Jumat, 24 Juli 2020

Resensi buku Duabelas Empatbelas

Sekira dua pekan saya tuntas baca buku. Tidak tebal. Hanya 184 halaman. Judulnya Duabelas Empatbelas. Tampaknya judul buku mengambil dari jumlah tulisan pada bagian satu yang berjumlah 12 berupa tulisan lepas yang bernuansa agama dan peristiwa manusiawi; sedangkan 14 merujuk pada jumlah cerpen bagian dua buku ini. Lagi-lagi isinya seputar kemanusiaan, rindu, tanah air, cinta, dan kehidupan nyata. 

Penulisnya, seorang ustadz yang dikenal dengan sebutan Usmif. Akronim dari Ustadz Miftah. Lengkapnya Miftah Fauzi Rakhmat, pimpinan Sekolah-sekolah Muthahhari di Bandung.

Selain menulis buku, Usmif juga sering ngisi kajian online. Saya termasuk yang suka dengan ceramahnya. Usmif setiap Rabu ngisi kajian Ngopi TV pada YouTube saban jam 20an. Rekamannya bisa dicek. Menarik dan enak dicerna seperti ngobrol saja. Tidak seperti kajian di ruang seminar atau masjid. 

Kembali pada buku Duabelas Empatbelas ini. Setiap tulisan yang tersaji dibubuhkan gambar hasil goresan para muridnya sejak SD, SMP, dan SMA. Meski ilustrasi gambar tidak terlalu sinkron dengan subtansi tulisan, tapi saya suka dengan goresan alamiah dari anak-anak. Dan sang guru, Usmif, menyimpannya pada buku. Pasti suatu hari nanti, saat murid-murid itu dewasa dan melihatnya lagi isi buku ini, akan teringat dengan memori masa kecilnya. Saya pikir ini sangat baik, siapa tahu dari sana muncul kesadaran lebih tinggi lagi dalam urusan kemanusiaan. Karena hal ini yang sampai saat ini harus terus digelorakan di negeri ini.

Saya tidak tahu harus mengomentari apa dari buku ini. Mesti sudah tamat baca dan tidak mengernyitkan dahi saat membaca tulisan demi tulisan, tetapi saat akan diulasnya tak keluar dari benak. Hanya sekira dua peristiwa yang saya ingat yaitu pertemuan dengan orang Sunda yang piawai silat kemudian mendongeng kisah Sayyidina Ali bin Abu Thalib ra bertemu dengan Kean Santang dan peristiwa seorang anak yang kepalanya diusap oleh sosok yang dipanggil oleh orangtuanya untuk kesembuhan sang putri. Ini yang saya ingat. 

Alhamdulillah dari buku Duabelas Empatbelas ini, secara tema yang dominan dimunculkan terkait sabar dan syukur dengan aneka kata dan rangkaian kalimat. Pada tulisan penutup, Usmif mengajak pembaca agar memberikan penghormatan yang penuh cinta pada orangtua, khususnya Ibunda. Saya setuju dan memang demikian harusnya dilakukan oleh manusia. 

Meski dikenal seorang ustadz, Usmif tidak dominan cerita keagamaan pada buku ini. Dapat dipahami karena buku ini kumpulan tulisan demi tulisan, yang sesekali pernah saya baca pada WhatsApp group. 

Demikian saja yang bisa saya bagi. Mohon maaf tidak komprehensif karena memang saya bukan ahlinya mengulas karya seorang ustadz. Baiknya baca saja yang penasaran dengan buku tersebut. Cag! *** (Ahmad Sahidin)