Selasa, 02 Agustus 2022

Karakter (aliran) Khawarij


Menurut Harun Nasution bahwa orang yang termasuk dalam kelompok atau aliran Khawarij ini sebagian besar berasal dari pegunungan dan tidak dekat dengan sumber ilmu. Kecintaan mereka pada Islam memang besar, khususnya dalam urusan jihad dan mengambil harta rampasan perang. Maklum mereka berasal dari desa atau daerah pegunungan yang jauh dari sumber ilmu dan pencerahan agama. 

Dalam Perang Shiffin, pasukan Imam Ali sudah terlihat akan meraih kemenangan. Melihat situasi itu, Amr bin Ash (seorang sahabat Nabi) memberi saran kepada Muawiyah bin Abu Sufyan (masih termasuh sahabat) untuk membuat siasat. Keduanya berunding. Muawiyah sepakat dengan saran Amr: mengibarkan bendera damai dengan mengacungkan mushaf Alquran pada tombak-tombak pasukannya. 

Sambil mengacungkan mushaf al-quran, pasukan yang melawan pasukan Islam menyerukan perdamaian. Malik Asytar selaku komandan pasukan Islam menghadap Imam Ali untuk menanyakan perbuatan mereka. Imam Ali tetap memerintahkan untuk terus memerangi musuh-musuh Islam yang sejak awal sudah diajak damai malah memilih perang.  

Beberapa orang dari pasukan Islam mendatangi Imam Ali. Meminta Imam Ali untuk menghentikan pasukan yang berperang.  Orang-orang ini beralasan dengan seruan damai musuh ingin berdamai melalui al-quran. Orang-orang ini mengira musuh ingin berdamai dengan merujuk al-quran sebagai hakim. 

Imam Ali menerangkan kepada mereka bahwa itu hanya siasat. Musuh hanya menggunakannya untuk mengelabui dan sudah merencanakan siasat yang akan merugikan kita semua. Namun, orang-orang yang menghadap tidak mengerti malah mengancam membunuh Imam Ali dan menyerang pasukan Islam yang di depan diserang dari belakang oleh orang-orang yang terpengaruh dengan siasat Amr dan Muawiyah. 

Akhirnya Imam Ali menyutujui. Kedua pihak kemudian berunding yang sebelumnya kedua wakil dari pihak yang berperang setuju menurunkan pimpinannya. Musa Al-Asyari selaku wakil pasukan Islam pun menurunkan kedudukan Imam Ali selaku khalifah rasyidun. Kemudian giliran Amr bin Ash. Bukannya menurunkan, Amr malah mengukuhkan kedudukan Muawiyah sebagai khalifah. 

Mendengar kabar demikian, orang-orang dari pasukan Islam yang memaksa Imam Ali untuk berunding marah. Mereka meminta untuk membatalkan. Imam Ali tidak menolaknya karena seorang muslim tidak boleh melanggar perjanjian yang sudah dibuat. Dari kejadian itu mereka marah dan menilai orang-orang yang terlibat dalam perundingan tidak berhukum dengan hukum Allah. Berdasarkan pemahaman mereka, orang yang tidak mengikuti hukum Allah berarti sudah kafir atau keluar dari Islam. Orang yang demikian darahnya halal ditumpahkan. 

Mereka kemudian memisahkan diri dari pasukan Islam. Mereka inilah yang kemudian disebut Khawarij atau Syiah Khawarij. Mereka membuat majelis tersendiri dan berkumpul di daerah Nahrawan. Jumlah mereka hampir setengah dari pasukan Islam. Dalam beragama bahwa mereka mengamalkan yang disebutkan dalam al-quran dan kalimat-kalimat lahiriah Rasulullah saw. 

Dengan merujuk pada fatwa keagamaan Khawarij, Abdurrahman bin Muljam melaksanakan tugas suci untuk membunuh Imam Ali. Terjadilah pembacokan kepala Imam Ali saat shalat subuh di Masjid Kufah, Irak, pada 19 Ramadhan yang kemudian berujung dengan kematiannya pada 21 Ramadhan. Gugurlah Imam Ali bin Abi Thalib. 

Pasca wafat Imam Ali, para pengikut Imam Ali yang dikenal sebagai Syiah Ali atau Ahlulbait memburu orang-orang Khawarij. Alih-alih orang-orang Syiah fokus melawan Khawarij, diam-diam Muawiyah menguatkan kedudukannya dengan membayar sejumlah ulama dan orang-orang untuk menjadi bagian dari kerajaannya. Semakin hari kian berdiri kokoh kedudukan Muawiyah kemudian memproklamirkan dirinya sebabai khalifah Dinasti Umayyah pelanjut Khulafa Rasyidun.   

Nasib Khwarij kemudian berada dalam perburuan orang-orang Muawiyah dan Syiah. Mereka berpindah-pindah tempat. Bersembunyi di gurun dan pegunungan. Dalam sejarah dikisahkan mereka melakukan kezaliman terhadap umat Islam yang berbeda dari segi pemahaman agama. 

Meski dalam pengejaran, orang-orang Khawarij yang hidup di padang pasir dan gurun-gurun melakukan investigasi akidah terhadap orang-orang yang ditemuinya. Jika ada orang yang mengaku Muslim ditanyakan perihal keimanan Ali bin Abu Thalib. Kalau mengatakan beriman maka berakhirlah hidupnya. Apabila mengatakan tidak tahu maka selamat. 

Kalau terhadap muslim, orang-orang Khawarij bersikap garang dan kasar seta akan selalu dicurigai. Namun pada non-muslim, aman dari kezaliman mereka. Di masa berkembangnya Khawarij, orang-orang Islam selalu menghindar dari mereka dengan mengatakan dirinya bukan Muslim. 

Keberadaan orang-orang Khawarija semakin berkurang karena penguasa Dinasti Umayyah terus menumpasnya. Orang-orang Muawiyah pun menumpas pengikut-pengikut Imam Ali atau Syiah dengan dalih mereka bagian dari Khawarij. 

Selain Khawarij, gerakan yang sama karakternya adalah Wahabiyah di Arab Saudi. Awal abad dua puluh, Muhammad bin Abdul Wahab memerintahkan pengikutnya yang dipersenjatai Dinasti Ibnu Suud untuk memberangus hal-hal yang dinilainya bi’dah, musyrik, dan mengkafirkan tarekat-tarekat dan aliran Islam yang bercorak sufistik serta meratakan kuburan-kuburan keramat. 

Abad dua puluh pula muncul gerakan reformasi Kemal Atturk di Turki mengubah bacaan shalat, adzan, dan ucapan salam dengan bahasa Turki serta larangan keras untuk mengenakan busana Muslimah yang berjilbab. 

Kemudian ada rezim Thaliban di Afghanistan mewajibkan laki-laki berjanggut, mengenakan ujung celana di atas mata kaki, dan mengharuskan memakai cadar atau burdah serta larangan bekerja di luar rumah bagi kaum perempuan. Jika tidak mematuhi maka hukuman keras yang diterima warga Afghanistan. Juga beberapa aksi bom di Tanah Air serta pencekalan terhadap beberapa organisasi Islam adalah termasuk karakter Khawarij. 

Tidak hanya mereka yang menafsirkan nash-nash agama secara harfiah yang layak disebut ekstremis. Juga kalangan liberalisme dan sufisme yang bepegang teguh dalam pemahamannya kemudian menganggap salah yang lain pun bisa dikategorikan ekstremis. 

Menurut Murtadha Muthahhari bahwa ada dua hal yang menyebabkan seseorang atau firqah terjerumus dalam ekstremisme. Pertama, menafsirkan nash-nash Islam secara harfiah dan tak mau menggali khazanah ilmu-ilmu Islam yang lebih luas. Kedua, kebodohan (jahl) dan kejumudan (tafrith) pola pikir. 

Renungkanlah catatan di atas. Sadari bahwa Islam bukan agama teroris. Islam memang punya landasan untuk bersikap keras dan punya landasan bersikap lembut. Islam memiliki sisi keras, tetapi kekerasan pada tempatnya, bukan sembarang tindak dan terjang tanpa alasan. *** (ahmad sahidin)