Sekarang
yang menjadi perbincangan umum di masyarakat Islam adalah mazhab Sunni dan
Syiah. Tidak jarang kiai level kampung dapat pertanyaan seputar Sunni dan
Syiah. Hal ini juga yang dialami kakak saya, seorang Muslim Sunni.
Saat
mengisi pengajian malam jumat dan majelis yasinan, kakak saya ditanya tentang
Syiah. Kakak yang pernah menimba ilmu di Ma’had Imarat Bandung tidak berani langsung
jawab. Kalau asal jawab tanpa konfirmasi kepada ahlinya atau tanpa membaca
dahulu buku yang berasal dari sumbernya merasa khawatir salah beri informasi.
Meski memang sudah sering dengar dari ustadz-ustadz di Ma’had Imarat, tetapi
tidak berani menyampaikan karena para ustadz tersebut mazhabnya Wahabi.
Saya
pun sependapat bahwa kalau ingin mengetahui hal-hal yang tidak kita ketahui
tanya langsung pada ahlinya. Kalau ingin beli pasir atau bahan bangunan tentu
harus datang ke toko bangunan, bukan pada toko buah atau warung nasi. Apalagi
kalau tanya tentang Syiah sebaiknya bertanya langsung kepada pengikutnya atau
membaca buku-buku yang dibuat oleh ulama Syiah. Kalau yang dibuat oleh yang
bukan ahlinya atau bukan ulamanya, pastinya patut untuk dipertanyakan.
Benarkah? Validkah sumbernya? Apakah tidak ada penyimpangan saat
menyampaikannya?
Nah,
prinsip tersebut dipegang oleh kakak saya sehingga dia tanya dan meminta
buku-buku bacaan yang ditulis oleh ulama Syiah yang menyampaikan doktrin Syiah. Kalau dari mereka yang benci Syiah pastinya ada yang kurang,
bahkan bisa-bisa isinya hanya provokasi dan hal-hal negatif. Apalagi
kalau orang yang tidak tahu Syiah itu bercerita tentang isi dari orang-orang
yang benci. Semua sudah mafhum kalau pengikut Wahabi biasanya sentimen dan anti
Syiah serta termasuk anti praktik-praktik keagamaan yang dilakukan kalangan NU (Nahdlatul Ulama) seperti
tahlil, ziarah, nisfu sya’ban, rebo kasan, marhabaan, shalawatan, mawlid, haul,
dan dan doa bersama.
Bagi pengikut Wahabi, yang disebutkan tersebut kabarnya
tidak pernah dicontohkan Rasulullah saw. Karena itu, mereka menolaknya dengan meyebut bid'ah dan sesat.
Sebetulnya,
ibadah yang dilakukan NU bukannya tanpa dalil. Justru dalil dan argumennya
terdapat dalam buku yang ditulis oleh ulama Syiah. Hampir semua praktik
keagamaan yang dilakukan jamaah NU sama persis dengan Islam mazhab Syiah.
Gus Dur pernah bilang: NU itu Syiah kultural dan minus imamah. Karena itu, wajar kalau muslim Syiah dekat dengan kalangan ulama NU. Mengapa? Karena mereka lebih paham dengan khazanah Islam ketimbang orang yang hanya tampil di mimbar jumat dan pengajian mingguan; yang terus menerus mengulang fitnah terhadap sesama umat Islam. *** (Ahmad Sahidin)