Kamis, 08 Desember 2022

Api Sejarah: Sebuah Gugatan Historiografi Nasional

AHMAD Mansur Suryanegara menerbitkan buku baru berjudul Api Sejarah: Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Menegakkan NKRI. Dosen luar biasa di jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaiora UIN Bandung dan UNPAD ini kembali membuka persoalan sejarah yang ditutup oleh rezim Orde Baru. Buku ini isinya membongkar sejarah yang disembunyikan, khususnya kezaliman kaum nasionalis dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), penghilangan jejak peran ulama dan organisasi Islam dalam menegakkan NKRI, dan membongkar perselingkuhan kaum priyayi dengan penjajah Belanda. 

Pasti sangat mengagetkan. Mengapa? Karena jika dilihat dari tinjauan ilmu sejarah, karya Pak Mansur ini bisa disebut sebagai historiografi politik Islam Indonesia versi sejarawan lokal. Kebenaran isinya, tentu sangat tergantung dari data, fakta, dan analisa serta tafsir yang digunakannya. Pastinya akan “mengagetkan” mereka yang selama ini menjadikan buku-buku sejarah versi Nugronotosusanto, Asvi Warwan, Sartono Kartodirjo, dan lainnya, sebagai buku yang valid dalam sejarah Indonesia. 

Mengapa mengagetkan? Karena isi buku ini menggabungkan antara sejarah Indonesia versi nasional dengan versi Islam. Salah satunya “gugatan” tentang hari kebangkitan nasional dan pembeberan beberapa organisasi pergerakan Indonesia yang sebenarnya tidak berjuang untuk Indonesia, tetapi untuk penjajah. 

Si penulis menguraikan, didirikannya Boedi Oetomo adalah untuk menandingi gerakan umat Islam yang bernama Jamiat Choir dan Serikat Dagang Islamiyah di Bogor sebagai tandingan dari Syarikat Dagang Islam yang kehadirannya mengkhawatirkan eksistensi perekonomian dan kepentingan imperialisme Belanda. Juga tafsirnya tentang sang saka “Merah Putih” sebagai bendera Rasulullah saw.

Bahkan, Ahmad Mansur Suryanegara juga menyajikan fakta tentang penghinaan terhadap Rasulullah saw yang dilakukan Partai Indonesia Raja (Parindra) pimpinan Dr.Soetomo dengan menurunkan artikel di Madjalah Bangoen, 15 Oktober 1937. Lebih banyak lagi persoalan sejarah yang dibongkar dalam buku Api Sejarah ini.  

Pak Mansur juga berani mengemukakan penafsiran yang bisa mengundang kontroversi seperti para pahlwan nasional Sisingamaraja dan Kartini yang dinyatakan beragama Islam, tentang organisasi Islam yang pertama “berjuang” dalam mencetuskan kemerdekaan RI, dan tentang tafsir sangka saka merah putih (bendera Indonesia) sebagai bendera Rasulullah saw.

Dalam buku ini, “kejahatan” orang-orang sekuler (pada masa lalu dan yang masih hidup) yang berperan dalam panggung sejarah Indonesia sangat tampak. Hadirnya buku-buku sejarah nasional atau Indonesia (yang ditulis para “sejarahwan istana”) telah mengekecilkan peran umat Islam dan tokoh-tokoh Islam terdahulu dalam membangun NKRI. Semangat membongkar “topeng” kepalsuan sejarah dan mewujudkan tentang pentingnya memahami sejarah inilah yang tampaknya sedang digaungkan dalam buku “Api Sejarah” ini.   

Buku sejarah yang berkaitan dengan Islam, nasionalisme, dan gerakan kemerdekaan Indonesia memang banyak. Namun, buku karya Ahmad Mansur Suryanegara ini lain daripada yang lain: kritis, tajam, dan sedikit “marah”. Karena itu, buku sejarah seperti ini sudah harus menjadi bacaan “wajib” bagi generasi sekarang yang akan melangkah dan membuat sejarah masa depan Indonesia.   

Dengan buku “Api Sejarah” ini, Anda akan dipandu memahami “jiwa zaman” (zeitgeist) yang terjadi dalam setiap babak sejarah, khususnya umat Islam dan perjalanan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pastinya, buku ini mengusik kesadaran generasi baru tentang sejarah sebenarnya yang sudah tertanam di benak sejak sekolah dasar. Mungkin agak terlambat, tetapi lebih baik daripada tidak sama sekali. *** (Ahmad Sahidin)