Minggu, 10 Desember 2023

Konsep Sejarah menurut Dr Ali Syariati

Dr Ali Syariati (1933-1977) adalah seorang intelektual Muslim (Syiah) Iran. Sebagai pemikir, ia punya pandangan bahwa Islam adalah agama progresif. Sebuah sikap dari ketidaktundukkan pada kemapanan dan anti kezaliman yang kemudian melakukan resistensi dengan apa yang disebutnya sebagai Islam protes.

Syariati sangat yakin bahwa Islam bersifat dinamis dan dalam mewujudkannya harus disesuaikan dengan tingkat kebutuhan zaman. Karenanya, untuk mewujudkannya umat Islam harus berani melakukan penafsiran terhadap nash-nash agama (al-quran dan tradisi kenabian) secara kontekstual atau sesuai dengan jiwa zamannya.

Hal demikian, menurut Syariati, apabila dilakukan oleh kaum intelektual Muslim yang tercerahkan dapat membangkitkan dan menumbuhkan kembali khazanah Islam yang sudah dilupakan umatnya.

Dengan sikap penentangan Syariati terhadap pemerintahan Muhammad Reza Pahlevi yang dikenal rezim tiranik (zalim) telah membawa keberhasilan kaum revolusioner Iran dalam Revolusi Islam Iran di Abad XX Masehi. Karena itu, Syariati dianggap sebagai salah seorang yang menegakkan kembali nilai-nilai Islam agar terbebas dari hegemoni dan dominasi dari kekuatan maupun kekuasaan tertentu.

Dalam konteks revolusi Islam Iran, Syariati tidak hanya berperan sebagai arsitek Revolusi Islam Iran yang menyuntikan spirit perlawanan kaum tertindas (mustadhafin) terhadap pemerintah zalim dan sistem kekuasaan yang menindas (mustakbarin). Bahkan, telah mengupayakan adanya proses integratif antara khazanah Islam dan Barat sehingga menjadi satu kesatuan yang melahirkan gagasan-gagasan baru.

Bukan hanya konteks sosial kultural masyarakat Iran yang dianalisis lewat interpretasi teks suci (nash-nash), tetapi juga konsep-konsep atau pemikiran-pemikiran yang berkembang saat itu diperbarui menjadi sesuatu yang segar dan mencerahkan (secara intelektual). Contohnya dalam pemikiran kesejarahan yang dihasilkannya atas penafsiran al-quran dan realitas sosial kultural yang ada dan dialaminya sehingga menjadi sebuah konsep sejarah.

Konsep sejarah versi doktor sejarah lulusan Universitas Sorbone, Perancis, ini berbeda dengan para pemikir atau filsuf sejarah lainnya yang hanya berbicara secara teoritis saja. Bagi Syariati, sejarah sangat berkaitan dengan ruang dan waktu serta berkenaan pula dengan sejarah masa depan.

Berkenaan dengan konsep sejarah versi Ali Syariati ini, penulis mencoba menelaah dan mengkajinya dengan tujuan mengetahui konsep dan pemikiran-pemikiran kesejarahan yang dikemukakannya.

Adapun pendekatan yang dipakai adalah deskripsi analitis, yaitu menjelaskan dan memaparkan data-data yang diperoleh dengan analisa-analisa yang relevan dengan masalah tersebut. Penulis melakukan analisa terhadap karya-karya tulis Ali Syariati dan beberapa tulisan dari para cendekiawan Muslim Indonesia dan ilmuwan lainnya yang menulis tentang Syariati.

Dari pendekatan tersebut penulis menemukan bahwa konsep sejarah yang dikemukakan Syariati berlandaskan pada paradigma modern (Barat) dan nilai-nilai Islam (Al-Quran) yang diramu menjadi satu konsep, yaitu Teologi Sejarah (Islam).

Konsep ini berkenaan dengan konteks manusia dalam ruang dan waktu, yang dalam aktivitasnya menghasilkan perubahan-perubahan sejarah.

Menurut Syariati, perubahan sejarah terjadi karena dialektika dua kutub, yang disimbolkan dengan Habil dan Qabil sebagai konflik awal peradaban manusia, yang berakhir dengan peniadaan pada salah satu pihak. Dialektika dua kutub inilah yang menjadikan sejarah terus-menerus berkembang secara dinamik. Dalam pemikiran ini, Syariati dipengaruhi wacana pemikiran dialektika historis dan materialisme historis yang dikembangkan G.W.F. Hegel dan Karl Marx.

Bahkan menurut Syariati, perubahan sejarah tidak hanya terjadi karena dialektika dua kutub yang bersifat alamiah. Akan tetapi, dengan kehendak untuk berubah melalui cara hijrah (migrasi) dari satu tempat ke tempat lainnya adalah hal yang mendasar dari perubahan dan perkembangan dalam peradaban umat manusia.

Dialektika dua kutub dan hijrah adalah proses dari adanya perubahan-perubahan yang berkelanjutan menuju akhir sejarah. Akhir sejarah yang dimaksud adalah lebih berupa upaya-upaya untuk menyongsong masa depan. Dalam hal ini, segitiga kerucut adalah metode yang coba ditawarkan Syariati dalam rangka melihat atau menengok sejarah masa depan.

Namun kepastian akan adanya sejarah masa depan tersebut sangat berhubungan dengan doktrin Imamah Syiah, yaitu penantian terhadap Imam Mahdi sebagai pembebas dan penyelamat umat manusia dari berbagai bentuk kezaliman dan yang menjadi pemenang sekaligus pemegang tonggak kebenaran di akhir zaman.

Meskipun yang mencetuskannya seorang Muslim-Syiah, tapi pemikiran ini sangat berguna untuk membaca atau meneropong bagaimana masa depan sejarah umat manusia, khususnya umat Islam, dengan menggunakan konsep dan metode historis yang digulirkannya.

Sekarang ini umat Islam sudah dewasa dan bisa melihat segala persoalan dengan penuh kearifan sehingga paradigma sekterian dan dogmatisme ajaran bukan perkara yang urgen untuk dipersoalkan lagi. Kebenaran dan hikmah bisa datang dari siapa pun dan bersifat lintas ruang dan waktu, bahkan zaman. Yang perlu dipersoalkan adalah seberapa besar kontribusinya bagi umat Islam.

[Diambil dari abstrak skripsi S-1 karya AHMAD SAHIDIN dari program studi Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, lulus 2003]