Sabtu, 30 April 2022

Sayid Khamenei, Kakek Penghafal Al-Quran, dan Wanita Pengemis

SABTU sore, 5 Januari 2013, guru saya: Ustadz Miftah dalam pertemuan dengan para guru di tempat saya mengajar, bercerita tentang pengalamannya saat nyantri di Iran. Di hauzah atau pesantren di Iran setiap lulusan yang berasal dari negeri asing diberi kesempatan untuk diwisuda dan mendapatkan “sentuhan” dari Rahbar (Pemimpin Spiritual Islam Republik Islam Iran) Ayatullah Sayid Ali Khamenei. 

Guru saya bercerita bahwa pada malam hari untuk esok keberangkatan wisuda berkumpullah santri-santri di kamarnya. Dari obrolan kemudian muncul ide bahwa sebagai tanda kenangan ingin meminta sesuatu dari Sayid Khamenei. Seorang kawan guru saya, yang dari Pakistan, berencana saat bertemu dan salaman akan meminta cincinya sebagai kenang-kenangan. 

Kemudian tibalah pada tempat wisuda. Dari berbagai pesantren datang dan bersalaman serta dilingkarkan serban. Setiap santri dapat giliran. Tibalah pada santri yang hendak meminta kenang-kenangan dari Sayid Ali Khamenei. Ketika tiba gilirannya ia tidak menyampaikan secara langsung, mungkin sudah lupa atau terkesima sehingga buyar. 

Saat tangan mencium, Sayid Khamenei meminta santri Pakistan itu agar berdiri di sampingnya yang diapit oleh seorang hakim agung. Ia pun berdiri dan bersalaman dengan santri lainnya sampai selesai. Sayid Khamenei memintanya agar menunggu yang ditemani hakim agung. Sayid Khamenei pergi ke rumahnya. Tidak lama kemudian datang lagi dan berkata, “Saya tadi ke rumah mencari sesuatu buat Anda yang berharga. Tidak saya temukan kecuali ini. Ambil cincin ini untuk Anda.” 

Sayid Khamenei melepaskan cincin yang melekat dijarinya kemudian diberikan kepada santri Pakistan. Santri itu teringat kembali pada niatnya saat di pesantren. Santri itu menangis dan Sayid Khamenei tersenyum. 

Kalau tidak salah, guru saya bilang bahwa peristiwa di atas bisa masuk kategori niat seorang mukmin lebih baik dari amalnya. Kalau seseorang sudah niat pasti Tuhan akan menolongnya untuk sampai pada yang diniatkan tersebut. Karena itu,niat untuk sebuah kebaikan perlu ditanamkan oleh setiap orang Islam. Pasti akan selalu ada pertolongan Tuhan setiap kali ada kesulitan dan masalah yang dihadapi. 

Kakek Menghafal Quran

Ini juga masih cerita yang disampaikan guru saya.  Guru saya bercerita bahwa guru yang mengajarinya thafidzul quran mengisahkan seorang kakek tua yang belajar menghafal quran dalam usia sepuh. Kakek itu usianya sekira tujuh puluhan—kalau tak salah dengar. Ia memulai menghafal dari surah Al-Baqarah sampai surah Annas. 

Cukup lama itu dilakukannya. Tiba pada surah Annas kemudian kakek itu meninggal dunia. Guru saya bilang, ternyata meski sudah sepuh ayat quran tetap masih bisa “menempel” pada ingatan seorang sepuh.

Dari cerita, guru saya memotivasi untuk mulai belajar menghafal quran. Kalau pun tidak tuntas sampai 30 juz karena dijemput maut, setidaknya sudah menjadi bukti dari niat dan bukti dirinya mencintai Allah.  

Wanita Pengemis

Senin, 7 Januari 2013,  setelah shalat zuhur jamaah di sekolah, Ustadz Miftah menyampaikan hadis Rasulullah saw bahwa seseorang yang meminta tolong telah kehilangan setengah harga dirinya.

Dikisahkan ada seorang ulama yang suatu hari didatangi tamu pengemis. Wanita tua yang meminta bantuan untuk memenuhi kebutuhan hariannya berupa makanan dan lainnya. Ulama itu segera bertanya: “Apa bukti Anda miskin?”

Karena tidak dapat membuktikan dirinya miskin, mungkin harus ada surat pernyataan miskin dari pejabat setempat, pulanglah meninggalkan ulama tersebut.

Suatu malam ulama itu bermimpi dirinya ada di padang mahsyar. Ia mengantri untuk mendapatkan syafaat dari Rasulullah saw bersama dengan lainnya. Setiba di hadapan Rasulullah saw, ia memohon syafaat. Rasulullah saw langsung berkata, “Apa buktinya bahwa Anda seorang umatku?”

Terbangunlah ia dari tidurnya. Ia sadar bahwa dirinya sudah ditegur dari perilakunya. Dicarilah perempuan yang datang waktu itu. Setelah dicari, ternyata ditemukan berada dalam rumah seorang Pendeta Nasrani. Ulama itu meminta wanita tua itu agar ikut bersamanya dan akan diberikan segala kebutuhannya. Wanita itu tidak mau. Bahkan, pendeta itu melarangnya.

“Bukankah ia seorang muslimah berarti saya bertanggungjawab terhadapnya? Kamu tidak berhak mengurusnya,” kata ulama tersebut.

“Tidak. Tadi malam aku mimpi dikunjungi seorang laki-laki yang mengaku Nabi Muhammad saw. Ia berterimakasih kepadaku karena telah mengurus dan membantu wanita Islam yang mengemis. Karena itu, tadi pagi aku berikrar syahadah, masuk Islam dan ia masuk dalam tanggungjawabku,” jawab sang pendeta.

Saya yakin tiga cerita yang dikisahkan guru saya itu mempunyai hikmah yang berharga. Setiap hikmah yang didapat seseorang tentu berbeda dengan yang lain. Saya yakin Anda akan mendapatkan hikmah kalau menyempatkan untuk (sekadar) merenung sebentar.***