Jumat, 17 Juni 2022

Anugerah Kenabian Ditentukan Allah

SATU saat Ibnu Sina (Avicena) bermalam bersama muridnya yang berada ketika musim dingin. Sang murid berkata kepada Ibnu Sina, "Tuanku, dengan kebesaran dan keharuman namamu yang dikenal luas ada baiknya engkau menyatakan dan mengangkat dirimu sebagai nabi." 

Mendengar pernyataan muridnya, Ibnu Sina diam saja. Kemudian saat malam tiba, Ibnu Sina terbangun karena haus dan membangunkan sang murid untuk mengambilkan air di luar baginya. Sang murid membuka matanya, menyatakan ketidak sanggupannya seraya mengatakan dingin di luar, tapi kemudian tertidur kembali.


Sang guru kembali membangunkan dan minta tolong. Begitu seterusnya terjadi tiga kali hingga waktu subuh tiba. Terdengarlah suara lantang muazin dari atas menara masjid melantunkan azan; "asyhadu anna Muhammadan Rasulullaaaaah....."

Muridnya terbangun. Saat terbangun itu Ibnu Sina berkata kepada muridnya, "Ingatkah kau saat menyuruh aku menyatakan diri sebagai nabi? Lalu aku minta kau ambilkan air, namun kau tak kunjung bangkit dari kehangatan tidurmu?"

"Lihat sang muazin itu. Kendati dinginnya udara di luar, dia bangun pada pagi buta, mengambil air, membasuh wajahnya, dan dengan kesetiaan yang luar biasa mendeklarasikan kenabian Muhammad saw. Apakah artinya aku dibanding Nabi Muhammad saw dan kesetiaan engkau dibanding sang muazin?"
 

Kisah tersebut saya dapatkan dari buku Neraca Kebenaran dan Kebatilan karya Murtadha Muthahhari. Tentu kisah tersebut memiliki hikmah yang pantas diambil karena isinya menegaskan bahwa kenabian (nubuwwah) tidak bisa diperoleh oleh manusia biasa dan tidak dapat diusahakan karena ditentukan Allah. 

Namun, tidak semua manusia yang lahir di dunia ini diangkat menjadi Nabi atau Rasul oleh Allah. Dari sekian banyak manusia, hanya 124 ribu orang yang diutus menjadi Rasul dan 315 menjadi Nabi. Dari jumlah Nabi dan Rasul tersebut hanya 25 yang disebut sebagai Nabi dan Rasul Allah yang wajib diketahui umat Islam. Kemudian dari jumlah tersebut hanya 5 Nabi dan Rasul yang disebut ulul azmi, yaitu Nuh as, Musa, Ibrahim as, Isa as, dan Muhammad saw. Dari semua Nabi dan Rasul yang diturunkan Allah, hanya seorang yang benar-benar berderajat mulia dan termasuk makhluk paling agung dan suci, yaitu Nabi Muhammad Rasulullah saw.   

Keagungan dan kemuliaan serta kesucian Muhammad Rasulullah saw oleh Allah dalam Quran disebutkan dengan jelas pada surah Al-Ahzab ayat 21 dan 33, Al-Qalam ayat 4, An-Najm ayat 3-4, dan lainnya. 

Dalam sebuah riwayat dari Aisyah binti Abu Bakar, yang saya temukan dalam buku Dahulukan Akhlaq Di Atas Fiqih karya Jalaluddin Rakhmat, bahwa setelah Rasulullah saw meninggal dunia ada orang Islam yang bertanya kepada Ummul Mukminin Aisyah binti Abu Bakar ra. 

Orang itu bertanya kepada Aisyah, “Wahai Ummul Mukminin, bagaimana akhlak Rasulullah saw?”  Aisyah binti Abu Bakar menjawab, “Akhlak Rasulullah saw adalah Al-Quran.” Orang itu bertanya lagi, “Apa yang dimaksud dengan akhlak Rasulullah saw itu Al-Quran?” Kemudian Aisyah menjawab, “Tidakkah kamu baca surah Al-Mukminun?” 

Beberapa hadis menyebutkan keistimewaan yang dimiliki masing-masing Nabi dan para Rasul, ternyata dimiliki atau ada pada diri Nabi Muhammad saw. Kemampuan bicara dengan binatang dan tumbuhan yang dimiliki Nabi Sulaiman as dianugerahkan pula kepada Nabi Muhammad saw. Kemampuan menyembuhkan yang dimiliki Nabi Isa as dan kekuatan atau ketangkasan Nabi Daud as atau Musa as dianugerahkan pula kepada Nabi Muhammad saw. Kesabaran dan ketabahan Nabi Ayyub as, keteguhan tauhid Nabi Ibrahim as, atau kelebihan dan kemampuan istimewa para Nabi dan Rasul Allah terdapat pada sosok agung Nabi Muhammad saw. 

Ajaran yang dibawa Nabi Ibrahim as yang disebut agama Hanif, ajaran Nabi Musa as yang membawa agama Yahudi, Nabi Isa as yang membawa agama Nasrani (Kristen), atau syariat-syariat yang dibawa para Nabi dan Rasul terdahulu terhimpun dalam risalah atau ajaran yang dibawa Nabi Muhammad saw yang disebut agama Islam. 

Allah Ta’ala berfirman, “…  Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu” (QS Al-Maidah ayat 3). 

Karena itu, pantas kalau Nabi Muhammad saw disebut Nabi yang terakhir, yang berarti anugerah Ilahi yang paling akhir dan tidak ada Nabi dan Rasul Allah setelahnya sampai Kiamat tiba. Karena itu, umat Islam selayaknya yakin bahwa tidak ada lagi ajaran atau agama yang paling sempurna selain Islam. *** (AHMAD SAHIDIN, Alumni Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung)