Di
sekolah, tempat saya mengajar, seorang teman (yang sama-sama berprofesi sebagai
guru) bercerita tentang kejadian yang menimpanya saat pergi ke Jakarta akhir
pekan kemarin.
Saat di dalam bus, ia didatangi (kalau tidak salah dengar) dua
orang yang wajah dan gaya bicaranya seperti orang Batak. Kedua orang itu salah
satunya mengenakan kalung salib dan kemungkinan beragama Kristen. Terjadilah
dialog yang cukup tegang.
“Kamu yang
memukul kawan saya sampai babak belur ya?” tanya yang pakai kalung salib.
“Saya tidak
tahu,” jawab guru.
“Kawan saya
bilang ia dipukuli oleh yang pakai kacamata,” tanyanya kembali.
Teman saya
menjawab, “Di Jakarta ini ribuan orang yang pakai kacamata. Lagian saya baru
datang dari Bandung dan tidak kenal dengan kawanmu.”
Bukannya
berhenti. Kedua orang Batak itu malah terus mengancam dan akan memukul. Teman
saya itu langsung saja turun dari bus. Akan tetapi, dua orang itu malah
meneriakan pencopet dan sambil keluar dari bus. Kontan saja orang-orang ikut
mengejar teman saya yang lari karena takut.
Teman saya itu
kemudian masuk pertokoan. Seorang satpam menghampiri dan menanyakan kenapa
berlari dan dikejar. Ia memberi tahu dari awal sampai kejadian dikejar. Karena
terlihat sudah dengan satpam, kedua orang Batak itu mendatangi sembari bilang
bahwa teman saya itu pencopet.
“Pak, dia
copet,” katanya.
“Apa yang
dicopetnya?” tanya balik satpam.
“Dia ngambil
HP. Dua-duanya yang ada di saku,” kata salah satunya menunjuk.
Lalu, satpam
itu berkata kepada teman saya, “Coba keluarkan Pak, HP-nya!”
Teman saya itu
mengeluarkan kedua HP-nya. Satpam itu melihat gambar wallpaper kemudian
menunjukkan gambar pada HP.
“Ini HP kamu?”
tanya satpam kepada orang Batak.
“Iya,”
jawabnya sembari mau mengambil.
“Kamu bilang
HP kamu. Kamu kan Kristen, masa punya gambar yang begini (ulama yang bersorban
dan bercambang: gambar Imam Khomeini),” ujar satpam.
Kontan saja
dua orang itu gelagapan. Keduanya buru-buru pergi. Satpam itu kemudian
menyampaikan kepada teman saya bahwa dua orang Batak itu tampaknya mau mencuri
HP dengan cara dianggap pencopet dahulu. Kalau sudah ditangkap baru akan
mengambil barang.
Setelah beres
bercerita, teman saya itu berkata, “Alhamdulillah. Foto Imam Khomeini bawa
berkah.” Saya tersenyum. Teman saya
yang lain ikut menimpali, “Iya… saat hidupnya saja
sudah berkontribusi mendirikan Republik Islam Iran dan banyak menulis buku.
Bahkan ia seorang guru yang dikagumi dan banyak murid-muridnya yang belajar
darinya kemudian menjadi ulama. Masa-masa hidupnya bawa berkah, sudah wafat pun
masih bawa berkah.”
Saya hanya tersenyum dan manggut-manggut. Sejarah memang mengisahkan sosok Imam Khomeini luar biasa. Tidak hanya ditakuti musuh non Islam, tetapi juga menjadi sasaran tembak dari umat Islam yang berbeda pandangan politik denganya. Termasuk di Indonesia, ada yang puja dan juga hujat. Moga Allah tempatkan Imam Khomeini berada dalam level yang mulia atas kontribusinya yang luar biasa dalam khazanah peradaban dan politik Islam! []