Belajar pluralisme tidak perlu jauh
ke Barat. Di Indonesia pun sejarah menunjukkan teladan pluralisme. Salah
satunya oleh Sunan Kudus. Dikisahkan masyarakat Kudus masih memeluk agama Hindu
yang menghormati dan mensucikan sapi. Sunan Kudus dalam dakwah agama Islam
menyampaikan bahwa dalam kitab suci Al-Quran memuat sapi betina (al-baqarah).
Karena itu, dalam acara-acara pesta Sunan Kudus tidak pernah menyembelih sapi karena akan melukai hati pemeluk Hindu yang masih merupakan agama mayoritas penduduk Kudus dan menggantinya dengan menyembelih kerbau. Dalam cerita rakyat di Kudus bahwa Sunan Kudus pernah kehausan kemudian diberi air susu sapi oleh pendeta Hindu. Sebagai rasa terima kasih maka Sunan Kudus melarang menyembelih sapi.
Karena itu, dalam acara-acara pesta Sunan Kudus tidak pernah menyembelih sapi karena akan melukai hati pemeluk Hindu yang masih merupakan agama mayoritas penduduk Kudus dan menggantinya dengan menyembelih kerbau. Dalam cerita rakyat di Kudus bahwa Sunan Kudus pernah kehausan kemudian diberi air susu sapi oleh pendeta Hindu. Sebagai rasa terima kasih maka Sunan Kudus melarang menyembelih sapi.
Kejadian yang hampir sama dengan
kasus pembakaran rumah ibadah di Tolikara, Papua, saat Idul Fitri 1436 H.
Kejadian tersebut langsung diselesaikan dan tidak ada gejolak konflik warga
Muslim dengan Kristen. Dalam rangka merekat persatuan maka warga muslim dan
Kristen di Tolikara mengadakan pesta. Sudah tradisi Papua bahwa kalau ada
momentum besar diisi dengan memakan daging babi bakar. Warga Kristen menyadari
perdamaian bukan karena jasa orang Kristen, tetapi ada kontribusi warga muslim.
Karena itu, acara makan daging babi bakar diganti dengan memakan daging sapi
bakar. (ahmad sahidin)
(Tulisan disadur dari situs http://historia.id/agama/toleransi-beragama-ala-sunan-kudus;
diakses tanggal 24 September 2015, jam 15.05)