Pekan lalu saya pernah menyempatkan baca buku “Dua Pusaka
Nabi” karya Ali Umar Al-Habsyi diterbitkan Ihya Jakarta, 2010.
Dari buku ini,
saya menemukan bahwa selama Abu Bakar, Umar bin Khaththab, dan Utsman bin Affan
menjadi khalifah, Imam Ali bin Abi Thalib menjadi ‘tempat rujukan’ berbagai
persoalan keagamaan. Setiap kali khalifah tersebut tidak menemukan jawaban, Imam
Ali memecahkannya.
Kalau itu benar, berarti selama ketiga khalifah memegang kekuasaan berada dalam kondisi “sempurna” alias tidak lepas dari syariat Islam karena Imam Ali yang menjadi “penasihat” dari ketiganya. Lalu, bagaimana dengan beberapa kritikan dari para ulama Islam Syiah dan sejarawan yang menyatakan banyak kebijakan dari ketiga khalifah yang menyimpang dari ajaran Islam?
Ini yang kedua, mungkin dari kebodohan saya aja ini
datangnya. Kalau tidak salah jalur geneologi Arab dilekatkan pada laki-laki.
Seperti Nabi Muhammad saw jalurnya dari Abdullah kemudian pada Abdul Muthalib
selanjutnya sampai pada Nabi Ismail as. Di negeri kita juga nama anak
dihubungkan dengan ayahnya.
Nah, untuk Imam Ahlulbait, kenapa jalurnya berbeda dan tidak
dari laki-laki, malah dari Sayidah Fathimah? Mengapa keturunan Nabi yang
ditentukan sebagai Imam disebut keturunan Nabi Muhammad saw bukan keturunan Abu
Thalib, yang merupakan moyangnya?
Di daerah saya ada seorang ajengan yang saat Qurban
penyembelihannya melekatkan nama orang laki-laki yang berqurban pada ibunya.
Bukan pada ayahnya. Saya jadi teringat pada Imam Hasan dan Husain yang
dilekatkan pada ibunya, Sayidah Fathimah, bukan pada Imam Ali selaku ayahnya. (ahmad
sahidin)