Rabu, 01 Juli 2020

Resensi buku Ibn Rusyd: Tujuh Perdebatan utama Teologi Islam.

Aktivitas membaca terbilang jarang tampak di masyarakat. Mungkin hanya segelintir orang saja yang masih minat dengan membaca buku teks secara serius. Di era ekarang, yang lagi trending untuk dibaca ialah berupa catatan status dan artikel pendek yang tersebar di media online. Tentu, tidak ada kedalaman ilmu yang didapat, apalagi terkait dengan pemikiran teologi Islam. Saya kira dengan membaca buku secara komprehensif, maka keluasan pengetahuan dan pemahaman akan didapatkan secara sempurna oleh pembaca. Apalagi buku yang dibaca berupa riset ilmiah. Kali ini saya mencoba men-share sekelumit hasil bacaan saya ketika membaca buku Ibn Rusyd: Tujuh Perdebatan utama Teologi Islam

Ibnu Rusyd, dikenal sebagai filsuf Muslim, teolog dan fakih. Ia hidup di Spanyol pada tahun 1126-1198 M. Yang menarik, ia termasuk salah satu ilmuan Muslim yang berani menkritisi pemikiran Hujjahtul Islam Abu Hamid Ghazali. Selain itu dikenal juga sebagai komentator ulung dalam filsafat Aristoteles. Sehingga, pemikirannya menjadi dambaan bagi para peminat filsafat di barat dan timur. Bisa dikatakan, masyarakat barat sekarang ini mengenal filsafat Aristoteles karena mendapatkan berkah dari sosok Ibnu Rusyd melalui penerjemahan berbagai karya-karyanya dalam bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya.

Secara umum, buku ini sesuai dengan judulnya yaitu mengurai tema teologi (ilmu kalam) yang meliputi; wujud dan keesaan Tuhan, sifat-sifat-Nya dan perbuatan-Nya. Dikaji juga prihal perbuatan manusia, keadilan Allah, Rasul, wahyu dan Hari Kiamat.  

Semua tema yang diangkat dalam studi teologi itu diperdebatkan oleh para tokoh (mazhab) Asy’ariyah, Maturidiyah, Mutazilah dan kalangan filsuf Muslim. Sebagai seorang intelektual Muslim kenamaan, Ibnu Rusyd pun ikut serta dalam perdebatan sengit, yang dikupas dalam beberapa karya tulisnya. Meski tema yang dikaji itu beraroma klasik, namun dalam sentuhan Ibn Rusyd menjadi lebih interaktif sehingga memiliki perbedaan kajian dengan teolog Muslim sebelumnya. 

Ibn Rusyd menggabungkan argumen teks Alquran dengan doktrin filsafat. Sehingga bagi Ibn Rusyd agama dan filsafat tidaklah sesuatu yang mesti dipertentangkan. Ia tak segan-segan mengkritik sajian teologis dari Asy’ariyah, Mutazilah, Maturidiyah termasuk Abu Hamid Ghazali. Kalau ditelusuri dari uraiannya, Ibn Rusyd memberikan komentar kritis atas konstruksi teologi mereka dengan menyodorkan jawaban Alquran. Selain itu juga ia menggunakan penafsiran yang keluar dari makna literal dan menyajikan substansi dari sebuah teks. Inilah ciri khas yang dimiliki oleh Ibn Rusyd, tentu metode semacam ini lahir karena hasratnya ingin mendamaikan agama dan filsafat, yang kebetulan oleh kalangan Muslim literalis—kaum hasywiyyah dan mujassimah— dipertentangkan, bahkan diharamkan untuk mempelajari filsafat. 

Masih menurut Ibn Rusyd, bahwa di tengah umat Islam tidak bisa disamaratakan daya paham terkait agama. Meski kaum Mutazilah dengan argumen rasional mencoba untuk menguraikan tentang konsep ketuhanan, keadilan dan nasib manusia di akhirat, tetapi orang literalis akan menolaknya karena akal mereka belum sampai pada pengetahuan mutakalimun, yang biasanya didasarkan pada kekuatan jadali. Begitu pula kaum mutakalimun tidak akan sampai pada pengetahuan kaum filsuf dan sufi karena argumen yang dibangunnya berasas pada burhani dan ‘irfani. Sebagai catatan dalam buku ini agaknya kaum sufi tidak terlalu disentuh oleh Ibn Rusyd sebab tidak masuk dalam nalar filosofis. 

Menurut Ibn Rusyd harus dibedakan antara kelompok awwam dan khawwash. Saat menerangkan agama pada kaum awwam cukup dengan dalil teksual dan ibrah. Sedangkan pada kaum khawwash, tidak cukup dalil tetapi harus dijelaskan dengan nalar rasional sampai bisa menerimanya. Karena itu, filsafat dan sufistik bersifat khusus dan tidak sembarang orang mempelajarinya. Di antara fukaha dan kaum teolog dari Khawarij, Jabariyah, Qadariyah dan Asyariyah terkadang tidak mampu memahami pemikiran filsuf dengan baik, bahkan cenderung menyalahkan. Hal ini karena secara konstruk pemikiran mereka masuk awwam yang berbasis pada arti teks saja tanpa penafsiran substantif. Sedangkan kaum teolog Mutazilah dan Maturidiyah yang bersentuhan dengan filsafat dapat dikatakan masuk pada khawwash

Buku Ibn Rusyd: Tujuh Perdebatan Utama Teologi Islam ini terbagi dalam empat bab; (1) berupa pendahuluan tentang kedudukan Ibn Rusyd dalam khazanah intelektual Muslim dan peradaban dunia, serta alasan pentingnya mengkaji teologi Ibn Rusyd. (2) membeberkan riwayat hidup Ibn Rusyd dan sekilas pemikiran Khawarij, Murjiah, Jabbariyah, Qadariyah, Mutazilah, Asyariyah, Maturidiyah, dan tema teologi yang dikupas Ibn Rusyd yaitu akal dan wahyu, iman dan kufur, sifat dan perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia. (3) kajian yang fokus pada tujuh tema teologi yang dikaji secara kritis dan menyajikan pendapat pribadi dari Ibn Rusyd. (4) kesimpulan. 

Untuk yang terakhir ini oleh penulis buku disebutkan bahwa Ibn Rusyd adalah seorang intelektual yang rasional serta memahami perkembangan pemikiran keagamaan zamannya. Pendapat Ibn Rusyd dalam teologi tidak tampak memihak pada mazhab tertentu, tetapi seakan mengambil dari mereka yang dianggap benar olehnya. Meski demikian, secara fikih, Ibnu Rusyd adalah seorang malikiyah dan jumhur ulama menyatakan Ibn Rusyd adalah filsuf yang memperbarui teologi Asy’ariyah menjadi memiliki nuansa rasional.*** (ahmad sahidin)

Sumber https://baca.nuralwala.id/tilik-buku-ibn-rusyd-tujuh-perdebatan-utama-dalam-teologi-islam/