Jumat, 09 Desember 2022

Apa yang Kita Dapat dari Peradaban Islam?

SEORANG Muslim liberal asal Mesir, Nasr Hamid Abu Zayd, mengatakan bahwa yang ada dan tertinggal dari khazanah peradaban Islam yang berkembang pada abad pertengahan adalah pengetahuan. 

Warisan peradaban Islam yang sampai kepada kita pada dasarnya adalah pengetahuan yang tersimpan dalam buku-buku atau catatan yang berkaitan dengan sejarah. 

Dalam buku sejarah, kita mendapatkan pengetahuan tentang jatuh bangunnya penguasa-penguasa yang berkuasa, kemajuan dan kemunduran dalam khazanah kebudayaan, dan kejadian-kejadian terdahulu. Hal-hal yang kita dapatkan dari buku sejarah atau buku-buku lainnya adalah pengetahuan yang diwariskan dari satu generasi pada generasi selanjutnya dengan bahasa yang berbeda. 

Mungkin hanya sedikit hal-hal baru yang muncul. Kalau tidak dari sisi kemasan, mungkin dari bahasa atau kalimat-kalimat yang ditorehkan pada kerta-kertas yang kemudian menjadi buku. Pewarisan buku-buku karya para ulama terdahulu yang kadang membuat kaum Muslim bangga, tetapi tidak tergerak untuk mengikuti jejaknya. 

Para sejarawan atau ulama sekarang kadang sekadar membanggakan bahwa Islam zaman dahulu pernah jaya. Sayang, hanya sampai pada sekadar bangga. Memang wajar pada kondisi terpuruk, orang sering berharap terjadi perubahan. Namun, di Indonesia ini kaum Muslim terlihat hanya sekadar bangga dan berharap terus, belum ada buktinya. Teknologi dan dunia informasi masih tetap dipegang Cina dan Barat. Ilmu pengetahuan dan ekonomi tetap dipegang Amerika dan Eropa. 

Dunia Islam, masih tetap mengurus soal kafir tidaknya, sesat tidaknya orang beribadah, bahkan mazhab mayoritas masih tetap menganggap bukan bagian pada mazhab Islam yang minoritas. Padahal, penganut mazhab Islam yang minortitas itulah yang kini sedang merayap untuk menandingi peradaban Barat.    

Memang tidak diingkari pula bahwa dari "pengetahuan" yang diwariskan dari masa lalu, juga yang mendorong kaum Muslim menjadi anti-semitik. Karena itu, anti-semitik itu lahir dari "doktrin" atau "pengetahuan" yang diwariskan secara turun temurun. Hal itu sih wajar: karena di balik itu ada human interest, ada political interest, economic interest, dan lainnya. Seperti hadirnya wacana cultural studies: yang berupaya mengangkat kaum minoritas di berbagai dunia ketiga, atau gerakan teologi pembebasan (Islam atau Kristen), pada dasarnya ada kepentingan. 

Apabila itu berada dalam jaringan agama, ujung-ujungnya melakukan misi atau berdakwah. Apabila itu berada di bawah payung ekonomi dan politik, ya ideologi dan penataan dunia dalam satu narasi besar: ekonomi kapitalisme liberal dan demokrasi. 

Bukankah Francis Fukuyama menyimpulkan bahwa ‘akhir sejarah’ dunia ini berujung pada narasi besar yang sedang terus digelindingkan ke Dunia Islam dan dunia ketiga. Contoh yang nyata adalah Irak setelah jatuhnya Sadam Husen, Amerika dan sekutunya berupya menciptakan negara baru yang bersistem politik demokrasi. Begitu juga Indonesia, yang terus dikembangkan para cendekiawan dan politisi yang pernah sekolah di Barat berupaya untuk terus menciptakan sistem demokrasi di Indonesia. *** (ahmadsahidin)