Jumat, 01 Februari 2019

Menembus Batas Waktu: Panorama Filsafat Islam


Menembus Batas Waktu: Panorama Filsafat Islam adalah karya ilmiah dari Mulyadhi Kartanegara, guru besar filsafat di Indonesia. Keahliannya dalam studi filsafat Islam dan peradaban Islam.

Buku "Menembus Batas Waktu" ini diterbitkan Mizan tahun 2005. Tebalnya 205 halaman dan tersaji dalam 14 tulisan yang setiap sajian bersifat kritis dan reflektif. Ditulis dengan gaya bahasa bercerita sehingga mudah dipahami dan dicerna. Penulisnya mampu mengemas kajian ilmiah yang sulit dengan kalimat-kalimat yang substantif dari yang pokok persoalan yang dikupasnya.

Setiap filsuf dan ilmuwan Islam terdahulu diuraikan garis besar karya dan kontribusinya dalam ilmu pengetahuan. Sehingga saya yang kurang informasi tentang "kebesaran dan kejayaan" umat Islam terdahulu menjadi tahu dan memahami perbedaan zaman pada umat Islam sekarang ini.

Ada beberapa poin yang saya dapat dari buku tersebut. Pertama, banyak tokoh Islam abad pertengahan Masehi yang menghasilkan karya ilmiah dalam ilmu pengetahuan. Hampir dalam segala bidang ilmu ada yang ahlinya. Kedokteran, fisika, matematika, geografi, kimia, etnografi, filsafat, teologi, tafsir, mistik, politik, ekonomi, psikologi, etika, sastra, arsitektur, puisi, astronomi, linguistik, dan lainnya berlimpah dalam bentuk karya-karya tulis. Sampai karya tersebut diterjemahkan di Barat kemudian mengantarkan pada renaisans Barat. Ilmuwan terdahulu di Dunia Islam yang belum digarapnya adalah teknologi.

Kedua, peradaban Islam dan Barat dalam memposisikan ilmu pengetahuan berbeda. Barat untuk melawan keterbatasan manusia sehingga dicari solusi untuk memajukan kehidupan manusia. Namun, dari sisi pengetahuan dibatasi pada aspek materi, fisik, dan emperik. Selain yang disebutkan maka tidak masuk dalam kategori pengetahuan. Akibatnya agama dan fenomena mistik tidak dianggap sebagai pengetahuan, bahkan tidak diperlukan. Karena itu, sekularisme dan materialisme menjadi acuan dan ukuran dalam menilai segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Maka setiap orang di dunia ini hanya berburu dan memenuhi aspek materi dan menjadi sekular, yang bermakna mengabaikan dimensi ruhani dan akhirat. Bagi kaum materialis dan sekularis, agama dan kehidupan akhirat bukan hal yang penting. Kebutuhan hidup sehari-hari dan menikmati hidup dengan aneka materi yang terpenting. Substansi dari materialisme dan sekularisme ini secara tidak langsung sudah "merasuki" umat Islam di negeri. Bisa ditemukan bahwa orang Islam yang hanya percaya saja dengan agama, tetapi dalam kehidupan tidak berbeda dengan orang-orang di Barat. Kini bisa disaksikan bahwa nilai-nilai agama dan masa depan yang sejati (akhirat) tidak dipandang penting.

Sementara dalam khazanah pemikiran ilmuwan-ilmuwan Islam justru aspek non material seperti Tuhan, akhirat, pola hidup zuhud, makna dan tujuan hidup yang sejati menjadi acuan dalam menjalankan hidup dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Namun, itu hanya terjadi dahulu pada abad pertengahan sebelum zaman modern ini. Hanya ada dalam karya-karya ilmiah saja yang dibanggakan oleh sejarawan maupun intelektual Islam yang ingin raih renaisans Dunia Islam. Secara umum masyarakat Dunia Islam, tidak beda dengan pola hidup dan orientasi orang-orang Barat yang materialis dan sekularis.

Ketiga adalah pengakuan dari Prof Mulyadhi Kartanegara bahwa masih ada sedikit orang Islam yang menekuni dan merawat khazanah intelektual terdahulu. Bahkan dikembangkan melalui diskusi-diskusi dan melakukan kritik pada pemikiran-pemikiran Barat yang menopang tegaknya zaman modern ini. Siapakah umat Islam itu? Menurut Mulyadhi Kartanegara adalah kaum Muslim yang beraliran Syiah di Iran masih terus bertahan dalam mengembangkan, mengajarkan, dan mewariskan ilmu pengetahuan para ilmuwan Islam terdahulu. Filsafat Ibnu Sina, Suhrawardi, dan Mulla Sadra, serta teologi Nashirudddin Ath-Thusi pun masih diajarkan. Bahkan ilmuwan Islam pengikut mazhab Syiah kontemporer melahirkan karya-karya ilmiah baru, salah satunya memberikan kritik pada pemikiran-pemikiran di Barat dan membuktikan keunggulan ilmu-ilmu yang ditopang dengan agama. Sayangnya kesadaran ini belum menyeluruh di Dunia Islam, bahkan di Indonesia.

Terakhir, buku ini diberi pengantar oleh Haidar Bagir. Tokoh Islam kontemporer di Indonesia yang punya gairah dalam menyebarkan khazanah pemikiran Islam. Haidar Bagir dan Mulyadhi Kartanegara merupakan dua ilmuwan Indonesia yang punya gairah untuk membangun peradaban manusia Indonesia dengan jalur ilmu pengetahuan, salah satunya dengan pintu filsafat dan tasawuf. Bagaimana, perlukah didukung?

Ya, harapan mesti ditancapkan. Mumpung gratis dan tidak ada yang larang. Mari ikut bergerak untuk membangun masa depan yang gemilang. *** (Ahmad Sahidin)