WAJAHNYA teduh. Usianya sudah sepuh. Jalannya pun harus dipapah dan dibantu. Melihat wajahnya membuat saya kagum. Mungkinkah sosok yang berwajah sejuk ini mengibarkan yang negatif yang selama ini saya dengar dari kawan-kawan yang tidak menyukai mazhab Syiah atau Ahlulbait. Saya melihatnya dari bawah penuh takjub dan kagum dengan sosok dan kiprahnya dalam mengharmoniskan hubungan di antara mazhab-mazhab Islam.
Kebetulan ulama Islam Syiah dari Iran yang bernama Ayatullah Ali Taskhiri ini menjadi narasumber dalam seminar internasional yang diselenggarakan Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (IJABI) pada Sabtu, 3 November 2012 siang di Padepokan Pencak Silat Taman Mini Indah Indonesia, Jakarta.
Ayatullah Ali Taskhiri dari Iran datang bersama ulama Islam Sunni Iran: Maulawi
Ishaq Madani (yang kini menjabat sebagai penasihat Presiden Iran: Mahmoud
Ahmadinejad) dan Dr.Mazhaheri (Deputy
Universitas Terbuka di Iran). Kemudian dari Indonesia hadir Dr.Jalaluddin
Rakhmat (Ketua Dewan Syura IJABI), Dr.Muhammad Zain (Litbang Kemenag dan
pengurus Nahdlatul Ulama). Dari pihak pemerintah Indonesia ada perwakilan dari
Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Politik Hukum dan Keamanan, serta Duta
Besar Republik Islam Iran untuk Indonesia: Mahmoud Farazandeh.
Yang saya tangkap dari seminar tersebut, semua pembicara menyatakan
pentingnya menguatkan persatuan dan persaudaraan di antara sesama umat Islam.
Dalam upaya itu salah satunya dengan merujuk pada teladan Imam Ali bin Abi
Thalib karamallahu wajhah yang dalam sejarah disebut Imam pertama bagi
Syiah dan Khalifah keempat bagi Sunni. Banyak teladan perdamaian yang
dilakukannya sehingga umat Islam layak untuk meneladaninya, di samping merujuk
pada Al-Quran dan kepada Nabi Muhammad saw.
Selesai seminar, Ayatullah Ali Taskhiri—ulama kelahiran 1948—menggelar jumpa
pers. Beliau, yang didampingi ulama Sunni, Maulawi Ishaq Madani, menyampaikan
tentang pentingnya ukhuwah Islamiyah.
Dalam situs berita Gatra, diberitakan bahwa Ayatullah Ali Taskhiri
menyampaikan:
“Seharusnya para ulama dan para pengikut berbagai madzhab dapat bertemu,
berbicara, dan belajar satu sama lain, untuk menyelesaikan berbagai persoalan
dan persilangan pendapat antar mereka. Setiap muslim punya tugas dialog dengan
sesama muslim. Terhadap madzhab lain, tidak boleh sombong dan menolak satu sama
lain.
Jika ada niat baik, tekad baik dan kejujuran, semua hal dapat
didialogkan. Perselisihan dapat dijembatani. Sepanjang sejarah, hal yang paling
merugikan umat Islam, adalah menyebut pengikut madzhab tertentu sebagai kafir,
golongan sesat. Padahal telah diajarkan dalam Islam untuk tidak menyebut satu
sama lainnya kafir. Kuncinya tidak menyebut kafr, tidak menyebut sesat.
Para pengikut berbagai madzhab dalam Islam adalah saudara dan seharusnya
mempunyai hubungan baik. Contohnya, yang duduk di samping saya ini, adalah
ulama Sunny. Maulawi Ishaq Madani ini, meskipun bukan Syiah, adalah penasehat
Presiden Ahmadi Nedjad. Kami bekerjasama meskipun madzhab kami berbeda. Kami
saling belajar satu sama lain dan bertujuan memajukan umat Islam.
Jalan keluarnya kembali ke ajaran Islam, yang mengharuskan setiap muslim
berdialog, bersahabat dan berkerjasama. Dalam soal madzhab, ada kebebasan
memilih. Islam mengharamkan menyebut golongan Islam yang lain sebagai golongan
kafir, golongan sesat.
Indonesia, sebagai negara muslim terbesar di dunia, saya mengharapkan
masa depannya lebih baik, diikuti persatuan antar golongan. Setelah revolusi
Islam Iran, kami mendirikan lembaga pendekatan antar mazhab. Ada ulama Syiah,
ulama Sunni, dan ulama dari berbagai mazhab besar di dunia. Kami sedang
melakukan usaha sebaik mungkin untuk mendekatkan persatuan antar madzhab. Kami
harapkan di Indonesia terjadi pendekatan yang sama, yang membawa kedekatan
antar muslim.
Sejalan pengalaman Imam Hanafi, Imam Syafi'i, Imam Maliki, dan lain-lain.
Mereka berguru satu sama lain. Walaupun ada perbedaan persepsi dalam berbagai
hal, mereka terus mengedepankan persatuan. Yang diharapkan sekarang, para
pengikut dari madzhab besar mengedepankan pendekatan yang sama. Bersahabat satu
sama lain. Mencoba mencari persamaan dan berjalan menuju kepentingan bersama.” (http://www.gatra.com/fokus-berita/20562-pesan-persatuan-lebaran-ghadir-kaum-syiah.html)
Karena itu, upaya ukhuwah di Indonesia merupakan hal yang relevan untuk
diwujudkan di Indonesia. Kalau level ulama besar di antara mazhab Sunni dan
Syiah sudah sepakat, tinggal level masyarakat yang perlu disadarkan sehingga
gaung ukhuwah terwujud.
Salam ukhuwah untuk saudaraku sesama Islam dan damai untuk seluruh rakyat
Indonesia. ***