Dalam perjalanan hijrah, Nabi singgah di Quba dan tinggal di rumah Kultsum bin Hadam, kepala Bani Amar bin Auf, yang terletak sekira 10 km dari Madinah. Di tempat persinggahan ini Nabi membuat masjid yang dikenal dengan nama Masjid Quba atau disebut Wadi. Nabi juga menggelar shalat dan khutbah Jumat yang pertama dalam sejarah. Rasulullah Saw dalam khutbahnya menyampaikan:
“Hai manusia, pentingkanlah dirimu untuk mempelajari dan mengetahui segala sesuatu. Demi Allah, engkau pada suatu masa akan meninggalkan dunia yang fana ini. Kambing gembalamu akan terpaksa ditinggal dilepaskan dengan tidak ada penjaganya lagi. Kemudian Tuhanmu akan berkata kepadamu dengan perkataan yang langsung dan tidak berperantaraan: bukankah sudah pernah Aku mengirimkan Rasul utusan-Ku kepadamu yang menyampaikan seruanku? Dan bukankah sudah pernah Aku memberikan kepadamu harta benda dan kelebihan-kelebihan kepadamu. Namun apa yang engkau perbuat untuk dirimu? Cobalah layangkan pandanganmu ke kiri dan ke kanan, tentu engkau tak melihat apa-apa. Lihat dan tinjaulah ke depan, maka tidak lain yang engkau lihat melainkan neraka. Maka barangsiapa yang berkuasa, hendaklah ia menjauhkan dirinya dari api neraka itu walaupun bersedekah dengan satu butir kurma. Kerjakanlah yang demikian itu. Maka kalau engkau tidak memilikinya, bersedekahlah dengan perkataan yang baik. Karena ia akan diberi ganjaran sepuluh kali sampai tujuh ratus kali lipat. Selamatlah engkau semua. Mudah-mudahan engkau mendapat rahmat Allah serta berkahnya.
Wahai kamu sekalian. Kembangkanlah perdamaian. Berilah orang makan. Eratkanlah persaudaraan dan tunaikanlah shalat pada waktu malam saat orang banyak sedang tidur. Dengan amal-amal ini kamu dapat masuk surga dengan selamat.”[1]
Hanafi al-Mahlawi dalam buku Al-Amakin al-Masyhurah Fi Hayati Muhammad, mencantumkan isi khutbah yang lengkap sebagai berikut:
"Segala puji bagi Allah, kepada-Nya aku memohon pertolongan, ampunan, dan petunjuk. Aku beriman kepada Allah dan tidak kufur kepada-Nya. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan, aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah. Dia telah mengutusnya dengan petunjuk dan agama yang benar, dengan cahaya dan pelajaran, setelah lama tidak ada rasul yang diutus, minimnya ilmu, dan banyaknya kesesatan pada manusia di kala zaman menjelang akhir dan ajal kian dekat.
Barang siapa yang taat kepada Allah dan
Rasul-Nya, sesungguhnya ia telah mendapatkan petunjuk. Dan, barang siapa yang
bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, sesungguhnya ia telah melampaui batas
dan tersesat dengan kesesatan yang sangat jauh.
Aku berwasiat kepada kalian untuk bertakwa kepada
Allah. Itulah wasiat terbaik bagi seorang Muslim. Dan, seorang Muslim hendaknya
selalu ingat akhirat dan menyeru kepada ketakwaan kepada Allah.
Berhati-hatilah terhadap yang diperingatkan
Allah. Sebab, itulah peringatan yang tiada tandingannya. Sesungguhnya ketakwaan
kepada Allah yang dilaksanakan karena takut kepada-Nya, ia akan memperoleh
pertolongan Allah atas segala urusan akhirat.
"Barang siapa yang selalu memperbaiki
hubungan dirinya dengan Allah, baik di kala sendiri maupun di tengah keramaian,
dan ia melakukan itu tidak lain kecuali hanya mengharapkan rida Allah, maka
baginya kesuksesan di dunia dan tabungan pahala setelah mati, yaitu ketika
setiap orang membutuhkan balasan atas apa yang telah dilakukannya. Dan, jika ia
tidak melakukan semua itu, pastilah ia berharap agar masanya menjadi lebih
panjang. Allah memperingatkan kamu akan siksa-Nya. dan Allah Mahasayang kepada
hamba-hamba-Nya." (QS Ali Imran [3]: 30).
Dialah Zat yang benar firman-Nya, melaksanakan
janji-Nya, dan semua itu tidak pernah teringkari. Allah berfirman,
"Keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah, dan Aku sekali-kali tidak
menganiaya hamba-hamba-Ku." (QS Qaf [50]: 29).
Karenanya, bertakwalah kalian kepada Allah dalam
urusan sekarang maupun yang akan datang, dalam kerahasiaan maupun
terang-terangan. "Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa kepada Allah,
niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan
pahala baginya." (QS At-Thalaq [65]: 5). "Barang siapa bertakwa
kepada Allah, sungguh ia telah memperoleh kemenangan yang besar." (QS
Al-Ahzab [33]: 71).
Sesungguhnya ketakwaan kepada Allah menghindarkan
dari kemarahan, hukuman, dan murka-Nya. Takwa kepada Allah akan membuat wajah
bersinar terang, membuat Allah rida, dan meninggikan derajat. Lakukanlah dengan
sepenuh kemampuan kalian, dan jangan sampai kurang di sisi Allah.
Dia telah mengajarkan kepada kalian dalam
kitab-Nya dan membentangkan jalan-Nya, untuk mengetahui siapa yang benar dan
untuk mengetahui siapa yang dusta. (QS Al-Ankabut [29]: 3).
Maka, berbuat baiklah, sebagaimana Dia berbuat
baik kepada kalian, dan musuhilah musuh-musuh-Nya. Berjihadlah di jalan Allah
dengan sebenar-benarnya jihad. Dia telah memilih dan menamakan kalian sebagai
Muslim. (QS Al-Hajj [22]: 78). Agar orang yang binasa itu binasanya dengan
keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan
yang nyata. (QS Al-Anfal [8]: 42).
Tiada daya upaya, kecuali hanya dengan kekuatan
Allah. Karenanya, perbanyaklah mengingat Allah, dan beramallah untuk kehidupan
setelah mati. Sesungguhnya orang yang membangun hubungan baik dengan Allah,
Allah pun akan membuat baik hubungan orang itu dengan manusia lainnya.
Karena Allah yang memberi ketetapan kepada
manusia, sedang manusia tidak mampu memberi ketetapan kepada-Nya. Dia menguasai
manusia, sedang manusia tidak bisa menguasai-Nya. Allah itu Maha Agung. Tiada
daya dan kekuatan selain dengan kekuatan Allah Yang Mahatinggi dan
Mahaagung."[2]
[1] Potongan
khutbah Jumat pertama yang disampaikan Nabi ini diambil dari buku Sedjarah Mesdjid dan Amal Ibadah di Dalamnya
karya H.Aboebakar Atjeh (Banjarmasin: Fa Toko Buku Adil, 1955) h.16-17, dengan
sedikit perbaikan redaksi (oleh penulis buku ini) untuk penyelarasan dengan
bahasa Indonesia.
[2] Demikianlah isi khutbah Nabi
Muhammad Saw sebagaimana disebutkan dalam Tarikh Thabari,
Tafsir al-Qurthubi, Subul al-Huda wa ar-Rasyad, dan Al-Bayan al-Muhammadi karya
Dr Mustafa Asy-Sya'kah.
Asy-Sya'kah menegaskan bahwa
khutbah di atas merupakan khutbah Rasululah Saw saat shalat Jumat pertama di
Wadi Ranuna. Penjelasan ini juga diperkuat dengan keterangan Ibnu Abbas RA yang
diriwayatkan oleh Ibnu Katsir.
[3] Penanggalan ini
diambil dari Seyyed Hossein Nasr, Kekasih
Allah: Muhammad (Jakarta: Raja Grafindo, 2002) h.36. Dalam Tarikh Ar-Rasul wal Muluk karya
Muhammad bin Jarir Thabari bagian sejarah Nabi Muhammad Saw (yang diterjemahkan
William Montgomery Watt) bahwa Nabi tiba di Madinah hari Jumat, 12 Rabiul Awwal
1 Hijriyah.
[4] Muhammad Husain
Haekal, Sejarah Hidup Muhammad (Jakarta:
Litera Antarnusa, 2009) h.192.
[5] Momentum hijrah ini oleh Umar bin Khaththab atas saran
Ali bin Abi Thalib untuk dijadikan pentuan kalender atau tahun Islam yang
dikenal dengan Tahun Hijriah. Menurut Dr.Muhsin Labib, Rahasia hari dan Primbon Islam (Jakarta: Zahra, 2010) halaman 23
bahwa penentuan 1 Hijriah ini dilakukan enam tahun setelah Nabi
Muhammad saw wafat atau masa Umar bin Khaththab berkuasa di Madinah
berdasarkan wasiat Abu Bakar selaku penguasa pertama. Namun, entah apa yang
menjadi dasar utama dari menetapkan tanggal 1 dan awal bulannya yang jatuh pada
Muharam. Kalau melihat fakta sejarah, terjadinya hijrah Nabi berlangsung pada
Rabiul Awwal. Yang menjadi pertanyaan: mengapa tidak dipilih tanggal dan bulan
Rabiul Awwal sebagai awal tahun baru Islam atau Hijriah? Jawaban ini belum saya
dapatkan dalam bacaan atas buku-buku sejarah sehingga umat Islam yang tak
mengenal sejarah menyangka peristiwa hijrah Nabi ke Madinah pada 1 Muharram.