Mungkin sudah menjadi kebiasaan, setiap
kali tiba bulan suci Ramadhan saya membaca buku tentang agama Islam. Membaca
yang terkait dengan ibadah di bulan Ramadhan dan hal-hal yang berkaitan dengan
peradaban Islam.
Alhamdulillah hari ketiga Ramadhan ini
sudah empat buku yang khatam. Ya,
dari sisi bacanya tuntas dari awal hingga akhir buku. Sekali lagi hanya tuntas
baca. Sedangkan aspek pemahaman dan ilmu yang didapatkan dari buku tersebut,
saya rasa belum dapat. Maklum saya kurang ahli dalam meresapi khazanah ilmu.
Masih bodoh dan sedang coba untuk keluar darinya. Mohon doa dari pembaca! Mari kita urai buku yang saya baca tersebut.
Ensiklopedia
Islam
Buku yang dibaca berjudul “Ensiklopedia Islam dan Iran: Dinamika Budaya
dan Peradaban Islam yang Hidup”. Ditulis oleh Ali Akbar Velayati dan diberi
pengantar oleh Haidar Bagir. Buku ini terjemahan yang diterbitkan Mizan. Isi
bukunya menguraikan khazanah peradaban Islam dalam sejarah mulai dari masa
Dinasti Umayyah sampai Dinasti Safawiyah di Iran.
Dari sisi keilmuan buku ini juga
menguraikan konsep peradaban, budaya, dan kemajuan Islam dalam konteks dunia
global. Bisa dikatakan romantisme historis tersaji dalam buku ini. Sehingga
dengan membacanya akan diketahui bahwa umat Islam terdahulu telah berkarya dan
kontribusi dalam peradaban dunia, yang jejak dan warisannya masih bisa kita ketahui
dan nikmati. Salah satunya adalah karya tulis para ulama atau ilmuwan yang
sampai kini masih digunakan dan dipakai sebagai bahan pembelajaran keagamaan
maupun ilmu-ilmu lainnya.
Bisa dikatakan lengkap, tetapi tidak
komplet. Untuk ilmu-ilmu ternama yang menjadi penopang peradaban manusia seperti
filsafat, astronomi, matematika, optik, geografi, sastra, kedokteran, sejarah,
dan historigrafi diuraikan dengan menyajikan tokoh dan buku-bukunya. Bisa
dikatakan kaya dengan wawasan bila membaca setiap ilmu yang disebutkan di atas.
Uraiannya dari tokoh perintis sampai pengembang ilmu dibahas dengan kitab-kitab
yang menjadi karya dari setiap tokohnya.
Tentu buku tersebut memperkaya khazanah
peradaban, terutama buku-buku sejarah, seperti karya Marshall GS Hodgson, Ira
M.Lapidus, Philip K.Hitti, Bernard Lewis, Karen Armstrong, Joel Kraemer, dan
lainnya. Tidak disangsikan dari umat Islam pun lahir buku-buku tentang
peradaban Islam , yang sezaman dengan karya orientalis di atas, seperti
Ziauddin Sardar, Hasan Ibrahim Hasan, Mahmuddin Nasr, Hossen Nasr, dan Ameer
Ali.
Catatan saya terkait dengan “Ensiklopedia Islam dan Iran” bahwa buku
ini banyak memunculkan tokoh-tokoh ilmuwan dari Persia. Seakan-akan peradaban
Islam di masa lalu lahir dari orang-orang Islam yang berkebangsaan Persia.
Memang harus diakui dalam sejarah bahwa orang-orang dari Persia ini banyak yang
menjadi ilmuwan dan berkarya dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan. Meski tidak
dinafikan ada peran serta dari raja-raja yang berkuasa, yang notabene dari kaum
Arab, yang memberikan keleluasaan untuk mengembangkan ilmupengetahuan di
zamannya.
Selanjutnya, khazanah terkait dengan
fikih, ushul fikih, tasawuf, teologi, tafsir Quran, atau yang terkait dengan
ilmu-ilmu agama tidak dimunculkan sebagaimana ilmu-ilmu yang disebutkan di
atas. Mungkin akan semakin menarik jika ilmu-ilmu agama pun diuraikan dengan
baik dari perkembangannya. Sebab khazanah ilmu-ilmu agama pun bagian dari
khazanah peradaban Islam, yang sampai hari ini pun terus berkembang dan dibutuhkan
oleh umat Islam.
Penyebaran
Islam
Buku kedua yang dibaca berjudul “Menguak Akar Spiritualitas Islam Indonesia:
Peran Ahlulbait dalam Penyebaran Islam di Nusantara”. Buku ini tipis hanya
114 halaman. Disusun oleh Tim Icro dan Across, Yogyakarta, tahun 2013. Buku ini
menguraikan sejarah Islam di Nusantara, mazhab yang masuk, kekuasaan, dan
kebudayaan Islam yang berkembang. Disebutkan bahwa penyebar Islam pertama oleh
pedagang dan ulama Syiah serta kaum Sufi. Dengan bukti-bukti nama-nama tokoh
Islam yang lumrah dipakai kaum Syiah, tradisi yang sama dengan yang dilakukan
kaum Syiah, dan kuburan yang bentuknya sama seperti di Persia. Sejumlah data
tersebut memang masih diperdebatkan akurasinya. Sebab hanya melihat pada bukti
arkeologi dan budaya. Tidak ada catatan tertulis dari zamannya yang menyebutkan
penyebar Islam merupakan penganut Syiah. Hanya indikasi-indikasi saja yang
dipegang dan hanya mengulang kajian pada seminar masuknya Islam yang pertama di
Indonesia yang diramaikan oleh diskusi para ulama dan sejarawan seperti Buya
Hamka, Abu Bakar Aceh, dan lainnya.
Yang menarik dari uraian buku tersebut
adalah ada kerajaan pertama di Indonesia sebelum Perlak, yaitu Jeumpa. Ini
menarik ditelusuri dan memang belum ada yang serius menekuninya. Maklum sumber
yang terkait dengan sejarah Islam di Indonesia masih berupa memori kolektif
berupa dongeng atau tradisi lisan, dan jejak berupa kuburan yang sulit
diverifikasi dari segi waktu.
Apa yang saya dapatkan dari buku “Menguak
Akar Spiritualitas Islam Indonesia: Peran Ahlulbait dalam Penyebaran Islam di
Nusantara”? Hanya sebuah kesan historis bahwa Islam mazhab Syiah sudah
hadir sebelum penganut Sufi dan Sunni masuk dan berkembang di Indonesia.
Jika memang iya, lantas untuk apa? Untuk mengubah penulisan sejarah? Untuk memahamkan pada umat Islam sekarang bahwa kaum Syiah punya andil dalam khazanah kebudayaan Nusantara. Jika sudah demikian, lantas mau apa? Inilah masalah dalam riset ilmiah tentang sejarah bahwa hanya sekadar romantisme historis dan alat pembenar saja. Meski ada lanjutan dari riset berupa sikap dan kearifan atau kebijakan berskala nasional, yang dijadikan pedoman bagi kehidupan beragama dan berkebudayaan di Indonesia. Kalau hanya sekadar riset saja, paling hanya menumpuk di ruang perpustakaan.
Jika memang iya, lantas untuk apa? Untuk mengubah penulisan sejarah? Untuk memahamkan pada umat Islam sekarang bahwa kaum Syiah punya andil dalam khazanah kebudayaan Nusantara. Jika sudah demikian, lantas mau apa? Inilah masalah dalam riset ilmiah tentang sejarah bahwa hanya sekadar romantisme historis dan alat pembenar saja. Meski ada lanjutan dari riset berupa sikap dan kearifan atau kebijakan berskala nasional, yang dijadikan pedoman bagi kehidupan beragama dan berkebudayaan di Indonesia. Kalau hanya sekadar riset saja, paling hanya menumpuk di ruang perpustakaan.
Puasa
Ramadhan
Buku ketiga yang beres dibaca berjudul “Puasa Ramadhan: Sebuah Perjalanan Spiritual”
ditulis oleh Mirza Javad Agha Maliki Tabrizi. Buku ini terbit tahun 2003. Cukup
lama dan isinya tidak kedaluarsa. Secara singkat isi bukunya menguraikan
adab-adab dalam doa, etika membaca Quran, pemahaman tentang puasa Ramadhan,
serta panduan untuk mengawali dan mengakhiri bulan suci Ramadhan. Petunjuknya
tidak fiqhi, tetapi bernuansa sufisitik. Jadi, dalam buku aspek batin lebih
ditekankan dalam ibadah puasa dengan tujuan mencapai maqam taqwa.
Etika
Ukhuwah
Dan ini yang keempat. Ditulis oleh
Sayyid Muhammad Husein Fadhulullah dengan judul “Etika Ukhuwah”. Buku ini terjemahan juga. Meski ada kata dan
kalimat yang rancu saat dibaca, tetapi secara umum sesuai dengan judulnya
hendak menguatkan keperibadian umat Islam, terutama generasi muda dalam
persaudaraan, persahabatan, dan pergaulan keseharian. Seperti karya Mizra
Javad, Sayyid Fadhulullah memberikan panduan untuk generasi muda dalam
menjalani aktivitas dengan kupasan ayat-ayat al-Quran dan hadis-hadis
Rasulullah saw serta keluarganya.
Bahkan disajikan rangkaian tanya jawab
tentang persahabatan dan persaudaraan. Salah satu uraian yang menjadi tanya
jawab antara jamaah dengan Sayyid Fadhlullah adalah tentang pilihan marja
taqlid yang memutuskan hubungan pertemanan. Kerap kali hanya karena beda marja
taqlid kemudian terjadi kerenggangan dalam interaksi dengan teman. Karena beda
ulama yang rujuk sehingga tidak mau lagi berteman. Bagi Sayyid Fadhlullah bahwa
yang demikian tidak produktif dan tidak maslahat sehingga untuk pertemanan dan
persauadraan jangan didasarkan pada marja, tetapi kualitas akhlak.
Tah ngan sakitu anu tiasa dibagikeun.
Punten sanes lauk buruk milu mijah. Ieu mah tawis ngahirupkeun budaya literasi.
Apanan dina literasi mah kedah seueur maosan buku sareng nyerat. Tah, bahan
kanggo nyerat tangtos tina buku-buku anu diaos. Salain tina pengalaman nyalira
jeung kahirupan batur. Anggap bae ieu mah tawis heuheureuyan hungkul. Pidu’ana
bade neraskeun maos buku. Hatur nuhun ka sadaya anu parantos kersa maos ieu
seratan simkuring…
28-5-2017
ahmad sahidin