Rabu, 19 Juli 2023

Kuncinya Tidak Sebut Kafir dan Sesat

WAJAHNYA teduh. Usianya sudah sepuh. Jalannya pun harus dipapah dan dibantu. Melihat wajahnya membuat saya kagum. Mungkinkah sosok yang berwajah sejuk ini mengibarkan yang negatif yang selama ini saya dengar dari kawan-kawan yang tidak menyukai mazhab Syiah atau Ahlulbait.  Saya melihatnya dari bawah penuh takjub dan kagum dengan sosok dan kiprahnya dalam mengharmoniskan hubungan di antara mazhab-mazhab Islam.

Kebetulan ulama Islam Syiah dari Iran yang bernama Ayatullah Ali Taskhiri ini menjadi narasumber dalam seminar internasional yang diselenggarakan Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (IJABI) pada Sabtu, 3 November 2012 siang di Padepokan Pencak Silat Taman Mini Indah Indonesia, Jakarta.

Ayatullah Ali Taskhiri dari Iran datang bersama ulama Islam Sunni Iran: Maulawi Ishaq Madani (yang kini menjabat sebagai penasihat Presiden Iran: Mahmoud Ahmadinejad) dan  Dr.Mazhaheri (Deputy Universitas Terbuka di Iran). Kemudian dari Indonesia hadir Dr.Jalaluddin Rakhmat (Ketua Dewan Syura IJABI), Dr.Muhammad Zain (Litbang Kemenag dan pengurus Nahdlatul Ulama). Dari pihak pemerintah Indonesia ada perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Politik Hukum dan Keamanan, serta Duta Besar Republik Islam Iran untuk Indonesia: Mahmoud Farazandeh.

Yang saya tangkap dari seminar tersebut, semua pembicara menyatakan pentingnya menguatkan persatuan dan persaudaraan di antara sesama umat Islam. Dalam upaya itu salah satunya dengan merujuk pada teladan Imam Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah yang dalam sejarah disebut Imam pertama bagi Syiah dan Khalifah keempat bagi Sunni. Banyak teladan perdamaian yang dilakukannya sehingga umat Islam layak untuk meneladaninya, di samping merujuk pada Al-Quran dan kepada Nabi Muhammad saw.

Selesai seminar, Ayatullah Ali Taskhiri—ulama kelahiran 1948—menggelar jumpa pers. Beliau, yang didampingi ulama Sunni, Maulawi Ishaq Madani, menyampaikan tentang pentingnya ukhuwah Islamiyah.  Dalam situs berita Gatra, diberitakan bahwa Ayatullah Ali Taskhiri menyampaikan:

“Seharusnya para ulama dan para pengikut berbagai madzhab dapat bertemu, berbicara, dan belajar satu sama lain, untuk menyelesaikan berbagai persoalan dan persilangan pendapat antar mereka. Setiap muslim punya tugas dialog dengan sesama muslim. Terhadap madzhab lain, tidak boleh sombong dan menolak satu sama lain.

Jika ada niat baik, tekad baik dan kejujuran, semua hal dapat didialogkan. Perselisihan dapat dijembatani. Sepanjang sejarah, hal yang paling merugikan umat Islam, adalah menyebut pengikut madzhab tertentu sebagai kafir, golongan sesat. Padahal telah diajarkan dalam Islam untuk tidak menyebut satu sama lainnya kafir. Kuncinya tidak menyebut kafr, tidak menyebut sesat.

Para pengikut berbagai madzhab dalam Islam adalah saudara dan seharusnya mempunyai hubungan baik. Contohnya, yang duduk di samping saya ini, adalah ulama Sunny. Maulawi Ishaq Madani ini, meskipun bukan Syiah, adalah penasehat Presiden Ahmadi Nedjad. Kami bekerjasama meskipun madzhab kami berbeda. Kami saling belajar satu sama lain dan bertujuan memajukan umat Islam.

Jalan keluarnya kembali ke ajaran Islam, yang mengharuskan setiap muslim berdialog, bersahabat dan berkerjasama. Dalam soal madzhab, ada kebebasan memilih. Islam mengharamkan menyebut golongan Islam yang lain sebagai golongan kafir, golongan sesat.

Indonesia, sebagai negara muslim terbesar di dunia, saya mengharapkan masa depannya lebih baik, diikuti persatuan antar golongan. Setelah revolusi Islam Iran, kami mendirikan lembaga pendekatan antar mazhab. Ada ulama Syiah, ulama Sunni, dan ulama dari berbagai mazhab besar di dunia. Kami sedang melakukan usaha sebaik mungkin untuk mendekatkan persatuan antar madzhab. Kami harapkan di Indonesia terjadi pendekatan yang sama, yang membawa kedekatan antar muslim.

Sejalan pengalaman Imam Hanafi, Imam Syafi'i, Imam Maliki, dan lain-lain. Mereka berguru satu sama lain. Walaupun ada perbedaan persepsi dalam berbagai hal, mereka terus mengedepankan persatuan. Yang diharapkan sekarang, para pengikut dari madzhab besar mengedepankan pendekatan yang sama. Bersahabat satu sama lain. Mencoba mencari persamaan dan berjalan menuju kepentingan bersama.” (http://www.gatra.com/fokus-berita/20562-pesan-persatuan-lebaran-ghadir-kaum-syiah.html)

Karena itu, upaya ukhuwah di Indonesia merupakan hal yang relevan untuk diwujudkan di Indonesia. Kalau level ulama besar di antara mazhab Sunni dan Syiah sudah sepakat, tinggal level masyarakat yang perlu disadarkan sehingga gaung ukhuwah terwujud.

Salam ukhuwah untuk saudaraku sesama Islam dan damai untuk seluruh rakyat Indonesia. ***