Alhamdulillah, malam Jumat kemarin tuntas baca buku berjudul Tasawuf versus Syariat karya A. J. Arberry. Buku ini kecil dan tipis. Hanya 194 halaman. Terbit tahun 2000 oleh Penerbit Hikmah Jakarta. Buku ini terjemah dari Sufism and Account of The Mistics of Islam. Isinya antara lain: mukadimah, memahami firman Tuhan, kehidupan Nabi, para zahid, para sufi, para ahli teori tasawuf, struktur teori dan amalan tasawuf, tarikat sufi, teosofi dalam aliran tasawuf, para penyair Parsi, runtuhnya aliran tasawuf, dan epilog. Penulisnya, Arberry dikenal akademisi yang konsern dalam bidang tasawuf dan keislaman. Karena itu, dalam menyajikan uraian dalam buku kaya dengan istilah sufi dan mampu mencantumkan dalil Alquran dan hadis serta kutipan dari para sufi pun bertebaran dalam buku ini.
Saya kira buku bukan untuk pemula. Sebab di dalamnya masuk pada wacana yang lebih luas dari tasawuf. Jadi, sebelum baca buku ini ada baiknya membaca pengantar tasawuf seperti karya Abu Wafa Taftazani dan Haidar Bagir. Baru kemudian membaca buku Arberry ini. Atau langsung saja buku Arberry ini lantas searching tentang yang tidak jelas dalam urusan bukunya. Siapa tahu ketemu dengan penjelasan yang terang benderang.
Dari buku tersebut sangat penting jika ada yang berkenan
riset ulang pada bagian runtuhnya aliran tasawuf. Disebutkan bahwa para sufi
dan muridnya mengabaikan hukum syariat, beredar cerita tahayul, dan tumbuhnya
organisasi sufi sehingga terjadi perselisihan antar mereka terkait organisasi.
Itu yang membuat citra tasawuf menjadi "buruk" dan dianggap komunitas
yang harus diluruskan oleh sekelompok orang Islam yang bersemangat dalam
pemurnian pemahaman Islam.
Selain dari yang disebutkan, saya kira sama seperti buku
tema tasawuf lainnya. Hanya saja pada karya Arberry ini diawali pada kajian
Tuhan dalam pandangan kaum sufi dan sekilas ayat Alquran yang mengokohkan
pemahaman kaum sufi. Perilaku kaum sufi pun oleh Arberry dianggap merujuk pada
kehidupan para Nabi. Nabi Muhammad Saw perilakunya mulia, zuhud, mengutamakan
akhirat sehingga mendahulukan ibadah dan amal saleh, sederhana dalam menjalani
hidup sehari-hari. Jadi, modelnya dari Nabi. Kaum sufi ini mengikuti Nabi dari
aspek kehidupan dan kesederhanaan hidup. Karena itu muncul kaum sufi yang betah
dalam keadaan miskin, tidak suka dengan kekayaan, dan hanya fokus dalam ibadah
Teladan Nabi dari aspek perang, mengatur masyarakat,
membina dan pengajaran pada generasi muda untuk membangun masa depan umat dan
kehidupan perekonomian, tidak terlalu tampak dalam buku Arberry ini.
Dengan membaca buku ini maka akan makin paham dengan
dinamika di tengah umat Islam. Tidak hanya dalam fikih dan akidah terjadi
keragaman pemahaman yang melahirkan mazhab dan firqah, tetapi dalam tasawuf pun
terjadi. Yakni muncul kaum sufi dalam bentuk tarekat-tarekat yang dipimpin oleh
ulama yang disebut mursyid. Mereka ini yang mengendalikan para salik (anggota
tarekat) dan mengatur peribadatan. Dzikir, doa, bacaan Alquran, serta amalan
yang harus dilakukan ditentukan oleh mursyid. Tidak dipungkiri dari setiap
tarekat ada perbedaan dan kekahasan. Itu menjadi khazanah. Praktek dzikir
sambil menari dilakukan, menggerakkan kepala dan menggerakkan badan, dan
lainnya. Bahkan ada tarekat yang menjadi penggerak dalam perjuangan melawan
kekuasaan dinasti kemudian menjadi dinasti baru.
Insya Allah, jika membaca buku karya Arberry ini akan
mengetahui dinamika tasawuf tersebut. Jangan harap tahu lebih banyak dan
mendalam. Sebab informasi yang tersaji dalam buku Tasawuf
versus Syariat ini hanya sekilas. Jadi, tetap harus baca buku yang
bertema tasawuf lainnya.
Cukup sekian ulasannya. Harap maklum saya belum punya
pemahaman yang mendalam sehingga hanya aspek luar saja yang mengendap pada
benak. Terima kasih. Cag! *** (ahmad sahidin)