Banyak ulama dan orientalis memberikan definisi tasawuf.
Mulai dari istilah bahasa, pengertian yang diambil prosesi menjalani tasawuf,
sampai yang tidak serius. Yang terakhir ini, pernah disampaikan seorang murid
yang menyiapkan teh buat gurunya. Kemudian ada salah seorang saudaranya yang
menjenguknya dan bertanya tentang tasawuf. Murid itu menjawab bahwa tasawuf itu
menyajikan segelas teh buat sang guru. Yang tentu itu menjadi bahan tertawaan
orang-orang di sekitarnya.
Dalam tradisi sufi, seorang murid yang belajar tasawuf
memang diperintahkan untuk khidmat atau melayani guru sebelum mendapatkan pelajaran-pelajaran
sufistik. Bisa bertahun-tahun, bisa berbulan dan bisa sekira satu minggu.
Setiap murid berbeda saat diberi tugasnya dalam khidmat:
ada yang membersihkan toilet, mengurus ternak, memijat guru, dan menyapu
masjid. Semuanya harus dilakukan untuk merendahkan ego yang ada dalam diri
murid. Karena itu, semua murid yang belajar tasawuf harus mengawalinya dengan
khidmat. Kalau sang guru menyatakan selesai masa khidmatnya, barulah ia diberi
wejangan dan melakukan latihan-latihan ruhaniah.
Kemudian definisi tasawuf dari segi bahasa, berasal dari
tiga huruf Arab: sha, wau, fa (ص و ف). Ada yang
menyebutnya dengan shafa yang berarti kesucian; safwe berarti orang-orang
terpilih; shaf berarti baris atau deretan, shuffa berarti serambi rendah Masjid
Nabawi, shuf berarti bulu domba; dan satu lagi menyatakan dari bahasa Yunani,
yaitu sophia yang berarti kebijaksanaan atau pengetahuan.
Menurut Fadhlullah Haeri, seorang sufi yang lahir di
Karbala (Irak), menerangkan bahwa apa pun asalnya, istilah tasawuf berarti
orang-orang yang tertarik pada pengetahuan batin dan menemukan suatu jalan atau
praktik ke arah kesadaran dan pencerahan batin. Kemudian dari Al-Junaid
Al-Baghdadi (wafat 910 M.) yang mendefinisikan tasawuf, “mengambil setiap sifat
mulia dan meninggalkan setiap sifat rendah”.
Juga Ibnu Ajiba (wafat 1809) menjelaskan, “Tasawuf
adalah suatu ilmu yang dengannya Anda belajar bagaimana berperilaku supaya
berada dalam kehadiran Tuhan yang Mahaada melalui penyucian batin dan
mempermanisnya dengan amal baik. Jalan tasawuf dimulai sebagai suatu ilmu,
tengahnya amal, dan akhirnya adalah karunia Ilahi.” *** (ahmad sahidin)