Minggu, 30 Juli 2023

Kisah Trafficking dalam Dua Buku

Masih ingat kasus terbunuhnya Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia? Munti binti Bani namanya. Seorang Pembantu Rumah Tangga (PRT) asal Demak, Indonesia, yang meninggal akibat dianiaya majikannya di Malaysia. Pihak DPR RI memperlihatkan keberpihakkannya dengan meminta Pemerintah Malaysia bertindak tegas terhadap para majikan yang bersikap semena-mena terhadap para pekerjanya, terlebih sampai menyebabkan hilangnya nyawa. Memang beralan hal itu dilontarkan karena kasus penganiayaan terhadap TKI sudah berulang kali terjadi. Karena itu, kalau tidak ada keseriusan untuk menuntaskan makan akan menguap seperti kasus-kasus sebelumnya. Bahkan, kasus trafficking pun tidak pernah tuntas.

Memang harus diakui bahwa data trafficking di negeri kita meningkat dari tahun ke tahun. Sebagaimana dilansir detikcom, pada 2004 terdapat 76 kasus, 2005 terdapat 71 kasus, 2006 terdapat 86 kasus, dan melonjak dua kali lipat menjadi 177 kasus pada 2007 dan serta 88 kasus pada 2008. Entah sekarang mungkin sudah bertambah atau berkurang?

“Sold: Kenapa Aku Dijual?”

Persoalan trafficking tidak akan pernah diketahui kalau tidak ada yang berani bicara atau melaporkan betapa menderitanya orang-orang yang menjadi korban kasus trafficking. Dalam media cetak dan online banyak dikisahkan kejadian dan akibat yang diderita oleh mereka yang terkena kasus tersebut. Bahkan, peristiwa trafficking di Birmingham, Inggris, dikisahkan dalam bentuk buku oleh korbannya dengan judul: “Sold: Kenapa Aku Dijual?”; yang diterjemahkan dan diterbitkan Madanisa (imprint Salamadani Publishing) pada April 2008.

Secara garis besar buku ini mengisahkan perjalanan hidup Zana Muhsen dan adiknya, Nadia Muhsen, berumur 15 dan 14 tahun, yang diiming-imingi liburan gratis ke luar negeri oleh ayahnya.  Betapa bahagianya kedua gadis ini mendengar tawaran ayahnya. Tanpa berpikir dua kali, mereka mengiyakan. Akan tetapi, betapa terkejutnya Zana dan Nadia setelah mengetahui bahwa ayah mereka telah berbohong. “Liburan” yang mereka “nikmati” ternyata sebenarnya adalah dinikahkan dengan laki-laki keturunan Yaman. Dengan bahasa lain, keduanya dijual oleh ayahya. Dari sinilah penderitaan dan kekerasan itu mulai terjadi. Keterkungkungan, tamparan, pukulan, hingga kerja paksa merupakan makanannya sehari-hari. Mereka dipaksa bekerja siang-malam, berjalan sejauh satu mil setiap hari untuk membawa air ke rumah, atau bercocok tanam di tanah yang tandus, hanya dengan menggunakan sebuah sendok semen atau belati, tahun demi tahun. Tanpa terus melupakan tanah kelahirannya, Birmingham, Inggris, Zana terus berusaha sekuat tenaga mencari jalan keluar untuk lari dari sana. Dengan upaya keras dan bantuan pihak lain, akhirnya Zana Muhsen bisa keluar kemudian dikisahkannya dalam buku “Sold” dengan bantuan Andrew Crofts, seorang ghostwriter kenamaan Inggris.

Luar biasa, begitu terbit buku“Sold” ini langsung diburu pembaca sehingga dikategorikan bestseller international book. Pasti, membaca buku “Sold: Kenapa Aku Dijual?” akan lebih paham dan mengerti bahwa ternyata bukan Indonesia saja yang punya kasus trafficking.

 

“Galaksi Kinanthi”

Masalah trafficking dalam buku “Sold: Kenapa Aku Dijual?” sedikit dibahas dalam novel “Galaksi Kinanthi: Sekali Mencintai Sudah itu Mati“ pada hal 228-234 oleh Prof.Kinanthi Hope, tokoh utama dalam novel yang sudah cetak dua kali dalam waktu dua pekan sejak terbit pada Januari dan Februari 2009.

Novel yang diterbitkan Salamadani ini mengisahkan tentang sosok gadis desa yang bernama Kinanthi dan lahir dari keluarga miskin harus menjalani kehidupan yang berat. Bapaknya yang seorang penjudi dan ibunya yang dijuluki baulawean membuatnya dikucilkan oleh penduduk dusun tempat tinggalnya. Hanya Ajuj yang tetap perhatian kepadanya. Setelah lulus SD, Kinanthi dijual oleh orangtuanya seharga 50 kg beras kepada seorang juragan beras. Mulailah Kinanthi menjalani hari-hari yang berat sebagai pembantu rumah tangga. Terlebih ketika berada di negeri Arab. Diperlakukan seperti budak, gaji tak dibayar, pelecehan oleh majikan laki-laki, dan berbagai penyiksaan lainnya. Lengkaplah sudah penderitaannya. Apalagi, dia makin terpisah jauh dari Ajuj. Hanya satu yang selalu dia lihat untuk mengenang Ajuj: di bawah rasi bintang gubuk penceng, ada galaksi rahasia, namanya galaksi cinta. Galaksi itu yang selalu dilihat Kinanthi jika dia rindu pada Ajuj. Sampai takdir membawanya ke Amerika dan diselamatkan oleh hukum negara itu. Bahkan, Kinanthi sampai menjadi seorang guru besar.

Kinanthi kemudian kembali ke kampung halamannya dengan segala kesuksesan di tangan. Namun, perbedaan yang begitu jauh dengan Ajuj membuatnya ragu untuk menemuinya. Kinanthi menganggap Ajuj sudah melupakannya. Buktinya, 113 surat yang dikirim Kinanthi kepada Ajuj tak pernah berbalas. Kinanthi tak pernah tahu kalo Ajuj pun selalu berusaha mencari Kinanthi. Ajuj mengejar Kinanthi ke Bandung dan Jakarta selama 10 tahun.

Menurut penulisnya, Tasaro GK, novel “Galaksi Kinanthi” bersumber dari kisah nyata seorang gadis Indonesia yang kini hidup di luar negeri dan kehidupan desa Gunung Kidul. Yang menarik, dalam novel ini pada bagian akhir buku menawarkan lokasi wisata di kawasan Gunung Kidul, berupa laut dan keindahannya.

Hmm…  Tasaro GK  memang piawai meramu kisah nyata menjadi fiksi dan mempromosikan tanah kelahirannya. Kabarnya, novel buah karya ayah dari Senadika Himada ini akan cetak ulang ketiga pada pertengahan Oktober 2009.

   

Mengapa terjadi trafficking?

Mengapa terjadi trafficking? Beberapa faktor yang kerap menjadi tudingan adalah kemiskinan, kebodohan, ketidakbecusan mengelola tenaga kerja, tergiur pendapatan besar ketimbang di daerahnya, dan lainnya.

N.Syamsuddin Ch Haesy, penulis buku “Indigostar”, “Platinum Track”, dan “Cawandatu Di Timur Matahari” yang diterbitkan Salamadani pada Juli 2009 mengatakan dalam facebook bahwa “persoalan trafficking tak akan terjadi bila kita berkomitmen terhadap upaya: memberdayakan masyarakat miskin dan kaum mustadh'afin.”

Saya kira pendapat Bang Sem—sapaan N.Syamsuddin Ch Haesy—menyentuh sumber yang menjadi akar persoalan trafficking dan masalah sosial lainnya di Indonesia. Kesadaran untuk peduli terhadap dhu`afa, kemiskinan, dan korban bencana alam, tampaknya harus ditumbuhkan. Kaum intelektual, ulama, ustadz, pastur, pendeta, mahasiswa, pejabat, dan masyarakat biasa pun semestinya ikut berperan dan berkontribusi untuk memecahkannya. Semoga saja kasus-kasus trafficking  di jagad dunia semakin berkurang (kalau tidak bisa dihentikan). *** (ahmad sahidin)