Selasa, 20 Juni 2017

Renungan: Islam Kita

Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw merupakan risalah sempurna. Selain menyempurnakan ajaran-ajaran yang dibawa para Nabi sebelum Nabi Muhammad saw, juga dalam rangka membebaskan manusia dari kebodohan, kezaliman, dan perilaku tidak manusiawi. Masyarakat Mekkah yang masih berperilaku tidak bermoral diubah dengan ajaran Islam menjadi supaya mengedepankan akhlak mulia. Sehingga dengan hadirnya Rasulullah saw maka masyarakat Arab yang terbelakang menjadi terkenal. Hingga kini pun masih tercatat kejayaannya dalam sejarah.

Peradaban Islam yang muncul dengan berbagai khazanah intelektual, monumen-monumen megah, dan warisan ilmu pengetahun yang tiada duanya, menjadi sumbangan besar untuk perkembangan dan kemajuan dunia sekarang.

Sumber yang membebaskan dan mencerahkan itu adalah ajaran Islam yang terdapat dalam al-Quran dan penuturan hikmah dari Rasulullah saw. Tanpa berpegang pada kedua sumber tadi, Islam hanya namanya saja. Seperti masa sekarang ini, Indonesia hanya terkenal dengan kuantitas (jumlah), namun belum berkualitas atau menjadi solusi atas pelbagai masalah bangsa.

Seharusnya umat Islam Indonesia mulai berpikir untuk menjadi solusi, bukan menambah masalah. Persoalan ekonomi dan himpitan beban hidup kadang menjadi persoalan yang tidak pernah selesai dengan sebuah seminar atau konferensi. Tapi butuh aksi dan tindakan nyata dalam bentuk program-program yang membangkitkan hajat hidup orang banyak.

Langkah tersebut membutuhkan sokongan material yang tidak sedikit. Sebagian masyarakat Islam di Indonesia, bila diteliti sebetulnya berada dalam garis kecukupan dan kemapanan ekonomi. Tengok saja anggota parlemen dan pengusaha-pengusaha yang memiliki beberapa perusahaan atau bisnis itu rata-rata mengaku beragama Islam. Tidak dipungkiri juga yang miskin pun beragama Islam.

Ironis, identias yang sama, tetapi saling bertolak belakang. Tidak menjadi satu kesatuan merajut masyarakat yang bermartabat, makmur, sejahtera, dan berkah.

Tampaknya di antara orang Islam yang kaya belum seluruhnya memiliki kesadaran untuk membantu saudaranya yang dhu`afa. Mereka tidak menyadari bahwa pada harta atau rezekinya terdapat hak-hak orang-orang dhuafa dan fakir miskin.

Harus disadari bahwa Allah menjadikan dalam harta para orang kaya ada hak orang dhuafa dan fakir miskin ini semata-mata demi terwujudnya masyarakat makmur, sejahtera, dan munculnya rasa empathi terhadap sesama. Andai saja harta atau rezeki tetap terkungkung dan hanya berputar pada orang kaya semata, maka akan berakibat malapetaka berupa tindakan kejahatan sosial dan perampokan.

Hadirnya orang-orang miskin dan dhuafa sendiri dalam al-Quran di dunia ini untuk mendapatkan karunia Allah melalui orang-orang dermawan. "Dan Kami hendak memberi karunia bagi orang-orang yang tertindas di bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi bumi" (QS.Al-Qasas [28]:5).

Ketidakpedulian atau enggan berbagi rezeki merupakan sifak bakhil. Sifat atau karakter ini merupakan buah dari cinta dunia dan akhlak yang tercela. Tentang sifat bakhil disebutkan dalam Al-Quran:

“(Yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka” (QS.An-Nisa: 36); Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya pada hari kiamat” (QS.Ali-Imran: 180)”. 

Dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari, Rasulullah saw mengingatkan, “Takutlah kalian terhadap sifat bakhil, karena sifat ini telah membinasakan orang-orang sebelum kalian. Membawa mereka pada pertumpahan darah, dan menghalalkan hal-hal yang diharamkan.”

Dengan berbagi, peduli, dan menunaikan hak-hak dhu`afa yang besarnya tak seberapa dibanding denga kebutuhan hidup harian kita, berarti kita menjadi manusia merdeka. Mari bebaskan diri kita dari hak dhuafa! [ahmad sahidin