Pertama saya mau minta maaf kalau ini tulisan singkat ini saya masih mentah. Belum ada riset akademik yang dilakukan oleh saya sendiri. Estuning tina hasil bacaan atas buku-buku. Hanya saja buku yang dibaca pun sudah pada lupa judul-judulnya. Karena itu, mohon dimaklumi dan diluruskan saja dalam bentuk tulisan lagi.
Kedua saya hanya ingin
sedikit berbagi bahwa sejarah tasawuf tidak jelas lahirnya. Ada yang menyatakan
pada masa Nabi Muhammad saw, para penempuh jalan tasawuf sudah dilakukan
keluarga Nabi dan sahabat dekatnya. Bahkan, Nabi Muhammad saw sendiri menempuh
jalan tasawuf sebelum menerima wahyu dan mi’raj ke Sidratul Muntaha bertemu
dengan Allah. Bertemu dengan Allah inilah yang disebut bagian dari ma’rifatullah dan
kebersatuan dengan Allah, yang oleh para sufi dicita-citakan terjadinya. Mereka
menganggap yang demikian merupakan tahapan akhir dari perjalanan
ruhaniah.
Begitu juga tentang
menyendiri dari keramaian dan merenungkan masalah-masalah yang terdapat di
sekitar Makkah yang gemar berbuat keburukan dan tindakan amoral kemudian
memilih Gua Hira sebagai tempat semedi, disebut bagian dari praktik sufistik
Rasulullah saw.
Kemudian dari Keluarga
Nabi yaitu Sayidah Fathimah Az-Zahra putri Rasulullah saw, yang diberi dzikir
berupa ucapan tasbih, tahmid, dan takbir, serta amaliah sebelum tidur oleh
Rasulullah saw. Saya kira itu dapat dianggap bagian praktik amaliah
tasawuf.
Sependek yang saya tahu
bahwa dalam tradisi sufi, sang guru kadang memberikan bacaan atau doa tertentu
untuk dibacakan oleh muridnya. Hal itu juga yang dilakukan oleh Nabi selaku
guru kepada Sayidah Fathimah radhiallahu anha, yang dalam
konteks tasawuf putri Nabi ini dapat dilabeli sebagai murid. Maaf bila ini
menyinggung kesakralan dari komunitas Muslim Syiah.
Sayidina Ali bin Abi
Thalib karamallahu wajhah pun diceritakan sering dapat ilmu
dan pengajaran agama secara khusus dari Rasulullah saw hingga digelari pintu
ilmu Rasul. Suatu hari Salman Al-Firisi melaporkan kepada Sayidah Fathimah radhiallahu
anha bahwa Sayidina Ali pingsan di kebun. Sayidah menjawab, “biarlah
ia tenggelam bersama Allah.” Kalau dilihat dari khazanah tasawuf, fenomena
tersebut disebut fana.
Rasulullah saw pernah
melihat sebuah kebun indah di Madinah dan pohon kurma yang lebat dengan buah.
Datanglah Ammar bin Yassir bersama Sayidina Ali. Rasullullah saw memberitahukan
bahwa kebun yang dimiliki Sayidina Ali di akhirat lebih indah dan pohon kurma
itu akan menjadi tiang gantungan Ammar. Sejarah mengisahkan bahwa yang
disebutkan Nabi saw terbukti, Ammar dibunuh kemudian digantung oleh orang-orang
yang kelak berkuasa sebagai Dinasti Umayyah.
Ketika akan wafat, Nabi
Muhammad saw saat dalam masa akhir ajalnya meminta Sayidah Fathimah, Sayidina
Ali, dan tiga cucunya (Imam Hasan, Imam Husein, dan Sayidah Zainah Al-Kubra)
agar mendekat kepadanya. Rasulullah saw pertama mengabari bahwa cucunya yang
pertama (Imam Hasan) akan wafat dibunuh dengan racun dan kelak di surga akan
mendapatkan istana megah berwarna hijau. Imam Husain, cucu kedua, akan
mendapatkan istana megah berwarna merah karena ia akan dipenggal kepala hingga
darah membanjiri seluruh tubuhnya. Disampaikan pula Sayidah Zainab, cucu
ketiga, yang akan melindungi kepunahan Keluarga Nabi dari musuh-musuh yang
hendak menghilangkan nilai-nilai Islam yang dibawa Rasulullah saw. Terbukti
Sayidah Zainab yang menyebabkan Imam Ali Zainal Abidin putra Imam Husain tidak
dibunuh oleh musuh-musuh Islam saat dalam kondisi sakit parah. Dari Imam Ali
Zainal Abidin inilah Keluarga Nabi (Ahlulbait) tidak punah dan terus mewariskan
ajaran-ajaran Islam dan menegakkan agama yang dibawa Rasulullah saw.
Cuplikan yang dialami
Rasulullah saw dan terbukti dalam sejarah, yang diterangkan diatas, kalau
dilihat dari ilmu tasawuf termasuk kasyf, yaitu penyingkapan
terhadap hal-hal ghaib atau masa yang akan datang. Orang yang
mengalami kasyf, tentu tidak sembarang orang. Para
sufi kemudian menyebut informasi masa depan yang disampaikan Nabi Muhammad saw
sebagai fenomena mukasyafah.
Ada yang menyebut
orang-orang sufi sudah dipraktikan hidupnya oleh sejumlah sahabat yang miskin
dan tidak memiliki tempat tinggal kemudian menetap sementara di serambi masjid
yang berdekatan dengan rumah Nabi Muhammad saw di Madinah. Mereka ini
dikenal ahlussuffah, yang hampir setiap hari mendapatkan bimbingan
ruhaniah sehingga mendapatkan pencerahan yang memuaskan akal dan hatinya.
Orang-orang ahlussuffah ini dianggap selaku pelopor
tasawuf.
Kemudian praktik
sufistik telah dipraktikan pula oleh Imam Ali Zainal Abidin, keturunan Nabi
Muhammad saw dari Imam Husain putra Sayidah Fathimah. Ia mengisi keharian
dengan ibadah yang tekun, banyak bersujud, dan melantunkan doa-doa panjang yang
kemudian dikumpulkan para muridnya menjadi kitab munajat berjudul Shahifah
Sajjadiyyah.
Hanya itu berbaginya.
Mohon maaf lahir batin atas kekurangan yang tersaji dalam tulisan pendek ini.
Moga ada yang berkenan memberikan pencerahan kepada saya yang masih awam.
*** (ahmad
sahidin, pembaca buku)