Kamis, 09 September 2021

Sunni dan Syiah, Sikap Pemerintah

Teringat dengan pendapat Kang Jalal (Jalaluddin Rakhmat) tentang perbedaan esensial antara mazhab Sunni dan mazhab Syiah. Menurutnya bahwa Syiah meyakini Rasulullah saw telah mewasiatkan Imamah kepada Ali bin Abi Thalib ra dan Sunni tidak percaya dengan wasiat tersebut. Hal ini didasarkan atas telaah pada sejumlah kitab-kitab hadis, tafsir, tarikh, dan lughah. Data tersebut kemudian dihimpun dan dianalisa hingga menjadi desertasi oleh Kang Jalal di UIN Makassar dengan judul Asal Usul Sunnah ShahabatStudi Historiografis atas Tarikh Tasyri

Senada dengan itu ada pernyataan almarhum Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) bahwa NU secara kultural Syiah minus Imamah. Jadi, kalau ada warga NU (Nahdlatul Ulama) yang meyakini Imamah berarti termasuk Muslim Syiah.

Secara historis bahwa Sunni dan Syiah adalah khazanah umat Islam. Keduanya memiliki kontribusi dan memiliki keunggulan. Perbedaan antara mazhab Sunni dan Syiah tidak menyebabkan orang yang memeluk salah satu mazhab tersebut lantas keluar dari agama Islam. Mazhab sekadar pemahaman dan pilihan dalam upaya menjadi orang Islam yang sejati. Agama Islam melalui Rasulullah saw mengajarkan pentingnya ukhuwah (persaudaraan) dan tasamuh (toleransi).

Sesuai dengan hasil konferensi Islam Internasional di Jordania tahun 2005 bahwa ratusan ulama dari seluruh dunia telah menyatakan dalam Risalah Amman bahwa:

“Siapa saja yang mengikuti dan menganut salah satu dari empat mazhab Ahlus Sunnah (Syafii, Hanafi, Maliki, Hanbali), dua mazhab Syiah (Ja’fari dan Zaydi), mazhab Ibadi, dan mazhab Zhahiri adalah Muslim. Tidak diperbolehkan mengkafirkan salah seorang dari pengikut/penganut mazhab-mazhab yang disebut di atas. Darah, kehormatan dan harta benda salah seorang dari pengikut/penganut mazhab-mazhab yang disebut di atas tidak boleh dihalalkan. Lebih lanjut, tidak diperbolehkan mengkafirkan siapa saja yang mengikuti akidah Asy’ari atau siapa saja yang mengamalkan tasawuf (sufisme). Demikian pula, tidak diperbolehkan mengkafirkan siapa saja yang mengikuti pemikiran Salafi yang sejati. Sejalan dengan itu, tidak diperbolehkan mengkafirkan kelompok Muslim manapun yang percaya pada Allah, mengagungkan dan mensucikan-Nya, meyakini Rasulullah (saw) dan rukun-rukun iman, mengakui lima rukun Islam, serta tidak mengingkari ajaran-ajaran yang sudah pasti dan disepakati dalam agama Islam.” 

Sikap Pemerintah

Bukan hanya ulama internasional yang memiliki pandangan yang jernih dan penuh kedamaian. Juga tokoh sekaligus Menteri Agama Republik Indonesia: Lukman Hakim Saifuddin, menyampaikan: 

“Di Indonesia, dulu-dulu kita tidak pernah mendengar perseteruan ini. Ini baru belakangan saja. Hemat saya, umat Islam Indonesia jangan terkecoh kemudian masuk ke friksi yang semakin menajam antarumat Islam itu sendiri. Jadi bagaimana pun juga umat Islam Indonesia, paham ahlisunnah yang jadi paham mayoritas Islam Indonesia adalah penuh toleran, moderat, yang berimbang dalam melihat persoalan, tidak ekstrim. Tapi penuh toleransi, yang damai, penuh kasih sayang, yang rahmatan lil alamin. Itu yang ratusan tahun yang lalu diperkenalkan, disebarluaskan Walisongo dan pendahulu kita. Islam yang seperti itu. Bukan yang hitam putih dalam melihat persoalan, yang mudah menyalah-nyalahkan, yang mudah mengkafir-kafirkan. Bukan seperti itu karakter umat Islam Indonesia yang pahamnya Ahlusunah waljamaah. 

“Dalam melihat perbedaan terhadap Syiah tidak harus selalu seakan-akan ini ancaman atau musuh luar biasa. Tapi dari pihak Syiah juga harus diberi pengertian bahwa mayoritas umat Islam di Indonesia itu Sunni yang sangat hormat terhadap sahabat. Sementara ada sebagian aliran atau paham dalam Syiah yang sangat tidak setuju dengan sahabat. Bahkan lebih jauh dianggap tidak ada, atau disalah-salahkan. Yang ini kemudian di lapangan yang menimbulkan konflik. Karena menurut ahlisunnah, sahabat itu sangat dihormati selain Rasulullah. Karenanya, teman-teman Syiah juga harus sadar diri bahwa mayoritas umat Islam Indonesia yang ahlisunnah sangat menghormati sahabat. Jadi jangan menghina, melecehkan sahabat karena itu bisa melukai hati sesama saudara muslim. Jadi, kesadaran untuk saling bertenggang rasa semakin diperlukan. 

“Saya mengacu pada hasil deklarasi yang dikeluarkan Konferensi Islam International di Yordania, 4-6 Juli 2005 yang kemudian ditegaskan lagi pada sidang ke-17 OKI di Yordania pada Juni 2006. Di situ menyatakan bahwa Syiah itu macam-macam, seperti di ahlisunnah. Sebagian dari aliran Syiah dianggap masih bagian dari Islam seperti, Ja'fari, Zaidiyah, Ibadiyah, Zahiriyah. Bahkan sampai tahun lalu umat Syiah seperti Iran dan negara lain masih berhaji di Mekkah dan Madinah. Saudi anggap mereka bagian saudara muslim. Jadi, itu bisa jadi pegangan kita bahwa perbedaan itu tidak perlu jadi cara kita saling menegasikan.[1] 

Dengan demikian, mengapa masih ada orang yang mempersoalkan keberadaan orang-orang Muslim Syiah, atau mengapa ada yang menyatakan sesat pada ajaran Syiah? Tentu pernyataan yang keluar dan beredar di tengah masyarakat layak diuji kebenarannya. Mari kita kaji kembali opini tentang Syiah dan kesesatannya. Tentu dengan belajar dari ahli dan sumbernya serta tabayun kepada pengikutnya! *** (Ahmad Sahidin, alumni UIN SGD Bandung)        


[1] Lukman Hakim Saifuddin diwawancara oleh VIVA.co.id, Senin, 27 April 2015. Teks lengkap wawancara bisa dilihat pada situs: http://www.lukmansaifuddin.com/aktualita/790-saya-sering-disalahpahami-sebagai-syiah (diakses tanggal 8 Agustus 2016, jam 21.33 wib).