Minggu, 30 April 2023

Ustadz Jalal Tidak Mau Menyekolahkan Cucunya ke Al-Zaitun


Almarhum Ustadz Jalal (Jalaluddin Rakhmat) dalam pengajian di Masjid Al-Munawwarah (7 Oktober 2012) menyampaikan pengalamannya saat mengunjungi sebuah panti asuhan di kota Bandung. Dalam kunjungannya bersama teman, Ustadz Jalal di tempat itu melihat perawat dan pengasuh yang memperlakukan anak-anak asuh yatim dan piatu tanpa sentuhan kasih sayang.

Dengan wajah kurang bersahabat, anak-anak yang sedang bermain dengan ceria segera diteriaki untuk duduk rapi. Seluruh anak pun terdiam dan duduk rapi. Tidak ada yang bicara atau bisik-bisik. Suasananya tegang mirip upacara bendera. Kemudian sang pengasuh itu menyuruh anak-anaknya untuk mendengarkan yang akan disampaikan perawatnya. Selesai menginformasikan tentang kehadiran Ustadz Jalal kemudian disuruh untuk membaca surah Al-Fathihah. Mereka membacanya dengan nada yang masih tegang dan tidak terlihat wajah keceriaan anak.

“Tidak ada wajah ceria pada mata mereka. Saya lihat kesedihan dan harapan untuk dapat kebahagiaan. Berharap mereka diambil untuk dijadikan sebagai anak asuh. Saya merasa kasihan pada anak-anak tersebut.Mereka dirawat tanpa kasih sayang. Hanya sekadar diberi makan dan minum. 
Jiwa anak dan dunia cerianya hilang dari mereka,” ujar Ustadz Jalal berkisah.

Al-Zaitun
Pengalaman yang hampir sama pernah diceritakan Ustadz Miftah (Usmif) putra Ustadz Jalal. Usmif berkisah bahwa Ustadz Jalal suatu hari pernah menemani Pak Sudarmono, mantan wakil presiden masa orde baru, berkunjung ke Ma’had Al-Zaitun di Indramayu, Jawa Barat.

Setiba di pesantren, terlihat santri-santri berseliweran. Berbagai aktivitas dijalani civitas akademika Ma’had Al-Zaitun. Sampai depan aula besar dikumpulkan seluruh santri. Mereka berkumpul. Terdiam. Tidak ada suara sedikit pun. Tidak ada suara bisik-bisik dari para santri. Mereka semua mengikuti perintah dari pengurus pesantren untuk mendengarkan petuah dari pimpinan sekaligus sambutan dari Pak Sudarmono.

Selesai acara dan dalam perjalanan pulang, Pak Sudarmono bertanya kepada Ustadz Jalal, “Bagaimana menurut Pak Jalal tentang santri Al-Zaitun?”

“Bagus,” jawab Ustadz Jalal. Pak Sudarmono kembali bertanya, “Kalau Pak Jalal punya cucu, mau tidak disekolahkan di Al-Zaitun?” 

Ustadz Jalal menjawab, “Tidak.”

Menurut Usmif bahwa Ustadz Jalal menjelaskan setiap anak punya hak untuk menikmati dunianya. Berkaitan dengan keceriaan anak seharusnya dinikmati saat masih anak-anak. Tidak dihilangkan dengan aturan semi militer dan peraturan orang-orang dewasa. Dunia anak harus disesusaikan dengan dunianya. Bahkan, dalam belajar harus ada penyesuaian dengan dunia anak. Belajar dengan ceria dan menyenangkan lebih efektif dan cepat masuk dalam hati serta mudah dipahami oleh anak. *** (ahmad sahidin)