Dr Ali Syariati (1933-1977) adalah seorang
intelektual Muslim (Syiah) Iran. Sebagai pemikir, ia punya pandangan bahwa
Islam adalah agama progresif. Sebuah sikap dari ketidaktundukkan pada kemapanan
dan anti kezaliman yang kemudian melakukan resistensi dengan apa yang
disebutnya sebagai Islam protes.
Syariati sangat yakin bahwa Islam bersifat dinamis
dan dalam mewujudkannya harus disesuaikan dengan tingkat kebutuhan zaman.
Karenanya, untuk mewujudkannya umat Islam harus berani melakukan penafsiran
terhadap nash-nash agama (al-quran dan tradisi kenabian) secara kontekstual
atau sesuai dengan jiwa zamannya.
Hal demikian, menurut Syariati, apabila
dilakukan oleh kaum intelektual Muslim yang tercerahkan dapat membangkitkan dan
menumbuhkan kembali khazanah Islam yang sudah dilupakan umatnya.
Dengan sikap penentangan Syariati terhadap
pemerintahan Muhammad Reza Pahlevi yang dikenal rezim tiranik (zalim) telah
membawa keberhasilan kaum revolusioner Iran dalam Revolusi Islam Iran di Abad
XX Masehi. Karena itu, Syariati dianggap sebagai salah seorang yang menegakkan
kembali nilai-nilai Islam agar terbebas dari hegemoni dan dominasi dari
kekuatan maupun kekuasaan tertentu.
Dalam konteks revolusi Islam Iran, Syariati tidak
hanya berperan sebagai arsitek Revolusi Islam Iran yang menyuntikan spirit
perlawanan kaum tertindas (mustadhafin) terhadap pemerintah zalim dan sistem
kekuasaan yang menindas (mustakbarin). Bahkan, telah mengupayakan adanya proses
integratif antara khazanah Islam dan Barat sehingga menjadi satu kesatuan yang
melahirkan gagasan-gagasan baru.
Bukan hanya konteks sosial kultural masyarakat Iran
yang dianalisis lewat interpretasi teks suci (nash-nash), tetapi juga
konsep-konsep atau pemikiran-pemikiran yang berkembang saat itu diperbarui
menjadi sesuatu yang segar dan mencerahkan (secara intelektual). Contohnya
dalam pemikiran kesejarahan yang dihasilkannya atas penafsiran al-quran dan
realitas sosial kultural yang ada dan dialaminya sehingga menjadi sebuah konsep
sejarah.
Konsep sejarah versi doktor sejarah lulusan
Universitas Sorbone, Perancis, ini berbeda dengan para pemikir atau filsuf
sejarah lainnya yang hanya berbicara secara teoritis saja. Bagi Syariati,
sejarah sangat berkaitan dengan ruang dan waktu serta berkenaan pula dengan
sejarah masa depan.
Berkenaan dengan konsep sejarah versi Ali Syariati
ini, penulis mencoba menelaah dan mengkajinya dengan tujuan mengetahui konsep
dan pemikiran-pemikiran kesejarahan yang dikemukakannya.
Adapun pendekatan yang dipakai adalah deskripsi
analitis, yaitu menjelaskan dan memaparkan data-data yang diperoleh dengan
analisa-analisa yang relevan dengan masalah tersebut. Penulis melakukan analisa
terhadap karya-karya tulis Ali Syariati dan beberapa tulisan dari para
cendekiawan Muslim Indonesia dan ilmuwan lainnya yang menulis tentang Syariati.
Dari pendekatan tersebut penulis menemukan bahwa
konsep sejarah yang dikemukakan Syariati berlandaskan pada paradigma modern
(Barat) dan nilai-nilai Islam (Al-Quran) yang diramu menjadi satu konsep, yaitu
Teologi Sejarah (Islam).
Konsep ini berkenaan dengan konteks manusia dalam
ruang dan waktu, yang dalam aktivitasnya menghasilkan perubahan-perubahan
sejarah.
Menurut Syariati, perubahan sejarah terjadi karena dialektika
dua kutub, yang disimbolkan dengan Habil dan Qabil sebagai konflik awal
peradaban manusia, yang berakhir dengan peniadaan pada salah satu pihak.
Dialektika dua kutub inilah yang menjadikan sejarah terus-menerus berkembang
secara dinamik. Dalam pemikiran ini, Syariati dipengaruhi wacana pemikiran
dialektika historis dan materialisme historis yang dikembangkan G.W.F. Hegel
dan Karl Marx.
Bahkan menurut Syariati, perubahan sejarah tidak
hanya terjadi karena dialektika dua kutub yang bersifat alamiah. Akan tetapi,
dengan kehendak untuk berubah melalui cara hijrah (migrasi) dari satu tempat ke
tempat lainnya adalah hal yang mendasar dari perubahan dan perkembangan dalam
peradaban umat manusia.
Dialektika dua kutub dan hijrah adalah proses
dari adanya perubahan-perubahan yang berkelanjutan menuju akhir sejarah. Akhir
sejarah yang dimaksud adalah lebih berupa upaya-upaya untuk menyongsong masa
depan. Dalam hal ini, segitiga kerucut adalah metode yang coba ditawarkan
Syariati dalam rangka melihat atau menengok sejarah masa depan.
Namun kepastian akan adanya sejarah masa depan
tersebut sangat berhubungan dengan doktrin Imamah Syiah, yaitu penantian
terhadap Imam Mahdi sebagai pembebas dan penyelamat umat manusia dari berbagai
bentuk kezaliman dan yang menjadi pemenang sekaligus pemegang tonggak kebenaran
di akhir zaman.
Meskipun yang mencetuskannya seorang Muslim-Syiah,
tapi pemikiran ini sangat berguna untuk membaca atau meneropong bagaimana masa
depan sejarah umat manusia, khususnya umat Islam, dengan menggunakan konsep dan
metode historis yang digulirkannya.
Sekarang ini umat Islam sudah dewasa dan bisa melihat
segala persoalan dengan penuh kearifan sehingga paradigma sekterian dan
dogmatisme ajaran bukan perkara yang urgen untuk dipersoalkan lagi. Kebenaran
dan hikmah bisa datang dari siapa pun dan bersifat lintas ruang dan waktu,
bahkan zaman. Yang perlu dipersoalkan adalah seberapa besar kontribusinya bagi
umat Islam.