Jumat, 17 Juli 2020

Resensi buku Tasawuf versus Syariat

Alhamdulillah, malam Jumat kemarin tuntas baca buku berjudul Tasawuf versus Syariat karya A. J. Arberry. Buku ini kecil dan tipis. Hanya 194 halaman. Terbit tahun 2000 oleh Penerbit Hikmah Jakarta. Buku ini terjemah dari Sufism and Account of The Mistics of Islam. Isinya antara lain: mukadimah, memahami firman Tuhan, kehidupan Nabi, para zahid, para sufi, para ahli teori tasawuf, struktur teori dan amalan tasawuf, tarikat sufi, teosofi dalam aliran tasawuf, para penyair Parsi, runtuhnya aliran tasawuf, dan epilog. Penulisnya, Arberry dikenal akademisi yang konsern dalam bidang tasawuf dan keislaman. Karena itu, dalam menyajikan uraian dalam buku kaya dengan istilah sufi dan mampu mencantumkan dalil Alquran dan hadis serta kutipan dari para sufi pun bertebaran dalam buku ini.

Saya kira buku bukan untuk pemula. Sebab di dalamnya masuk pada wacana yang lebih luas dari tasawuf. Jadi, sebelum baca buku ini ada baiknya membaca pengantar tasawuf seperti karya Abu Wafa Taftazani dan Haidar Bagir. Baru kemudian membaca buku Arberry ini. Atau langsung saja buku Arberry ini lantas searching tentang yang tidak jelas dalam urusan bukunya. Siapa tahu ketemu dengan penjelasan yang terang benderang.

 

Dari buku tersebut sangat penting jika ada yang berkenan riset ulang pada bagian runtuhnya aliran tasawuf. Disebutkan bahwa para sufi dan muridnya mengabaikan hukum syariat, beredar cerita tahayul, dan tumbuhnya organisasi sufi sehingga terjadi perselisihan antar mereka terkait organisasi. Itu yang membuat citra tasawuf menjadi "buruk" dan dianggap komunitas yang harus diluruskan oleh sekelompok orang Islam yang bersemangat dalam pemurnian pemahaman Islam.

 

Selain dari yang disebutkan, saya kira sama seperti buku tema tasawuf lainnya. Hanya saja pada karya Arberry ini diawali pada kajian Tuhan dalam pandangan kaum sufi dan sekilas ayat Alquran yang mengokohkan pemahaman kaum sufi. Perilaku kaum sufi pun oleh Arberry dianggap merujuk pada kehidupan para Nabi. Nabi Muhammad Saw perilakunya mulia, zuhud, mengutamakan akhirat sehingga mendahulukan ibadah dan amal saleh, sederhana dalam menjalani hidup sehari-hari. Jadi, modelnya dari Nabi. Kaum sufi ini mengikuti Nabi dari aspek kehidupan dan kesederhanaan hidup. Karena itu muncul kaum sufi yang betah dalam keadaan miskin, tidak suka dengan kekayaan, dan hanya fokus dalam ibadah

 

Teladan Nabi dari aspek perang, mengatur masyarakat, membina dan pengajaran pada generasi muda untuk membangun masa depan umat dan kehidupan perekonomian, tidak terlalu tampak dalam buku Arberry ini.

 

Dengan membaca buku ini maka akan makin paham dengan dinamika di tengah umat Islam. Tidak hanya dalam fikih dan akidah terjadi keragaman pemahaman yang melahirkan mazhab dan firqah, tetapi dalam tasawuf pun terjadi. Yakni muncul kaum sufi dalam bentuk tarekat-tarekat yang dipimpin oleh ulama yang disebut mursyid. Mereka ini yang mengendalikan para salik (anggota tarekat) dan mengatur peribadatan. Dzikir, doa, bacaan Alquran, serta amalan yang harus dilakukan ditentukan oleh mursyid. Tidak dipungkiri dari setiap tarekat ada perbedaan dan kekahasan. Itu menjadi khazanah. Praktek dzikir sambil menari dilakukan, menggerakkan kepala dan menggerakkan badan, dan lainnya. Bahkan ada tarekat yang menjadi penggerak dalam perjuangan melawan kekuasaan dinasti kemudian menjadi dinasti baru.

 

Insya Allah, jika membaca buku karya Arberry ini akan mengetahui dinamika tasawuf tersebut. Jangan harap tahu lebih banyak dan mendalam. Sebab informasi yang tersaji dalam buku Tasawuf versus Syariat ini hanya sekilas. Jadi, tetap harus baca buku yang bertema tasawuf lainnya.

 

Cukup sekian ulasannya. Harap maklum saya belum punya pemahaman yang mendalam sehingga hanya aspek luar saja yang mengendap pada benak. Terima kasih. Cag! *** (ahmad sahidin)