Sabtu, 12 Desember 2015

Ada Dua Wajah dalam Beragama

Agama merupakan institusi yang tidak pernah hilang dari wacana manusia sepanjang zaman. Agama membuat manusia merasa benar dalam tindakan dan perilakunya, bahkan berani menyatakan salah pada orang lain yang berbeda. Agama dalam dunia ini yang ditampilkan umat manusia dalam dua wajah: menyeramkan dan menenangkan.

Tengok ISIS dan gerakan radikalisme agama, yang bagi manusia normal akan menyatakan tidak senang dengan perilaku dan cara mereka dalam melakukan tindakan yang bernuansa kerusakan. Alih-alih menenteramkan, malah membuat takut orang masuk pada agama. Sedangkan wajah agama yang menenangkan adalah kebalikannya: tidak meresahkan dan berkesan baik. Melihat makna agama dalam bahasa sanskerta disebutkan bahwa agama terdiri dari dua: “a” berarti tidak dan “gama” berarti rusak. Karena itu, dari kedua kata yang terpisah itu maka agama memiliki makna yang baik dan bertujuan menyelamatkan orang dari berbagai kerusakan. Orang yang beragama diharapkan “tidak rusak” dalam perilaku dan berkehidupan sehingga menenangkan dan tidak mengganggu ketenteraman. Lalu, mengapa agama yang tampil sekarang ini tidak demikian?

Telaah Historis
Permasalahan yang utama dalam kehidupan beragama bukan pada ajaran, tetapi persoalan bagaimana memahami ajaran agama dan melihat kepentingan orang yang beragama tersebut. Harus diakui bahwa seluruh agama yang hadir di dunia ini bertujuan kedamaian. Tidak menghendaki pembunuhan tanpa alasan yang jelas. Tidak menghendaki tindakan anarkis tanpa  alasan. Mengapa masih ada kejadian yang bertolak belakang dengan tujuan dari agama?  Mungkin persoalannya ada pada cara dan praktik beragama, termasuk dalam beragama Islam.

Perlu dipahami bahwa Islam secara institusi lahir pada abad 6 Masehi yang dibawa oleh Utusan Allah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib. Agama Islam ditunjukan secara praktis oleh pembawanya sekira 23 tahun: 13 tahun di Makkah dan 10 Madinah. Setelahnya tinggal warisan berupa atsar, sunnah, dan teladan dari para sahabat maupun keluarga Nabi Muhammad saw. Dari sini masalah bermula: ada yang mengikuti Keluarga Nabi yang disebut Ahlulbait yang berujung pada pembentukan mazhab Syiah. Juga ada orang-orang Islam yang mencukupkan diri mengikuti jalur sahabat kemudian merujuk pada ulama-ulama. Inilah yang disebut Ahlusunnah. Inilah formasi ajaran Islam yang hingga sekarang terbagi dalam dua versi yang besar: Syiah dan Sunni.

Dalam sejarah diketahui, perkembangan terjadi pula pada politik dan ilmu-ilmu Islam yang lahir dari para ulama atau ilmuwan Islam.

Dalam politik, umat Islam membentuk negara atau kekuasaan yang satu sama lain mengembangkan idetintas, etnis, dan kekuatannya. Sejarah mengisahkan pascaRasulullah saw terdapat kekuasaan Khulafa Rasyidun dengan pola yang beragam dalam menentukan pemimpin. Kemudian muncul dinasti-dinasti seperti Umayyah, Abbasiyah, Buwaihiyah, Thuluniyah, Fathimiyah, Muwahidun, Murabithun, Ayubiyah, Idrisiyah, Shafawi, Mughal, dan Turki Utsmani.

Dalam fikih, Islam terbagi dalam mazhab yang jumlahnya lebih dari tujuh. Dalam hadis muncul para muhadis yang menyusun hadis yang satu sama lain melakukan jarh wa ta’dil pada para muhadis yang berbeda dalam menyusun.

Dalam tafsir lahir beragam pendekatan dalam memahami teks Al-Quran: dari yang isyari (simbolik) hingga yang lahiri (tekstual). Juga dalam pemahaman teologi (akidah) muncul beragam aliran dengan bentuk dan gerakan yang berbeda; mulai dari yang ekstream hingga yang moderat.

Begitu juga dengan tasawuf. Meski kaum sufi dengan tarekatnya dianggap menyuarakan Islam yang damai, sejuk, dan fokus dalam urusan ubudiah, tetapi dalam perkembangannya tidak lepas dari masalah. Antara satu tarekat dengan tarekat lainnya dan antara satu guru dengan guru sufi lainnya kadang terdapat intrik yang jika dibuka lebar akan terlihat jurang pemisah sekaligus pemicu perpecahan.

Dalam konteks modern, Islam yang tampil bukan hanya terbagi dalam mazhab dan aliran yang beragam. Batas wilayah negara, prinsip dan azas kenegaraan, partai politik, organisasi agama, dan budaya yang berbeda antara umat Islam yang tersebar di dunia ini menujukkan Islam tampil dalam wajah yang beragam. Hanya saja keanekaragaman Islam ini tidak berujung rahmat, kadang laknat. Inilah yang menjadi persoalan pula. Mungkin faktor ekonomi yang membuat Iran dan Saudi bersitegang, Yaman dan Saudi terlibat perang karena politik dan kepentingan lainnya. Jika dilihat dari agama, yang dipeluk secara mayoritas adalah Islam. Mengapa terjadi masalah? Ini persoalan lain yang mesti dikupas hingga ketahuan benang merah atau asal muasal hingga diketahui solusinya.

Realitas sejarah Islam tersebut merupakan bukti bahwa agama Islam dalam pemahaman umat Islam tampak dinamis sehingga memunculkan keragaman dan umat Islam terbagi-bagi dalam berbagai mazhab atau aliran. Sayangnya, satu sama lain merasa yang paling benar dan terdapat yang menyalahkan mazhab lain yang berbeda dengan yang diyakininya.


Apa kriteria untuk menilai kebenaran dari orang-orang Islam? Dari persoalan menilai ini terdapat pandangan yang beragam pula. Pertama, ada yang mengatakan perlu untuk kembali pada masa keemasan Rasulullah saw dan Khulafa Rasyidun. Kedua, ada yang menyatakan agar menyesuaikan dengan zaman dan menyelaraskan dengan kondisi sosial umat Islam dengan tetap merujuk niai-nilai Islam. Nah, Anda pilih yang mana? (Ahmad Sahidin)