Jumat, 27 November 2020

Tarikh: Berdakwah pada Keluarga Terdekat

Setelah Nabi Muhammad Saw menerima wahyu yang memerintahkan agar dakwah dengan terbuka dan mengajak kerabat terdekat (keluarga) serta mengajak masyarakat Makkah untuk berpindah agama, maka perlawanan muncul dari masyarakat Makkah yang dipelopori Abu Jahal, Abu Sufyan, Abu Lahab, Shafwan bin Umayyah, dan lainnya. 

Dalam rangka melaksanakan perintah Allah yakni وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat [Qs 26:214], Rasulullah Saw meminta ‘Ali bin Abu Thalib menyediakan makanan dan susu. Kemudian mengundang 45 orang tokoh-tokoh Bani Hasyim untuk datang dan menikmati jamuan. Ketika Nabi Muhammad Saw akan menyampaikan seruan mengajak mereka agar masuk Islam, seorang di antara yang hadir membuat keributan sehingga jamuan bubar.  Rasulullah Saw kembali mengundang mereka dengan tetap menyediakan jamuan makan dan minum. Sembari mereka menikmati jamuan, Rasulullah Saw berdiri menyampaikan:

“Sesungguhnya, pemandu suatu kaum tidak pernah berdusta kepada kaumnya. Saya bersumpah, demi Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya bahwa saya diutus oleh Dia sebagai Rasul-Nya, khususnya kepada Anda sekalian dan umumnya kepada seluruh penghuni dunia. Wahai kerabat saya, Anda sekalian akan mati. Sesudah itu, seperti Anda tidur, Anda akan dihidupkan kembali dan menerima pahala menurut amal Anda. Imbalannya adalah surga Allah yang abadi (bagi orang yang lurus) dan neraka-Nya yang kekal (bagi mereka yang jahat). Tidak ada manusia yang membawa kebaikan untuk kaumnya ketimbang apa yang saya bawakan untuk Anda. Saya membawakan pada Anda rahmat dunia dan akhirat. Tuhan saya memerintahkan kepada saya untuk mengajak Anda kepada-Nya. Siapakah di antara Anda sekalian yang akan menjadi pendukung saya sehingga ia akan menjadi saudara, washi (penerima wasiat), dan khalifah (pemimpin) pengganti saya?”

Kerabat Rasulullah Saw yang hadir dalam jamuan terdiam. Di tengah kebisuan tiba-tiba Ali bin Abu Thalib berdiri dan berbicara dengan mantap, “Wahai Nabi Allah, saya siap mendukung Anda.” Rasulullah saw memeluknya dan memintanya untuk duduk. Sang Nabi mengulang kembali sampai tiga kali. Tidak ada yang menyambutnya. Kembali Ali bin Abi Thalib berdiri dan menyatakan dukungannya. Sambil berdiri di samping Ali, Rasulullah saw berkata, “Pemuda ini adalah saudaraku, washi, dan khalifahku di antara kalian. Dengarlah kata-katanya dan ikuti dia.”  

Semua orang hanya melihat dan terdiam. Seorang demi seorang berdiri dan sambil keluar dari jamuan, orang-orang berpaling kepada Abu Thalib sembari berkata, “Muhammad telah menyuruh Anda untuk mengikuti putra Anda dan menerima perintah darinya serta mengakuinya sebagai pemimpin Anda.”   

Sejak jamuan itu kaum Quraisy giat menentang dakwah Rasulullah Saw. Di Bukit Shafa saat Rasulullah Saw berseru, orang-orang musyrik segera melecehkan ucapan Nabi dan menyuruh anak-anak untuk menyorakinya sebagai orang gila. Rasulullah saw dicemooh. Jalanan tempatnya berpijak pun ditaburi duri-duri tajam. Bahkan, ada orang yang khusus ditugaskan untuk meludahi Rasulullah Saw setiap kali melewati jalan menuju Ka’bah. Ketika Nabi berjalan melewati jalan menuju Ka’bah maka ludah yang basah pasti mengenai wajah dan kepalanya. Meski setiap hari diperlakukan demikian, Nabi tidak marah dan terus berjalan melewatinya. 

Hingga pada suatu hari Rasulullah Saw merasa heran karena tidak ada yang meludahinya. Rasulullah Saw bertanya kepada orang-orang sekitar kemudian diketahui orang tersebut sakit. Rasulullah saw pun menjenguknya. Dengan penuh rasa kaget, orang tersebut meminta ampun kepada Rasulullah Saw karena takut dibalas kelakuan buruknya. Nabi tidak memanfaatkan situasi itu untuk balas dendam, malah mengampuninya dan berdoa untuk kesembuhannya. 

Perlakuan lainnya yang dialami Nabi adalah dilempari kotoran unta dan bangkai binatang. Ketika Rasulullah saw bertawaf di Ka’bah, orang-orang musyrik Quraisy melemparinya dengan kotoran dan bangkai hingga Nabi terjatuh. Melihat perlakuan mereka, Nabi tersenyum dan meminta putrinya, Sayyidah Fathimah, untuk membersihkannya. *** (ahmad sahidin)

SUMBER

R.A.A Wiranata Koesoema, Riwajat Kangjeng Nabi Moehammad saw (Bandung: Islam Studie Club, 1941).

Fuad Hashem, Sirah Muhammad Rasulullah: Suatu Penafsiran Baru (Bandung: Mizan, 1995).

Jalaluddin Rakhmat, Asal Usul Sunnah Sahabat: Studi Historiografis atas Tarikh Tasyri. Disertasi. (UIN Alauddin Makassar, 2014).