Kamis, 15 Desember 2022

Dinamika Sejarah Umat Islam

SEJARAH umat Islam penuh dengan kegemilangan dalam khazanah intelektual dan karya-karya ilmuwan Muslim, serta kemegahan bangunan yang hingga kini masih bisa kita lihat di beberapa negara, seperti Spanyol, Iran, Irak, Arab, Indonesia, India, Pakistan, Asia Tengah, dan negara-negara lainnya. 

Meskipun warisan sejarah Islam yang di Irak telah hancur oleh Amerika dan sekutunya saat melakukan penyerangan terhadap rezim Saddam Hussain, tapi warisan sejarah Islam yang ada di beberapa negara lainnya masih ada dan bisa kita kunjungi. Memang, tidak menutup kemungkinan bentuk-bentuknya sudah tidak utuh lagi akibat tidak dipelihara atau tidak adanya perhatian dari pihak pemerintah setempat. Bukan hanya faktor tidak adanya dana untuk menjaga kelestarian, tapi juga rasa kepemilikan atas warisan Islam tampaknya sudah mulai menghilang dari mereka. 

Memang, warisan sejarah yang berbentuk bangunan atau monumen lainnya akan habis seiring dengan bertambahnya usia dunia. Namun, jika digali lebih dalam lagi, hakikat dari sejarah Islam itu bukan hanya persoalan tumbuh kembangnya umat Islam dari masa ke masa, tapi nilai dan semangat berkarya atau bukti kontribusi intelektual terhadap dunia menjadi salah satu ukuran, bahwa Islam memiliki masa keemasan. 

Masyarakat dunia pun mengakui bahwa ilmu al-jabar atau al-goritma awalnya dari Islam yang dikembangkan oleh Al-Khawarizmi; bidang kedokteran oleh Avicenna (Ibnu Sinna); bidang ilmu sosial dan filsafat oleh Averroes (Ibnu Rusyd); bidang sejarah dan sosiologi oleh Ibnu Khaldun; bidang ilmu jiwa dan spiritual oleh Imam Al-Ghazali; bidang politik dan kosmologi oleh Al-Farabi dan Al-Kindi; bidang hukum dan ekonomi Islam oleh Imam Ja`far Ash-Shadiq, Imam Asy-Syafi`i, Imam Ahmad bin Hanbali, Imam Malik bin Anas, dan Imam Abu Hanifah; bidang sastra dan bahasa oleh Ibnu Thufail; dan cendekiawan-cendekiawan Muslim lainnya. 

Selain bangga dengan khazanah peradaban Islam masa lalu, umat Islam pun harus berani mengakui bahwa dibalik kejayaan, kemegahan, dan kegemilangan Islam, tidak terlepas dari pertumpahan darah dan konflik yang berujung kepada munculnya golongan atau kelompok politik dan pemahaman Islam. Munculnya pengelompokan, golongan-golongan, atau aliran-aliran ini, tidak hanya dalam bidang politik, fiqh, tafsir, hadits, tapi juga merambah kepada masalah akidah (teologi) dan tasawuf.

Dalam fiqh saja, bila ditelusuri terdapat lebih dari lima mazhab yang ada dalam sejarah. Yang kita kenal dalam ilmu fiqh biasanya hanya mengenal Mazhab Ja`fari, Hanbali, Hanafi, Maliki, dan Syafi`i. Mereka yang termasuk tokoh-tokoh Mazhab Hanafiyah, yaitu Abu Yusuf, Muhamad bin Hasan Asy-Syaifud Daulah, An-Nasafi, Az-Zaila’i, Al-Kamal, Al-Aini, Ibnu Najim. Yang termasuk tokoh-tokoh Mazhab Malikiyah adalah Abdurrahman bin Al-Qasim, Abu Muhammad Abdillah Wahab, Khalil, Al-Ajhuri, Al-Kharasyi, Al-Adawi. Sedangkan yang termasuk tokoh-tokoh Mazhab Syafi’iyah adalah Ismail bin Yahya Al-Muzani, Al-Buwaithi, Muhyiddin An-Nawawi, Taqiyyudin As-Subkhi, Zakariya Al-Anshari, Ibnu Hajar Al-Haitami. Dan, yang termasuk tokoh-tokoh Mazhab Hanbaliyah adalah Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. Sedangkan yang termasuk tokoh-tokoh Mazhab Ja`fariyah atau Syi’ah adalah Hassan bin Mahbub, Ahmad bin Ali Nasr Bazanti, Husain bin Sa’id, Fa’di bin Syathan, Yonis bin Abdurrahman, Muhammad bin Ya’qub Kulayni, ‘Ayasyi Samarqandi, Ibnu Jamid Iskafi, Syaikh Mufid, Sayyid Murtadha, Syaikh Abu Jafar Tusi, Ibnu Idris Hilli, Syaikh Abul Qasim Ja’far bin Hasan bin Yahya bin Said Hilli (Muhaqqiq Hilli), Ibnu Hasan bin Yusuf bin Ali bin Muthahhar Hilli (Allamah Hilli), Muhammad bin Makki (Syahid awal), Syaikh Ali bin Abul Ul Ala Karaki (Muhaqqiq Tsani), Syaikh Zainuddin (Syahid Atsani), Muhammad bin Baqir bin Muhammad Akmal Bahbahani (Wahid Bahbahani), Syaikh Murtadha Anshari, Hajji Mirza Muhammad Hasan Syirazi, Hajji Mirza Husein Naini, dan lain-lain. Seiring dengan banyaknya intervensi pemikiran dan penafsiran orang terhadap ajaran atau karya pendiri mazhab, kemudian berkembang lagi menjadi golongan baru.    

Tafsir Al-Quran yang ada dalam sejarah pun bermacam-macam. Tafsir Al-Quran versi sufi, tafsir Al-Quran versi filsafat dan teologi, tafsir Al-Quran versi hukum dan politik, tafsir Al-Quran versi sains, tafsir Al-Quran bil Al-Quran, tafsir Al-Quran bil Hadits atau As-Sunnah, tafsir Al-Quran versi sastra, dan bahkan ada tafsir harfiah (skripturalis). Setiap tafsir yang ada dan berkembang di dunia Islam memiliki keunggulan, kelebihan, dan kekurangannya. Termasuk dalam hadits pun kita mengenal hadits versi Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i, Tirmidzi, Ad-Dailami, As-Shadiq, dan Al-Kulaini, yang kini menjadi rujukan umat Islam. 

Perbedaan dan perpecahan ini muncul juga pada tasawuf. Banyak para sufi dalam sejarah Islam yang menjadi pendiri dari aliran-aliran tasawuf atau tarekat (thariqat) sufi, di antaranya tarekat Qadiriyah yang didirikan oleh Abdul Qadir Al-Jaelani dari Jaelan, Persia, dan menetap di Baghdad, Irak. Hingga kini, aliran ini banyak dianut di Syiria, Turki, Afrika, Kamerun, Kongo, Mauritania, Tanzania, Kaukasus, Chechen, Ferghana, Uni Soviet, dan Indonesia; tarekat Rifa’iyah. Tarekat ini didirikan oleh Ahmad Al-Rifa’i di Bashrah dan menyebar ke Mesir, Syira, dan Amerika Utara; tarekat Sadziliyah. Tarekat ini dibentuk oleh Abu Al-Hasan Al-Sadziliy dari Maroko dan banyak dianut di Afrika, Mesir, Kenya, Tanzania, Timur Tengah, Srilangka, Amerika Barat, dan Amerika Utara; tarekat Maulawiyah. Tarekat ini didirikan oleh Maulana Jalaluddin Rumi dari Konya, Turki. Aliran ini menyebar ke Iran, Turki, Anatolia dan Amerika Utara; tarekat Naqshabandiyah. Tarekat ini dibentuk oleh Bahaud Din Naqshabandi dari Bukhara dan menyebar secara luas di Asia Tengah, Volga, Kaukaus Barat, Timur Daya China, Indonesia, India, Turki, Eropa dan Amerita Utara; tarekat Bektashiyah. Didirikan oleh Haji Bektash dari Khurasan dan menyebar di Anatolia, Turki, dan Iran; tarekat Ni’matullah. Didirikan oleh Nuruddin Muhammad Ni’amatullah (1431 M.) di Mahan, Kota Kirman, Barat Daya Iran. Pengikutnya ada di Iran dan India; tarekat Tijaniyah. Pendirinya Abbad Ahmad bin Al-Tijani, dari Aljazair dan kini menyebar ke Selatan Sahara, Sudan Barat dan Tengah, Mesir, Senegal, Afrika, Nigeria Utara, Amerika Barat dan Utara, dan Indonesia; tarekat Jarrahiyah. Tarekat yang didirikan oleh Nuruddin Muhammad Al-Jarrah dari Istambul ini banyak dianut di Turki, Amerika Barat dan Utara; tarekat Chistiyah. Para penganut aliran sufi yang banyak berpengaruh di India dan Pakistan ini mengambil sosok sufi Khuwaja Abu Ishaq Shami Chisti sebagai pendirinya. 

Selain yang telah disebutkan, terdapat beberapa tarekat yang sudah menyebar di dunia, yaitu di Yunani terdapat tarekat Ightisaasiyyah yang didirikan oleh Syamsuddin, dan Niyaaziyyah yang didirikan oleh Muhammad Niyaz); di Mesir terdapat tarekat Ghulsaaniyyah yang berada di kota Kairo yang didirikan oleh  Ibrahim Ghulusani; di Aljazair terdapat tarekat ‘Alawiyyah yang didirikan oleh Abu Abbas Ahmad bin Musthofa Al ‘Alawy, dan ‘Ammaariyyah didirikan oleh Ammar Busiyik; di Libya terdapat tarekat Sanusiyyah yang didirikan oleh Sayyid Muhammad bin ‘Ali; di Turki, terdapat tarekat Am Sanaaniyyah didirikan oleh Am Sanan, Asyqiyyah didirikan oleh Hasanuddin, Asyrafiyyah didirikan oleh Asyraf Rumi, Bahaaiyyah didirikan oleh Abdul Ghani, Bahraamiyyah didirikan oleh Hajji Bahraami, Jalwaatiyyah didirikan oleh Kir Altady, Jamaaliyyah didirikan oleh Jamaluddin, Muraadiyyah didirikan oleh Murda Syami, Nawsyabandiyyah didirikan oleh Muhammad bin Muhammad Uwaisy, Nuraddiyyaaniyyah didirikan oleh Nuraddin, Sunbuliyyah didirikan oleh Sunbul Yusuf Ghulawy, Khalwaatiyyah didirikan oleh Umar Al-Khalwaty, Sanan Amiyyah didirikan oleh ‘Alim Sanan Amy; di Arab Saudi terdapat tarekat Alwaaniyyah didirikan oleh ‘Ulwan, Haddaadiyyah didirikan oleh Sayyid Abdullah bin Alwy bin Muhammad Al-Haddad, Syamsiyyah didirikan oleh Syamsuddin, dan Idrisiyyah didirikan oleh Sayyid Ahmad bin Idris bin Muhammad bin Alwy; di Irak terdapat tarekat Saqathiyyah didirikan oleh Sirri Saqathi, Zainiyyah didirikan oleh Zainuddin, Suhrawardiyyah didirikan oleh Abu Najib As-Suhrawardi dan Syihabuddin Abu Hafsin bin Abdullah As-Suhrawardi; di Iran terdapat tarekat Bustamiyyah didirikan oleh Abu Yazid Busthami, Kubrawiyyah didirikan oleh Najmuddin, Ni’matul Ilaahiyyah didirikan oleh Ni’matullah, Nur Buhsiyyah didirikan oleh Muhammad Nurbah, dan Shafaawiyyah didirikan oleh Saifuddin; di Syuriah terdapat tarekat Bakriyyah didirikan oleh Abu Bakar Waif, Id Haamiyyah didirikan oleh Ibrahim bin Adham, dan Sa’diyyah didirikan oleh Sa’aduddin Jibawi; di India terdapat tarekat Syathariyyah didirikan oleh Abdullah Syathar; dan tarekat Shiddiqiyyah didirikan oleh Muchammad Muchtar Mu’thi. 

Apalagi dalam politik, Islam mengalami pengelompokan. Setelah Rasulullah saw. wafat (632 M.), sebagian besar sahabat dekat Rasulullah saw. berdatangan ke balai Bani Saqifah dan memba’iat Abu Bakar As-Shidiq (11 H./632 M. – 13 H./634 M.) sebagai khalifah Islam. Namun, pemba’itan Abu Bakar ini tidak diikuti keluarga Rasulullah saw. (Ahlulbait) dan pengikut setianya yang saat itu sedang mengurus jenazah Rasul. 

Pemba’iatan atas kepemimpinan Abu Bakar yang tidak diikuti oleh Ahlulbait ini mengakibatkan umat Islam terpecah menjadi dua, kelompok Ahlulbait dan kelompok pendukung sahabat. Meski secara politik dipimpin Abu Bakar, tapi sebagian umat Islam yang dekat dengan keluarga Rasul mengakui Ali bin Abu Thalib sebagai pimpinan yang mendapatkan wasiat dari Nabi Muhammad saw. Mereka meyakini bahwa pada Haji Wada di daerah Ghadir Khum, Rasulullah saw. telah memba’iat Ali bin Abu Thalib sebagai khalifah Islam pengganti Rasulullah saw. 

Setelah Abu Bakar wafat, Umar bin Khaththab (13 H./632 M. – 23 H./644 M.) menjadi khalifah kedua. Tak ada intrik politik atau gerakan yang merongrong pemerintahannya. Rongrongan mulai datang ketika Utsman bin Affan (23 H./644 M. – 35 H./656 M.) menjadi khalifah ketiga. Yakni saat khalifah Utsman mengangkat keluarga-keluarganya dan mengundang kembali orang-orang yang telah diusir oleh Rasul untuk menjadi para pejabat di pemerintahannya. Dari kebijakan itu muncul gerakan oposisi yang melakukan perlawanan yang berakhir dengan terbunuhnya Utsman bin Affan. 

Setelah melalui musyawarah bersama sahabat-sahabat Rasulullah saw., Ali bin Abu Thalib (35 H./656 M. – 40 H./661 M.) terpilih menjadi khalifah keempat. Pada masa ini, rongrongan muncul kembali karena Ali dinilai tidak tegas terhadap para pembunuh Utsman bin Affan. Kemudian, mereka membuat gerakan ‘bawah tanah’ yang bertujuan menuntut balas kematian Utsman. Barisan orang-orang kecewa ini dipimpin oleh Muawiyah bin Abu Sufyan beserta kerabat-kerabatnya. Mereka melakukan teror, kericuhan, dan menyebarkan opini yang tidak baik terhadap Khalifah Ali bin Abu Thalib dan pengikutnya. Akhirnya, perang besar di Shiffin pun terjadi antara pemerintahan sah Khalifah Ali melawan kelompok opisisi Muawiyah. Melalui tipu daya yang dikemas dalam bentuk arbitrase (tahkim), Muawiyah kemudian memegang tampuk kekuasaan Islam. Namun, kekuasaannya itu tidak diakui, malah Hasan bin Ali bin Abu Thalib yang diba’iat sebagai khalifah kelima. 

Ketika Hasan bin Ali (40 H./661 M.) memegang tampuk kekuasaan Islam, kepemimpinannya sangat lemah. Sebab beberapa wilayah Islam seperti Suriah dan Damaskus (Irak) telah dikuasai Muawiyah. Wilayah kekuasaan Hasan bin Ali hanya Mekkah dan Madinah. Keadaan ini diperburuk dengan gencarnya aliran ekstrem Khawarij melakukan pembantaian terhadap sebagian umat Islam. Di sisi lain, kalangan munafik juga bertambah disertai dengan berbagai rongrongan subversif dan bahkan gencar menanamkan pengaruhnya kepada umat Islam. Akibat pengaruh mereka telah merasuk dan berkembang hingga beberapa sahabat Hasan dan sebagian pengikutnya berpaling karena diiming-imingi harta dan jabatan oleh Muawiyah. Bahkan, orang-orang dekatnya telah menukarkan rahasia pemerintahan dengan uang dan melakukan persengkongkolan. 

Dikarenakan situasi yang tidak kondusif untuk mempertahankan kekuasaan, Hasan bin Ali menyanggupi perjanjian damai yang ditawarkan Muawiyah. Ia rela menyerahkan kepemimpinan Islam kepada Muawiyah dengan syarat harus menghentikan penghinaan dan pembunuhan terhadap keluarga Rasulullah saw. dan pengikutnya. Sejak itulah, Muawiyah memproklamirkan dirinya sebagai khalifah Islam (amirul-mu`minin) dan berhasil membangun pemerintahan Daulah Umayyah I yang berpusat di Damaskus. Berikut ini beberapa khalifah yang sempat menjadi penguasa Daulah Umayyah adalah Mu’awiyah bin Abi Sufyan (41 H./661 M. – 60 H./680 M.), Yazid bin Mu’awiyah (60 H./680 M. – 64 H./683 M.), Mu’awiyah bin Yazid (64 H./683 M.), Marwan bin Al-Hakam (64 H./683 M. – 73 H./692 M.), Abdul Malik bin Marwan (73 H./692 M. – 86 H./705 M.), Al-Walid bin Abdul Malik (86 H./705 M. – 96 H./715 M.), Sulaiman bin Abdul Malik (96 H./715 M. – 99 H./717 M.), Umar bin Abdul Aziz (99 H./717 M. – 101 H./720 M.), Yazid bin Abdul Malik (101 H./720 M. – 105 H./724 M.),  Hisyam bin Abdul Malik (105 H./724 M. – 125 H./743 M.), Al-Walid bin Yazid (125 H./743 M. – 126 H./744 M.), Yazid bin Al-Walid (126 H./744 M.), Ibrahim bin Al-Walid (126 H./744 M. – 127 H./744 M.), dan Marwan bin Muhammad (127 H./744 M. – 132 H./750 M.).

Setelah Daulah Umayyah diruntuhkan oleh gerakan opisisi dari Abul Abbas As-Saffah, tampuk kekuasaan Islam beralih ke Daulah Abbasiyah di Baghdad, Irak. Para khalifah dari Daulah Abbasiyah adalah Abul Abbas As-Saffah (132 – 137 H./750 – 754 M.), Abu Ja’far al Manshur (137 – 159 H./754 – 775 M.), Al-Mahdi (159 – 169 H./775 – 785 M.), Al-Hadi (169 – 170 H./785 – 786 M.), Harun Al-Rasyid (170 – 193 H./786 – 808 M.), Al-Amin (193 – 194 H./808 – 809 M.), Al-Ma’mun (194 – 218 H./809 – 813 M.), Al-Mu’tahism Billah (218 – 227 H./833 – 842 M.), Al-Watsiq Billah (227 – 232 H./842 – 847 M.), Al-Mutawakkil ‘Alallah (232 – 247 H./847 – 861 M.), Al-Muntashir Billah (247 – 248 H./861 – 862 M.), Al-Musta’in Billah (248 – 252 H./862 – 866 M.), Al-Mu’taz Billah (252 – 255 H./866 – 869 M.), Al-Muhtadi Billah (255 – 256 H./869 – 870 M.), Al-Mu’tamid Alallah (256 – 279 H./870 – 892 M.), Al- Mu’tadhid Billah (279 – 289 H./892 – 902 M.), Al-Mu’tafi Billah (289 – 295 H./902 – 908 M.), Al-Muqtadir Billah (295 – 320 H./908 – 933 M.), Al-Qahir Billah (320 – 322 H./933 – 934 M.), Ar-Radhi Billah (322 – 329 H./934 – 940 M.), Al-Muttaqi Lillah (329 – 333 H./940 – 944 M.), dan Al-Mustakfi Billah (333 – 334 H./944 – 945 M.). 

Selanjutnya kepemimpinan Islam beralih di bawah kekuasaan Daulah Buwaihiyah yang merupakan penerus Daulah Abbasiyah. Adapun para khalifahnya, yaitu Al-Muthi’ Lillah (334 – 363 H./945 – 974 M.), Ath-Thai’ Lillah (363 – 381 H./974 – 991 M.), Al-Qadir Billah (381 – 422 H./991 – 1031 M.), dan Al-Qaim Biamrillah (422 – 467 H./1031 – 1074 M.). 

Kekuasaan Islam beralih di bawah Kesultanan Saljuk Thugril Bey dan Sultan Alib Arselan (masa Daulah Nizhamul Mulk). Para sultan yang memegang kekuasaannya adalah Al-Muqtadi Biamrillah (467 – 487 H./1074 – 1094 M.), Sultan Saljuk, Maliksyah (470 H.), Al Mustazhir Billah (487 – 512 H./1094 – 1118 M.), Al-Musytarsyid Billah (512 – 529 H./1118 – 1135 M.), Ar-Rasyid Billah (529 – 530 H./1135 – 1136 M.), Al-Muqtafi Liamrillah (530 – 555 H./1136 – 1160 M.), Al-Mustanjid Billah (555 – 566 H./1160 – 1170 M.), Al-Mustadhi Biamrillah (566 – 575 H./1170 – 1179 M.), dan Ahmad An-Nashir bin Al-Mustadhi Lidinillah (575 – 622 H./1179 – 1225 M.). 

Lalu, beralih di bawah Kesultanan Saljuk, yaitu Azh-Zhahir Biamrillah (622 – 623 H./1225 – 1226 M.), Al-Mustanshir Billah (623 – 640 H./1226 – 1242 M.), dan Al-Mus’tashim Billah (640 – 656 H./1242 – 1258 M.). Masa Al-Mus’tashim Billah inilah kekhalifahan terputus setelah diserang Hulagu Khan selama tiga tahun enam bulan.

Setelah kekuasaan Islam di Timur Tengah runtuh, kekuasaan Islam dalam bentuk kerajaan muncul di Andalusia (Spanyol). Di antaranya Daulah Umayyah II (138 - 275 H./756 – 888 M. hingga 300 – 422 H./921 – 1031 M.), Daulah Ziriyah di Granada (403 – 483 H./1012 – 1090 M.), Daulah Hamud di Malaga (407 – 449 H./1016 – 1057 M.), Daulah Daniyah, Daulah Najibiyah dan Hudiyah di Saracosta, Daulah Amiriyah di Valencia, Daulah Abbaad di Sevilla, Daulah Jahuriyah di Qurthubah (Cordova), Daulah Zin Nun di Thalithalah (Toledo), Daulah Hamud di pulau Khadraa, dan Daulah Nasiriyah (Daulah Banu Al-Ahmar) sebagai kerajaan Islam terakhir di Spanyol. Pada saat yang sama muncul beberapa bentuk daulah Islam di Afrika Utara (Maghribi), yaitu Daulah Idris, Murabitun, Muwahhidun, Daulah Maryan, Asyraf Sa’diyin, Asyraf Hasaniyin, Daulah Aghlab, Ubaidiyah, Daulah Ziri, Daulah Hafas, Hysainiyah, dan Kare Maneli. Sedangkan di Mesir muncul Daulah Thuluniyah, Daulah Ikhsyidiyah, Daulah Fathimiyah, dan Daulah Ayyubiyah. 

Daulah Abbasiyah kembali muncul di Mesir di bawah kekuasaan Al-Mustanshir Billah II (659 – 661 H./1261 – 1262 M.), Al-Hakim Biamrillah (661 – 701 H./1262 – 1301 M.), Al-Mustakfi Billah I (701 – 739 H./1301 – 1339 M.), Al-Watsiq Billah I (739 – 742 H./1339 – 1341 M.), Al-Hakim Biamrillah II (742 – 753 H./1341 – 1352 M.), Al-Mustadhid Billah I (753 – 763 H./1352 – 1362 M.), Al-Mutawakkil Alallah I (763 – 785 H./1362 – 1383 M.), Al-Watsiq Billah II (785 – 788 H./1383 – 1386 M.), Al-Mu’tashim (788 – 791 H./1386 – 1388 M.), Al-Mutawakkil ‘Alallah I (2) (791 – 808 H./1388 – 1405 M.), Al-Musta’in Billah (808 – 815 H./1405 – 1412 M.), Al Mu’tadhid Billah II (815 – 845 H./1412 – 1441 M.), Al-Mustakfi Billah II (845 – 854 H./1441 – 1450 M.), Al-Qoim Biamrillah (854 – 859 H./1450 – 1454 M.), Al-Mustanjid Billah (859 – 884 H./1454 – 1479 M.), Al-Mutawakkil ‘Alallah II (884 – 893 H./1479 – 1487 M.), Al-Mutamsik Billah (893 – 914 H./1487 – 1508 M.), dan Al-Mutawakkil ‘Alallah III (914 – 923 H./1508 – 1517 M.). 

Selanjutnya daulah Islam di Syam adalah Daulah Hamdan, Daulah Mirdas di Halab, Daulah Saljuk di Syam, Atta Bek Damsyik, Atta Bek Syam (Ramlah Nuriyah), Daulah Ayyub di Homs, dan Daulah Ayyub di Hormat dan Damsyik. Juga daulah Islam di Jazirah Arab, yaitu Daulah Ja’fariyah di Shan’aa, Daulah Najahiyah, Daulah Ayubin di Yaman; dan daulah Islam yang muncul di kawasan Jazirah Timur adalah Daulah Zaidiyah di Thabristan, Daulah Samaniyah, Daulah Hamdan di Mausil, Daulah Imran bin Syahin, Sabaktakin, Marwaniyah, Uqailiyah di Mausil, Saljuk Raya, Saljuk Karman, Saljuk Rumawi, Saljuk Iraq, Kwarishmi Syah, Daulah Urtug, Ata Bey di Mausil, Luristan, Sanjar, Azerbaijan, Persia, Daulah Ayub di Irak, dan Daulah Ghaniyah di Afghanistan dan India. 

Kemudian muncul tiga kesultanan besar Islam, yaitu Kesultanan Utsmaniyah (1301 – 1924 M.) di Turki, Daulah Shafawiyah (1501 – 1722 M.) di Persia, dan Daulah Mughal (1730 – 1857 M.) di India. Kesultanan Utsmaniyah meneruskan Kesultanan Saljuk yang sebelumnya berasal dari pelarian Daulah Abbasiyah di Baghdad saat dihancurkan oleh Hulagu Khan. Setelah digulingkannya khalifah terakhir, Sultan Abdul Majid II (1340 – 1342 H./1922 – 1924 M.), kekhalifahan Utsmani dihapuskan oleh Musthafa Kemal Attaturk dan diganti dengan Republik Sekuler Turki. Daulah Mughal kemudian tepecah menjadi India, Pakistan, Kashmir, Bangldesh, dan lainnya. Sedangkan Daulah Shafawiyah berganti dengan pemerintahan Qazar (1722 – 1925 M.), Pahlevi (1925 – 1979 M.), dan Republik Islam Iran (1979 M. – sekarang). *** (ahmad sahidin)