Jumat, 01 Januari 2016

Setelah Wafat Rasulullah saw

Dalam buku DAN MUHAMMAD UTUSAN ALLAH karya Annemarie Schimmel (Mizan, 1994, halaman 46) terdapat kutipan dari kitab Shahifah Hammam Ibnu Munabih karya Hamdullah bahwa banyak catatan yang menyatakan Umar bin Khaththab menentang periwayatan hadits dan menghukum orang-orang yang mengkabarkan keistimewaan keluarga Nabi Muhammad saw. Pelarangan dilakukan karena khawatir terjadinya campur aduk antara wahyu dan hadits Rasulullah saw.



Tidak kuat
Sayangnya, alasan tersebut tampaknya tidak cukup kuat. Jika dilihat dari ucapan Aisyah binti Abu Bakar bahwa akhlak Nabi adalah al-Quran. Juga ada hadis lain: Nabi adalah al-Quran yang berjalan. Artinya, sosok Nabi Muhammad saw beserta tingkah laku, petuah, perintah, dan larangannya merupakan realisasi dari wahyu. Karena itu, Nabi Muhammad saw dan al-Quran adalah satu-kesatuan dari nubuwwah yang mestinya diterima secara lapang dada.

Al-Quran tidak akan bercampur aduk dengan hadits karena Allah Swt yang menjaganya. Banyak bukti yang muncul bahwa orang-orang yang mencoba mengubah isi Quran dapat segera diketahui. Bahkan, untuk urusan salah harakat saja cepat diketahui. Karena itu, sangat tidak mungkin bercampur aduk dengan hadis ketika berada dalam hafalan kaum Muslim pada masa dahulu.

Melihat sejarah Islam pascawafat Rasulullah saw bukan hanya Umar yang telah berbuat demikian. Utsman bin Affan pun ketika berkuasa tidak memberikan toleransi atas munculnya berbagai mushaf Al-Qur’an. Ia, atas wewenang kekhilafahan membakar mushaf yang berbeda secara susunan dan menyuguhkan mushaf versinya (dimulai surat al-Fatihah diakhiri surat an-Nas) agar menjadi pegangan bagi kaum Muslim sampai sekarang.

Begitu juga Abu Bakar memerangi sebagian besar sahabat Nabi saw yang menolak bai`at dan tidak memberikan tanah ‘fadak’ yang telah diberikan Rasulullah saw kepada puterinya.

Pada waktu itu, dalam upaya menuntut haknya, Sayyidah Fathimah berpidato di tengah umat Islam Madinah:

 “Kamu sekalian mengira bahwa aku tidak mewarisi? Apakah hukum jahiliyah yang kalian praktikan sekarang? Tidaklah ada hukum yang lebih baik dari hukum Allah bagi orang-orang yang yakin (QS Al-Maidah: 50). Wahai orang Islam yang telah hijrah, pantaskah harta warisan dari ayahku akan diambil dariku secara paksa? Apakah ada ketentuan dalam al-Qur’an, bahwa engkau mewarisi dari ayahmu dan aku tidak mewarisi dari ayahku? Jika itu dibenarkan, sungguh kalian telah mengerjakan suatu kesalahan yang besar!

“Sungguh di samping ayahku dan kamu sekalian, ada al-Qur’an yang tertulis, yang akan dihadapkan kepadamu di masyhar. Di sana, hakimnya Allah Swt dan pemimpinnya adalah Nabi Muhammad saw, yang bertemunya kelak pada hari kiamat; dan pada waktu tibanya hari kiamat itu, orang-orang yang berbuat salah akan merugi karena untuk setiap berita (yang dibawa oleh Rasulullah) itu ada waktu terjadinya dan kelak kamu akan mengetahuinya (QS Al-Anam: 67).”

Malik bin Anas dalam Al-Muwatha, bab jihad syuhada fi sabilillah, telah meriwayatkan dari Umar bin Ubaidillah bahwa Rasulullah saw berkata kepada para syahid di Uhud, “Aku menjadi saksi kepada mereka semua.”

Abu Bakar yang berada ditempat itu berkomentar, “Tidakkah kami wahai Rasulullah saw saudara-saudara mereka. Kami telah masuk Islam sebagaimana mereka masuk Islam dan kami telah berjihad di jalan Allah sebagaimana mereka berjihad?”

Rasulullah saw menjawab, “Ya! Tetapi aku tidak mengetahui bid`ah mana yang kalian akan lakukan selepasku.”

Al-Bukhari dalam kitab Jami Ash-Shahih, jilid 3, halaman 32, bagian kitab bad’ al-khalq fi bab ghuzwah al-hudaibiyyah meriwayatkan dengan sanad dari Al-Ala bin Al-Musayyab dari bapaknya berkata, “Aku berjumpa Al-Barra bin Azib dan berkata kepadanya: Alangkah beruntungnya Anda karena bersahabat dengan Nabi saw dan Anda telah membai`at kepada Nabi saw di bawah pohon. Lalu, dia menjawab, “Wahai anak saudaraku, sesungguhnya Anda tidak mengetahui apa yang kami telah lakukan selepasnya.”

Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda kepada orang-orang Anshar, “Sesungguhnya kalian akan menyaksikan sifat tamak yang dahsyat selepasku. Oleh karena itu, bersabarlah sehingga kalian bertemu Allah dan Rasul-Nya di Haudh.” (Al-Bukhari, Jami Ash-Shahih, jilid III, hal.135)

Ibnu Saad meriwayatkan dalam kitab Thabaqat, jilid VIII, hal. 51, dengan sanad dari Ismail bin Qais berkata, “Aisyah ketika wafatnya berkata: sesungguhnya aku telah melakukan bid`ah-bid`ah (ahdathtu) selepas wafat Rasulullah saw maka kebumikanlah aku bersama-sama istri Nabi saw.”

Mengapa sahabat berbuat seperti itu? Memang jika dibongkar ada beberapa kejadian yang tidak pernah sampai kepada umat Islam sekarang. Seperti pembunuhan terhadap keluarga dan keturunan Rasulullah saw yang dilakukan para penguasa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah.

Bahkan abad 19 masehi terjadi penghancuran dan perusakan kuburan Rasulullah saw serta sebagian aksesoris Ka’bah (Baitullah) oleh kaum Muslim puritan yang dipimpin Muhammad bin Abdul Wahab. Mereka meneriakkan bid’ah dan menganggap sesat terhadap yang berbeda paham dalam menjalankan ibadah-ibadah Islam.

Gerakan dan ajaran mereka itu sampai sekarang dipelihara dan menjadi mazhab resmi kerajaan Arab Saudi serta meluaskan pahamnya ke berbagai negeri Muslim, termasuk Indonesia.

Oleh karena itu, umat Islam harus mulai mengkaji dan mengkritisi hadits-hadits maupun sejarah yang sampai kepada kita dengan membandingkannya dengan sumber kebenaran yang utama: Al-Quran. (ahmad sahidin)