SABTU sore, 5 Januari 2013, guru saya: Ustadz Miftah dalam pertemuan dengan para guru di tempat saya mengajar, bercerita tentang pengalamannya saat nyantri di Iran. Di hauzah atau pesantren di Iran setiap lulusan yang berasal dari negeri asing diberi kesempatan untuk diwisuda dan mendapatkan “sentuhan” dari Rahbar (Pemimpin Spiritual Islam Republik Islam Iran) Ayatullah Sayid Ali Khamenei.
Guru saya bercerita bahwa pada malam hari untuk esok keberangkatan wisuda berkumpullah santri-santri di kamarnya. Dari obrolan kemudian muncul ide bahwa sebagai tanda kenangan ingin meminta sesuatu dari Sayid Khamenei. Seorang kawan guru saya, yang dari Pakistan, berencana saat bertemu dan salaman akan meminta cincinya sebagai kenang-kenangan.
Kemudian tibalah pada tempat wisuda. Dari berbagai pesantren datang dan bersalaman serta dilingkarkan serban. Setiap santri dapat giliran. Tibalah pada santri yang hendak meminta kenang-kenangan dari Sayid Ali Khamenei. Ketika tiba gilirannya ia tidak menyampaikan secara langsung, mungkin sudah lupa atau terkesima sehingga buyar.
Saat tangan mencium, Sayid Khamenei meminta santri Pakistan itu agar berdiri di sampingnya yang diapit oleh seorang hakim agung. Ia pun berdiri dan bersalaman dengan santri lainnya sampai selesai. Sayid Khamenei memintanya agar menunggu yang ditemani hakim agung. Sayid Khamenei pergi ke rumahnya. Tidak lama kemudian datang lagi dan berkata, “Saya tadi ke rumah mencari sesuatu buat Anda yang berharga. Tidak saya temukan kecuali ini. Ambil cincin ini untuk Anda.”
Sayid Khamenei melepaskan cincin yang melekat dijarinya kemudian diberikan kepada santri Pakistan. Santri itu teringat kembali pada niatnya saat di pesantren. Santri itu menangis dan Sayid Khamenei tersenyum.
Kalau tidak salah, guru saya bilang
bahwa peristiwa di atas bisa masuk kategori niat seorang mukmin lebih baik dari
amalnya. Kalau seseorang sudah niat pasti Tuhan akan menolongnya untuk sampai
pada yang diniatkan tersebut. Karena itu,niat untuk sebuah kebaikan perlu
ditanamkan oleh setiap orang Islam. Pasti akan selalu ada pertolongan Tuhan
setiap kali ada kesulitan dan masalah yang dihadapi.
Kakek Menghafal Quran
Ini juga masih cerita yang disampaikan guru saya. Guru saya bercerita bahwa guru yang mengajarinya thafidzul quran mengisahkan seorang kakek tua yang belajar menghafal quran dalam usia sepuh. Kakek itu usianya sekira tujuh puluhan—kalau tak salah dengar. Ia memulai menghafal dari surah Al-Baqarah sampai surah Annas.
Cukup lama itu dilakukannya. Tiba
pada surah Annas kemudian kakek itu meninggal dunia. Guru saya bilang, ternyata
meski sudah sepuh ayat quran tetap masih bisa “menempel” pada ingatan seorang
sepuh.
Dari cerita, guru saya memotivasi
untuk mulai belajar menghafal quran. Kalau pun tidak tuntas sampai 30 juz
karena dijemput maut, setidaknya sudah menjadi bukti dari niat dan bukti
dirinya mencintai Allah.
Wanita
Pengemis
Senin, 7
Januari 2013, setelah shalat zuhur
jamaah di sekolah, Ustadz Miftah menyampaikan hadis Rasulullah saw bahwa seseorang
yang meminta tolong telah kehilangan setengah harga dirinya.
Dikisahkan ada
seorang ulama yang suatu hari didatangi tamu pengemis. Wanita tua yang meminta
bantuan untuk memenuhi kebutuhan hariannya berupa makanan dan lainnya. Ulama
itu segera bertanya: “Apa bukti Anda miskin?”
Karena tidak
dapat membuktikan dirinya miskin, mungkin harus ada surat pernyataan miskin
dari pejabat setempat, pulanglah meninggalkan ulama tersebut.
Suatu malam
ulama itu bermimpi dirinya ada di padang mahsyar. Ia mengantri untuk
mendapatkan syafaat dari Rasulullah saw bersama dengan lainnya. Setiba di
hadapan Rasulullah saw, ia memohon syafaat. Rasulullah saw langsung berkata,
“Apa buktinya bahwa Anda seorang umatku?”
Terbangunlah
ia dari tidurnya. Ia sadar bahwa dirinya sudah ditegur dari perilakunya.
Dicarilah perempuan yang datang waktu itu. Setelah dicari, ternyata ditemukan
berada dalam rumah seorang Pendeta Nasrani. Ulama itu meminta wanita tua itu
agar ikut bersamanya dan akan diberikan segala kebutuhannya. Wanita itu tidak
mau. Bahkan, pendeta itu melarangnya.
“Bukankah ia
seorang muslimah berarti saya bertanggungjawab terhadapnya? Kamu
tidak berhak mengurusnya,” kata ulama tersebut.
“Tidak. Tadi
malam aku mimpi dikunjungi seorang laki-laki yang mengaku Nabi Muhammad saw. Ia
berterimakasih kepadaku karena telah mengurus dan membantu wanita Islam yang
mengemis. Karena itu, tadi pagi aku berikrar syahadah, masuk Islam dan ia masuk
dalam tanggungjawabku,” jawab sang pendeta.
Saya yakin tiga cerita yang dikisahkan guru saya itu mempunyai
hikmah yang berharga. Setiap hikmah yang didapat seseorang tentu berbeda dengan
yang lain. Saya yakin Anda akan mendapatkan hikmah kalau menyempatkan untuk
(sekadar) merenung sebentar.***