Senin, 24 Oktober 2022

Umat Islam Pecah Setelah Wafat Rasulullah saw

Sejarah Islam mengisahkan bahwa Islam sejak wafat Rasulullah saw terbagi dua: pengikut Ahlulbait dan pengikut Ahlus Saqifah. Kelompok Ahlulbait  adalah keluarga Rasulullah saw dan sahabat-sahabat setia yang tidak ikut serta dalam pemilihan khalifah di Saqifah.

Sementara kelompok Ahlus saqifah adalah terdiri dari sahabat-sahabat Nabi yang ikut serta dalam rapat Saqifah kemudian memilih Abu Bakar sebagai pemimpin politik Islam pascawafat Rasulullah saw. Mereka ini rela meninggalkan jasad Nabi Muhammad saw demi merebutkan jabatan politik. Sedangkan Ahlulbait mengurus jenazah Nabi sampai penguburan dan baru mengetahui ada pemimpin baru setelah diberi tahu. 

Dari Ahlulbait yang begitu menentang Abu Bakar adalah Sayidah Fathimah putri Rasulullah saw. Tuntutan awalnya adalah Abu Bakar tidak menyerahkan Tanah Fadak kepadanya. Sampai wafatnya putri Nabi Muhammad saw tidak membaiat Abu Bakar.

Sebelum meninggal dunia, Abu Bakar sempat membuat wasiat menyerahkan jabatannya untuk Umar bin Khaththab yang saat di Saqifah membaiatnya yang pertama. Kemudian dari Umar beralih kepada Utsman bin Affan.

Pada masa Utsman ini terjadi pergolakan politik hingga terjadi penyerangan terhadap Utsman yang berakhir dengan kematian. Kaum Muslim yang menentang Utsman ini sebagian besar adalah sahabat-sahabat Nabi yang kecewa dengan kebijakan Utsman yang lebih mementingkan kepentingan keluarganya dan tidak mendengar aspirasi umat. Terjadilah peristiwa berdarah sampai meninggalnya Utsman.

Setelah Utsman meninggal, Imam Ali bin Abi Thalib dibaiat oleh umat Islam. Dari masa Imam Ali ini kemudian timbul pemberontakan kelompok Muawiyah yang menuntut balas kematian Utsman.

Muawiyah bin Abu Sufyan ini merupakan kerabat Utsman dan diangkat jadi gubernur. Ketika terjadi pemberontakan kepada Utsman, Muawiyah tidak membantu Utsman malah menahan pasukannya. Padahal, Utsman sudah menyuratinya. Setelah meninggal Utsman, Muawiyah baru menuntut balas. Kemungkinan upaya itu dalam rangka membuat situasi umat Islam kacau karena Imam Ali berniat mengganti pejabat-pejabat yang ditunjuk Utsman, termasuk Muawiyah.

Di periode akhir pemerintahan Imam Ali muncul kelompok Muawiyah, Khawarij, dan Syiah Ali.  Kemudian lahir aliran Islam lainnya yang dalam sejarah lebih dari tujuh puluh kelompok. Sampai sekarang pun Islam terbagi-bagi dalam golongan dan mazhab.

Kalau membaca hadis, pecahnya Islam dalam firqah-firqah, mazhab-mazhab, atau aliran-aliran ini telah diramalkan oleh Rasulullah saw.

(1) Dari Huzaifah ra, Nabi Muhammad saw bersabda, “Bagi setiap umat ada Majusinya dan Majusi umatku ialah orang yang mengingkari takdir. Kalau mereka mati, jangan dihadiri pemakamannya dan kalau mereka sakit, jangan dijenguk. Mereka adalah kelompok Dajjal dan Tuhan berhak memasukkan mereka ke dalam kelompok Dajjal.” (HR Abu Daud, Sunan Abu Daud, Juz 4, Halaman 222).

(2) Dari Abu Hurairah ra Rasulullah saw bersabda, “Telah berfirqah-firqah orang Yahudi kepada 71 firqah dan orang Nasrani seperti itu pula dan akan berfirqah umatku atas 73 firqah.” (HR Tirmidzi, Sahih Tirmidzi, Juz 10, bagian surat 109).

(3) Nabi Muhammad saw bersabda, “Bahwasanya bani Israel telah berfirqah sebanyak 72 firqah dan akan berfirqah umatku sebanyak 73 firqah, semuanya akan masuk neraka kecuali satu.”  Sahabat-sahabat yang mendengar ini bertanya, “Siapakah yang satu itu Ya Rasulullah?” Nabi saw menjawab,”Yang satu itu ialah orang yang berpegang kepada peganganku dan pegangan sahabat-sahabatku.” (HR Imam Tirmidzi, Sahih Tirmidzi, Juz 10, bagian surat 109).

(4) Nabi Muhammad saw bersabda, “Akan ada segolongan umatku yang tetap atas kebenaran sampai Hari Kiamat dan mereka tetap atas Kebenaran itu” (HR Bukhari).

Hadits yang saya sebutkan di atas banyak terdapat dalam buku-buku ilmu kalam (teologi) yang di dalamnya para mutakalim (teolog) banyak mengklaim diri dan kelompoknya yang termasuk dalam golongan yang selamat.

Jika melihat dari studi hadis, pascaperang Siffin (perang antara pasukan Islam yang dimpimpin Imam Ali bin Abi Thalib melawan kelompok pemberontak yang dipimpin Muawiyah bin Abu Sufyan) merupakan masa beredarnya hadis-hadis buatan untuk melegimitasi kekuasaan.  Contohnya hadis yang menyebutkan bahwa yang masuk surga setelah Nabi Muhammad adalah Muawiyah.

Atau hadis yang berbunyi, “Demi Tuhan yang memegang jiwa Muhammad di tangan-Nya, akan berpecah umatku sebanyak 73 firqah, yang satu masuk surga dan yang lain masuk neraka”.

Para sahabat bertanya, “Siapakah yang tidak masuk neraka itu?” Nabi saw menjawab, “Ahlu Sunnah Wal Jamaah.” Dalam riwayat lain disebutkan yang selamat itu Qadariyah. Juga ada hadis yang menyebutkan bahwa yang selamat itu Ahlussunah saja tanpa wal jamaah.

Tentang Ahlussunah ini sampai sekarang sejarahnya tidak jelas. Dari mana asal usulnya dan siapa yang mendirikannya, serta apakah merujuk kepada Abu Bakar serta sahabat, atau lahir dari ajaran teologi Asyariyah yang bertentangan dengan Mutazilah dan Jabariyah?

Menurut Muhammad Al-Ghazali bahwa hadits-hadits yang disebutkan di atas tidak bisa dijadikan rujukan sebelum dikaji secara kritis. Sebab setelah diteliti dalam beberapa kitab hadits seperti shahih Bukhari dan Muslim, ternyata banyak hadits atau sunnah yang jauh berbeda dengan perilaku dan pernyataan Nabi saw yang digambarkan dalam Al-Quran.

Misalnya, tentang mayat disiksa karena tangisan keluarganya, mendengar nyanyian adalah perbuatan jahiliyah dan haram, tentang malaikat maut yang ditonjok Nabi Musa as, atau hadits mengenai Nabi kena sihir, adalah hadits-hadits yang kebenarannya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Bukankah Nabi saw itu suci dan terjaga dari kesalahan dan dosa? Bukankah Nabi saw itu segala ucapan dan tingkah lakunya adalah perwujudan Al-Quran dan ucapannya itu berasal dari Allah (wahyu)—lihat Surat An-Najm ayat 3-4? Bukankah sihir itu akan mengena pada orang yang jauh dari nilai-nilai Ilahi?

Nabi Muhammad saw adalah manusia suci sehingga setan atau jin kafir pun takut bila jumpa dengannya. Karena itu, menurut Al-Ghazali, sesuatu yang sudah pasti berdasarkan wahyu Allah dan ternyata berbeda dengan hadits-hadits atau sunnah maka hadits dan sunnah itulah yang harus disingkirkan. 

 Sebagai tambahan, jika Anda ingin mengkaji silakan membaca buku Sunah Nabi Muhammad Saw: Menurut Ahli Fiqih dan Ahli Hadis oleh Muhammad al-Ghazali. *** (Ahmad Sahidin)