilah yang tampaknya perlu
disikapi dengan bijaksana sehingga masalahnya dapat diselesaikan.
Untuk menjadi manusia Indonesia
yang bijak dan mampu menjalankan prinsip Bhineka Tunggal Ika memang harus
muncul dari dalam diri. Salah satunya dengan berani untuk menghargai perbedaan
yang ada dalam masyarakat, keluarga, dan komunitas. Dengan menghargai
perbedaan, kita akan memiliki kemampuan memahami diri sendiri yang sejati dan dapat
memahami orang lain. Memang untuk mewujudkannya memerlukan kecerdasan dalam mengolah
perbedaan supaa tidak menjadi pangkal masalah-masalah kebangsaan. Justru dengan
perbedaan semakin jelas bahwa Indonesia kaya dengan berbagai budaya, adat, dan
agama. ***