Kamis, 01 Desember 2022

Aminah, Bunda tercinta Rasulullah SAW

Ada beberapa orang yang diistimewakan berkaitan dengan kelahiran seorang manusia di dunia ini. Kita tahu Nabi Adam lahir tanpa ibu dan bapak, Nabi Isa lahir tanpa bapak, Hawa (isteri Adam) tanpa ibu, dan mungkin ada yang lainnya. Dan sebesar apapun kebesaran manusia, secara fitrah tidak terlahir begitu saja, tapi ia ada perantara yang menyebabkan lahirnya ke dunia ini. Ibu, di sini  menjadi salah satu jembatan lahir dan berkembangnya manusia. Bukankah khataminnabiyyin Muhammad  SAW pun terlahir dari seorang ibu yang bernama Aminah Binti Wahhab? 

Nama lengkapnya adalah Aminah binti Wahhab bin Abdul Manaf Bin Zuhrah Bin Kilab. Ia adalah akhwat yang berasal dari keturunan Bani Quraisy, suku yang sangat terhormat di Mekkah, Arab. 

Setelah Aminah dewasa dinikahi ikhwan keturunan Bani Hasyim, yaitu Abdullah Bin Abdul Muthalib. Pesta perkawinannya pun dirayakan selama tiga hari tiga malam. Sesuai dengan budaya masyarakat Arab, usai resepsi Abdullah harus tinggal bersama mertua dan berbakti terhadapnya selama tiga hari dan hari keempatnya baru diperkenankan memboyong istrinya. Bahkan bagi masyarakat Mekkah pernikahan mereka disambut gembira, karena secara politis telah menyatukan dua bani yang sering konflik antara Bani Hasyim dan Bani Quraisy. 

Pada suatu hari Aminah bertanya kepada Abdullah perihal puteri kepala Bani Quraisy yang ingin diperistri Abdullah. Mengenai hal ini Abdullah menyatakan bahwa mereka melihat pada dirinya ada cahaya. 

”Demi Allah, aku tidak keliru, pada jidatmu ada cahaya yang memancar. Dan aku menginginkan cahaya itu berpindah padaku. Sungguh beruntung dan mulianya bila aku menjadi istrimu,” ujar Qatala Binti Naufal, adik dari seorang pendeta Nasrani yang bernama Waraqah Bin Naufal. 

Perkawinannya pun membuahkan hasil. Ketika mengandung Aminah bermimpi bahwa ada seseorang yang berkata, “Wahai Aminah, engkau tengah mengandung seorang pemimpin umat manusia.”  Pada masa-masa mengandung itu Aminah sering ditinggalkan Abdullah yang berdagang ke negeri Syam. Aminah merasa kesepian. Tapi dengan seringnya muncul mimpi-mimpi itu ia jadi tidak resah. 

Dua bulan berlalu, terdengar berita bahwa rombongan dari Syam akan tiba di Mekkah. Aminah menunggu suaminya dan berencana akan menceritakan mimpi-mimpi yang dialaminya. Tapi ujian mungkin harus diterimanya. Abdullah tidak ikut pulang ke Mekkah. Dua bulan kemudian muncul kabar bahwa Abdullah wafat dan dikuburkan di Yatsrib. Kesedihan yang tiada tara pun melanda Aminah. Hal ini terlihat dari syair yang dibuatnya : 

seorang anak Hasyim telah mati di sisi Batha

menyisihkan liang lahat di tempat yang jauh di sana

banyak ajakan cita-cita yang hendak dipenuhi

 

  tidak banyak yang ditinggalkan seperti anak Hasyim ini

  mereka membawa tempat tidurnya di senja hari

  rekan-rekannya menampakkannya berramai-ramai

 

   cita-cita dan keraguannya kian melambung

   dia telah banyak memberikan kasih sayang

 

Namun beberapa bulan kemudian ia merasa bahagia karena kandungannya mulai besar. Saat kandungan besar Aminah seringkali mendapatkan kejadian aneh yang membuatnya ceria. Akhirnya, pada 12 Rabiul Awwal malam senin tahun gajah (20 April 570) Aminah melahirkan bayi laki-laki sehat, tampan, bersih dan wajahnya bercahaya. Dan sang kakek, Abdul Muthalib, sangat bahagia dengan lahirnya sang cucu hingga membawanya ke Ka’bah (al-baitullah) dan diberi nama Muhammad. Berkaitan dengan kelahiran Nabi diriwayatkan bahwa sepuluh balkon istana Kisra runtuh dan beberapa gereja di sekitar Buhairah amblas ke tanah.   

Karena sudah ketentuan tradisi masyarakat Arab, Muhammad disusui Halimah Binti Abi Duaib As-Sa’diyah, seorang wanita Bani Badya yang tinggal di daerah perkampungan tandus. “Dari mengandung sampai melahirkan Muhammad atas perkawinanku dengan Abdullah, aku tidak merasakan berat atau pun sakit. Dan hampir tiap malam aku sering melihat ada cahaya dari langit yang menembus ke rumahku. Ini mungkin tanda dari Al-Mudzanab (pendeta dari Persia) yang suatu ketika berbicara padaku, nanti akan lahir seorang laki-laki dari bangsamu yang menggegerkan alam dunia,” ucap Aminah mengungkapkan kepada Halimah.

Setelah dua tahun disusui Halimah, Muhammad kecil kembali kepangkuan ibunya. Sebulan kemudian Aminah membawanya berziarah ke makam suaminya di Yatsrib. Mereka tinggal di sana sebulan lamanya dan kembali lagi ke Mekkah. Namun ditengah perjalanan, tepatnya di Abwa—desa antara Mekkah dan Madinah—Aminah menderita sakit hingga berakhir pada kematiannya pada 575/577 Masehi. 

Ya itulah ibunda Rasulullah yang wafat ketika Muhammad berusia 6 tahun. Aminah selain diakui sebagai gadis pingitan (karena keturunan bangsawan); juga dikenal senang menyendiri. Dari sikap dan karakter itu menjadikan Aminah tegar dan tangguh dalam menghadapi cobaan. Terutama menyangkut Abdullah yang diakui masyarakat Mekkah sebagai laki-laki yang terhormat hingga memunculkan isu bahwa dirinya telah diceraikan Abdullah. 

Memang cobaan hidup adalah sunatullah. Tetapi bagi mereka yang tidak kuat, maka itu menjadi sesuatu yang melemahkan dirinya. Tapi tidak bagi Aminah. Buktinya dengan siap menerima cobaan dan prasangka-prasangka di luar dirinya, atau dalam menghadapi berbagai cobaan dari sesama wanita; itulah yang membuat dirinya terpilih menjadi jembatan lahirnya pemimpin umat manusia. Dan tentunya, sosok Aminah Binti Wahhab betul-betul menjadi wanita agung dan terhormat di dunia ini, yaitu ibunda tercinta Rasulullah SAW. *** (ahmad sahidin)