Jumat, 13 September 2019

Resensi buku Struktur Filosofis Artefak Sunda


Buku Struktur Filosofis Artefak Sunda ini tebalnya 186 halaman. Terbagi 4 bab dan tersaji juga lampiran. Meski dibilang tipis, tetapi isinya tak bisa langsung dicerna. Mesti dikunyah saat baca. Mesti perlahan dan tidak terburu-buru. Pasalnya ini buku mengajak untuk memberi makna atas sejumlah artefak berupa tinggalan masa lalu di Jawa Barat dari sejak benda pekakas, syair, gundukan tanah, makam, posisi jalur sungai sampai batuan yang menumpuk pun diberi interpretasi.

Sekilas itulah isi buku karya Prof Jakob Sumardjo yang berjudul Struktur Filosofis Artefak Sunda (Bandung: Kelir, 2019). Pak Jakob adalah seorang budayawan kelahiran Klaten Jawa Tengah dan besar serta berkiprah di Bandung. Saat kenal Pak Jakob di kampus UIN Bandung. Ia kerap datang saat mahasiswa memintanya untuk menadi narasumber diskusi secara terbatas. Meski bukan dosen UIN, tetap bersedia dan mau berbagi ilmu dengan mahasiswa tanpa dibayar.

Saya kagum kepada guru besar di kampus Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung ini. Dari biografinya, Pak Jakob adalah seorang keturunan Jawa. Namun, Pak Jakob terlihat punya minat pada tradisi dan budaya Sunda. Saya temukan beberapa artikel di koran dan buku-bukunya banyak mengulas tentang sastra lisan, tradisi, dan benda-benda budaya dari etnis Sunda. Pada buku Struktur Filosofis Artefak Sunda, saya temukan bagaimana Pak Jakob berperan sebagai interpreter atas artefak Sunda dengan kajian filsafat. Sangat khas analisanya.

Pak Jakob menilai produk budaya dan situs-situs arkeologis di Tatar Sunda melambangkan tiga unsur keteraturan dan harmoni. Misalnya pada seeng, wadah untuk mendidihkan air dan kadang dipakai menanak nasi yang memakai aseupan. Bentuk seeng itu bagian bawah bulat dan besar. Tengah lingkaran kecil dan bagian atas lingkaran besar seperti bagian bawah, tetapi terbuka. Posisi bawah ini menurut Jakob melambangkan bumi dan atas itu langit. Bagian tengah itu yang menghubungkan keduanya. 

Menurut Jakob bahwa dalam khazanah Sunda hampir seluruhnya produk budaya merepresentasikan unsur tritangtu. Tiga dalam satu kesatuan, yang saling terkait dan menandakan harmoni dalam spiritualitas. Pada manusia pun terbagi dalam tritangtu: tekad, ucap dan lampah. Ketiganya tidak bisa dipisahkan untuk mencapai kesempurnaan hidup dan menjalani kehidupan. Tritangtu itu adalah tiga dalam satu dan satu dalam tiga. Saling terkait dan ketiganya itu sebuah harmoni. Dalam kosmologi memang dipahami bahwa semesta adalah keteraturan atau harmoni. Jika satu hilang dari tritangtu itu maka tidak harmoni lagi. Terjadilah kerusakan dan fenomena alam. Sehingga orang zaman dahulu memperlakukan tumbuhan, barang-barang, dan ucapan  leluhur (nenek moyang) sebagai sakral. Ada upaya perawatan melalui upacara dan dihubungkan dengan kekuatan gaib di luar manusia dan alam lahiriah. Sakralisasi tersebut bisa dimaknai sebagai upaya menjaga harmoni.

Terakhir, yang saya kagumi dari Pak Jakob ini, kemampuan membuat ilustrasi dan pemetaan dari setiap situs tinggalan urang Sunda baheula seperti Karang Kamulyan, Kawali, Salaka Domas, Candi Cangkuang, Kabuyutan Paku Haji, Gunung Padang, dan lainnya. Dihubungkan antara satu bagian artefak dengan artefak lainnya hingga diketahui garis tritangtu dari sebuah situs. Posisi makam, batu menhir dan undakan serta sungai pun dihubungkan satu sama lain sehingga menjadi kompleks yang utuh dari sebuah situs budaya dan tempat ritual masyarakat Sunda baheula. Hal ini tampak dari halaman dalam dan isi buku Struktur Filosofis Artefak Sunda dari setiap bab ada gambar yang dibuat dengan tangan sendiri. Kreatif dan imajinatif. Memang dua hal ini penting dalam konstruksi pemikiran seorang budayawan.

Dan buku tersebut terbit saat Prof Jakob genap usia 80 tahun. Di kampus ISBI Bandung, saya sempat bercakap dan mengucapkan selamat. Tidak lupa juga berterima kasih atas ilmu yang dibagikan melalui ceramah, diskusi, dan tulisan dalam artikel maupun buku. Saya banyak tercerahkan sekaligus mengetahui khazanah budaya Sunda melalui Prof Jakob Sumardjo.

Nah, itu yang saya dapatkan dari membaca buku Struktur Filosofis Arfetak Sunda. Semoga bermanfaat. Silakan baca bukunya kalau paham dengan yang saya tuliskan. Maklum baru sekali baca dan tuntas. Belum dicerna dengan baik. Maklum saya kurang dalam ilmu dan wawasan budaya. Hatur nuhun. *** (ahmad sahidin)