Agama merupakan institusi yang tidak
pernah hilang dari wacana manusia sepanjang zaman. Agama membuat manusia merasa
benar dalam tindakan dan perilakunya, bahkan berani menyatakan salah pada orang
lain yang berbeda. Agama dalam dunia ini yang ditampilkan umat manusia dalam
dua wajah: menyeramkan dan menenangkan.
Tengok ISIS dan gerakan radikalisme agama,
yang bagi manusia normal akan menyatakan tidak senang dengan perilaku dan cara mereka
dalam melakukan tindakan yang bernuansa kerusakan. Alih-alih menenteramkan,
malah membuat takut orang masuk pada agama. Sedangkan wajah agama yang
menenangkan adalah kebalikannya: tidak meresahkan dan berkesan baik. Melihat
makna agama dalam bahasa sanskerta disebutkan bahwa agama terdiri dari dua: “a”
berarti tidak dan “gama” berarti rusak. Karena itu, dari kedua kata yang
terpisah itu maka agama memiliki makna yang baik dan bertujuan menyelamatkan
orang dari berbagai kerusakan. Orang yang beragama diharapkan “tidak rusak”
dalam perilaku dan berkehidupan sehingga menenangkan dan tidak mengganggu
ketenteraman. Lalu, mengapa agama yang tampil sekarang ini tidak demikian?
Telaah Historis
Permasalahan yang utama dalam
kehidupan beragama bukan pada ajaran, tetapi persoalan bagaimana memahami ajaran
agama dan melihat kepentingan orang yang beragama tersebut. Harus diakui bahwa
seluruh agama yang hadir di dunia ini bertujuan kedamaian. Tidak menghendaki
pembunuhan tanpa alasan yang jelas. Tidak menghendaki tindakan anarkis
tanpa alasan. Mengapa masih ada kejadian
yang bertolak belakang dengan tujuan dari agama? Mungkin persoalannya ada pada cara dan
praktik beragama, termasuk dalam beragama Islam.
Perlu dipahami bahwa Islam secara
institusi lahir pada abad 6 Masehi yang dibawa oleh Utusan Allah Muhammad bin
Abdullah bin Abdul Muthalib. Agama Islam ditunjukan secara praktis oleh
pembawanya sekira 23 tahun: 13 tahun di Makkah dan 10 Madinah. Setelahnya
tinggal warisan berupa atsar, sunnah, dan teladan dari para sahabat maupun
keluarga Nabi Muhammad saw. Dari sini masalah bermula: ada yang mengikuti
Keluarga Nabi yang disebut Ahlulbait yang berujung pada pembentukan mazhab
Syiah. Juga ada orang-orang Islam yang mencukupkan diri mengikuti jalur sahabat
kemudian merujuk pada ulama-ulama. Inilah yang disebut Ahlusunnah. Inilah
formasi ajaran Islam yang hingga sekarang terbagi dalam dua versi yang besar:
Syiah dan Sunni.
Dalam sejarah diketahui, perkembangan
terjadi pula pada politik dan ilmu-ilmu Islam yang lahir dari para ulama atau
ilmuwan Islam.
Dalam politik, umat Islam membentuk
negara atau kekuasaan yang satu sama lain mengembangkan idetintas, etnis, dan
kekuatannya. Sejarah mengisahkan pascaRasulullah saw terdapat kekuasaan Khulafa
Rasyidun dengan pola yang beragam dalam menentukan pemimpin. Kemudian muncul
dinasti-dinasti seperti Umayyah, Abbasiyah, Buwaihiyah, Thuluniyah, Fathimiyah,
Muwahidun, Murabithun, Ayubiyah, Idrisiyah, Shafawi, Mughal, dan Turki Utsmani.
Dalam fikih, Islam terbagi dalam
mazhab yang jumlahnya lebih dari tujuh. Dalam hadis muncul para muhadis yang
menyusun hadis yang satu sama lain melakukan jarh wa ta’dil pada para muhadis
yang berbeda dalam menyusun.
Dalam tafsir lahir beragam
pendekatan dalam memahami teks Al-Quran: dari yang isyari (simbolik) hingga
yang lahiri (tekstual). Juga dalam pemahaman teologi (akidah) muncul beragam
aliran dengan bentuk dan gerakan yang berbeda; mulai dari yang ekstream hingga
yang moderat.
Begitu juga dengan tasawuf. Meski
kaum sufi dengan tarekatnya dianggap menyuarakan Islam yang damai, sejuk, dan
fokus dalam urusan ubudiah, tetapi dalam perkembangannya tidak lepas dari
masalah. Antara satu tarekat dengan tarekat lainnya dan antara satu guru dengan
guru sufi lainnya kadang terdapat intrik yang jika dibuka lebar akan terlihat
jurang pemisah sekaligus pemicu perpecahan.
Dalam konteks modern, Islam yang tampil
bukan hanya terbagi dalam mazhab dan aliran yang beragam. Batas wilayah negara,
prinsip dan azas kenegaraan, partai politik, organisasi agama, dan budaya yang
berbeda antara umat Islam yang tersebar di dunia ini menujukkan Islam tampil
dalam wajah yang beragam. Hanya saja keanekaragaman Islam ini tidak berujung
rahmat, kadang laknat. Inilah yang menjadi persoalan pula. Mungkin faktor
ekonomi yang membuat Iran dan Saudi bersitegang, Yaman dan Saudi terlibat
perang karena politik dan kepentingan lainnya. Jika dilihat dari agama, yang
dipeluk secara mayoritas adalah Islam. Mengapa terjadi masalah? Ini persoalan
lain yang mesti dikupas hingga ketahuan benang merah atau asal muasal hingga
diketahui solusinya.
Realitas sejarah Islam tersebut
merupakan bukti bahwa agama Islam dalam pemahaman umat Islam tampak dinamis
sehingga memunculkan keragaman dan umat Islam terbagi-bagi dalam berbagai
mazhab atau aliran. Sayangnya, satu sama lain merasa yang paling benar dan
terdapat yang menyalahkan mazhab lain yang berbeda dengan yang diyakininya.
Apa kriteria untuk menilai kebenaran
dari orang-orang Islam? Dari persoalan menilai ini terdapat pandangan yang
beragam pula. Pertama, ada yang mengatakan perlu untuk kembali pada masa
keemasan Rasulullah saw dan Khulafa Rasyidun. Kedua, ada yang menyatakan
agar menyesuaikan dengan zaman dan menyelaraskan dengan kondisi sosial umat Islam
dengan tetap merujuk niai-nilai Islam. Nah, Anda pilih yang mana? (Ahmad Sahidin)