Seperti
biasa, buku yang dibaca tidak begitu melekat dalam benak saya. Yang saya
tangkap bahwa buku ini sebuah fatwa dan panduan ibadah dari seorang mujtahid
sekaligus marja taqlid (ulama yang dirujuk dalam urusan fikih oleh Muslim Syiah
pengikut Duabelas Imam). Begini singkatnya, setelah Nabi Muhammad Saw wafat
bahwa otoritas ajaran Islam dipegang oleh Imam dari Ahlulbait yang duabelas
orang. Imam yang Keduabelas yang disebut Al-Mahdi mengalami kegaiban dan
umat Syiah tidak bisa akses dalam urusan keagamaan kecuali melalui perantara
wakilnya. Dan wakilnya pun sudah wafat, sehingga didasarkan pada riwayat agar
umat Syiah merujuk pada ulama Syiah yang keilmuan agamanya tinggi dan
mengetahui kondisi kekinian yang dihadapi oleh umat. Tidak sembarang
ulama dirujuk, sehingga umat harus mengetahui kriterianya. Dalam buku Daras Fikih Ibadah ini diuraikan pada bagian awal terkait syarat
seorang marja/mujtahid dan kriteria seorang muqalid. Kemudian selain muqalid
dan mujtahid, terdapat muhtath. Tiga istilah tersebut bisa dipelajari dalam
buku Daras Fikih Ibadah.
Perlu diketahui, tidak hanya Imam
Khamenei yang dirujuk oleh umat Muslim Syiah. Di antaranya ada sosok (almarhum)
Sayyid Muhammad Husein Fadhlullah di Lebanon dan Sayyid Ali Husain Sistani di
Irak serta lainnya. Marja atau mujtahid tersebut dirujuk pula oleh kaum Muslim
Syiah dan setiap individu Syiah punya marja sendiri-sendiri. Yang banyak
dirujuk oleh umat Syiah ialah Imam Khamenei, yang kini berkedudukan sebagai
Rahbar (pemimpin tertinggi) di Republik Islam Iran. Kaum Muslim Syiah Indonesia
banyak yang mengikuti fatwa-fatwa Khamenei, sehingga buku risalah amaliyah pun
diterbitkan di Indonesia.
Saya menikmati buku ini. Saya
tertarik dengan fikih Khamenei ini dari bacaan shalat yang sangat pendek dan
mudah dihafal. Cocok untuk orang Islam yang ingin praktis dalam ibadah.
Ketentuan dan aturan terkait fikih sangat detil dan mengulas persoalan yang
ditanyakan tentang ibadah. Hampir semua fasal fikih yang disebutkan di atas
diuraikan dengan detil dan banyak alternatif saat ada kendala dalam
pelaksanaannya. Apalagi tentang puasa, ada beberapa yang beda dengan fikih
Sunni tentang waktu imsak dan ifthar (buka puasa) serta ketentuan safar.
Silahkan baca, pasti akan ditemukan bedanya dengan pemahaman umum.
Yang menarik bagi saya dalam buku Daras Fikih Ibadah ini bahwa Imam
Khamenei menekankan dalam pelaksanaan ibadah harus dijalani dengan ketenangan
dan keyakinan serta adab (akhlak) kepada Allah dengan niat mendekat kepada
Allah. Aspek ini saya setuju dan memang haruslah demikian.
Terakhir, buku Daras
Fikih Ibadah ini tidak dilengkapi dengan teks dalil Alquran dan
hadis-hadis. Setiap fasal fikih dalam buku ini benar-benar murni penjelasan
dari Imam Khamenei (serta penyusunnya) untuk para pengikutnya (muqalid) di
kalangan Muslim Syiah. Yang berbeda dari tradisi penulisan buku fikih di
kalangan Sunni, level ulama atau mujtahid masih mencantumkan dalil Alquran dan
hadis-hadis saat membahas fasal fikih. Bisa cek buku Fikih
Sunnah karya Sayyid Sabiq, Bidayatul
Mujtahid karya Ibnu Rusyd, dan lainnya.
Sekian yang bisa disampaikan dalam
ulasan buku Daras Fikih Ibadah.
Saya sarankan Anda membaca jika ingin mengetahui fikih mazhab Jafari (Ahlulbait
atau Syiah Duabelas Imam). Meski tidak seluruh fasal dibahas, tapi lumayan
menambah pengetahuan keagamaan. Kalau ingin yang lengkap bacalah buku Fikih Jafari karya Muhammad Jawad
Mughniyah. Bukunya membahas dari ibadah sampai muamalat dengan dalil dan
penjelasan ulama Syiah terdahulu. Meski banyak menulis buku dan masuk kategori
ulama, sosok Muhammad Jawad Mughniyah tidak dianggap Mujtahid. Ia hanya disebut
ulama dan cendekiawan. Berarti sangat berat dan tidak mudah untuk dianggap
(layak) menjadi seorang Mujtahid atau Marja Taqlid yang fatwa-fatwanya
dijadikan referensi dalam ibadah dan sikap keagamaan. Hanya itu saja. Moga
bermanfaat. Hatur nuhun. *** (ahmad
sahidin)