Salam wa rahmah. Sudah lama tidak membaca postingan Ustadz Jalal (Jalaluddin Rakhmat) dalam facebook dan page Jalaluddin Rakhmat. Setiap saya tengok ternyata tidak ada status baru dan catatan anyar. Yang berjubel hanya cemoohan dan ejekan terhadap Ustadz Jalal, bahkan pada mazhab yang dianut Ustadz Jalal.
Sambil membaca celotehan mereka, saya menemukan catatan Ustadz Jalal. Pendek, tetapi penuh makna. Tidak bertele-tele, tetapi jernih dan tegas.
Ingin tahu… inilah catatan Ustadz Jalal yang memuat
pesan akhlak:
“Assalamu alaikum: Maaf, sudah lama saya tidak mengomentari posting
saudara-saudaraku. Terima kasih kepada semua pihak yang rajin mengunjungi laman
ini. Akhirnya, terpulang kepada yang Mahakasih untuk menilai niyat saudara bergabung bersama saya. Tetapi inilah komentar umum untuk
beberapa komen yang tampaknya dipergunakan oleh segelintir orang (untungnya ‘segelintir’) untuk menyerang kelompok Islam yang lain tanpa ilmu,
tanpa petunjuk, dan tanpa Kitab.
“Dari komen-komen di tempat ini, saya melihat jelas sekali perbedaan akhlak pembenci Ahlul
Bayt dengan pecintanya. Akhlak bisa dilihat dari kalimat-kalimat yang ditulis.
Kata Imam Ali: Al-Lisaan miizaanul insaan. Lidah itu ukuran kemuliaan
manusia. Karena itu, saya biarkan pembenci Syiah menunjukkan akhlaknya di laman
ini. Qad tabayyanar rusydu minal ghayy. Sudah jelas sekali kebenaran
berbeda dari kesesatan. Para pecinta Ahlulbait, tunjukkan akhlakmu yang mulia!
“Saya tidak memasukkan mereka ke dalam spam atau
meremove dengan harapan saudara bisa ‘mendidik’ mereka. Atau mereka mendidik diri mereka sendiri. Kita
juga bisa belajar tentang akhlak yang buruk dari para pelakunya. Sebagaimana
kita tidak enak membacanya, maka jangan biarkan orang lain tidak enak membaca
tulisan kita. Inilah yang sekarang disebut sebagai ethics of reciprocity,
yang diajarkan oleh seluruh agama. Karena itu, sekarang orang menyebutnya ‘global ethics’. Do not do unto others what you do not want them to do
unto you. Jangan lakukan
pada orang lain apa yang kamu tidak ingin orang melakukannya kepadamu.
“Pada kesempatan lain akan saya kutipkan berbagai kitab
suci tentang etika global ini dengan redaksi yang bermacam-macam. Kata orang
Jawa, jangan cubit orang kalau kamu tidak mau dicubit. Kalau mau pura-pura menjadi filusuf,
inilah salah satu kategori imperatif Immanuel Kant.
“Sekali lagi terima kasih atas posting-posting yang saudara kirimkan dan kita berbagi pengetahuan dan pengalaman yang
mencerahkan pemikiran dan menaikkan status ruhaniah kita. Laa yadhurrukum
man dhalla idzahtadaytum.”
Dari catatan tersebut, saya menjadi tahu bahwa akhlak tidak hanya diukur dengan lisan, perilaku, dan sikap. Akhlak juga dapat dinilai dari kalimat-kalimat yang ditulis. Nah, cek dan telaah kembali catatan kita; apakah sudah menunjukkan akhlak. Bukankah Rasulullah saw turun ke muka bumi untuk menyempurnakan akhlak? Rasulullah saw dikenal satu-satunya manusia yang paling mulia dalam akhlak. Orang-orang yang hidup sezaman dengan Rasulullah saw tertarik dengan Islam karena akhlak dan ajaran yang dibawanya sangat menganjurkan akhlak.
Saya menjadi mengerti Ustadz Jalal menulis buku Dahulukan Akhlak di Atas Fiqih. Tampaknya beliau ingin mengingatkan umat Islam pada dakwah Rasulullah saw yang mendahulukan akhlak di atas urusan lainnya. Perbedaan dalam fiqih dan pemahaman akidah bisa beres dalam tataran individu. Dalam tataran sosial pasti akan terjadi bentrokan di antara individu-individu satu sama lain. Lantas, apa solusinya? Semua sepakat bahwa akhlak merupakan hal yang baik dan utama dalam Islam serta diajarkan Rasulullah saw. Karena itu, berlomba-lomba dalam kebaikan dan mengedepankan akhlak dalam kehidupan masyarakat.
Karena
itu, bagi yang akan memberikan komentar sebelum menulis ingatlah bahwa akhlak bisa dilihat dari kalimat-kalimat yang ditulis! *** (ahmad sahidin)