Rabu, 28 Februari 2018

Siapa yang tidak kenal dengan Yusuf Qardhawi?


Siapa yang tidak kenal dengan Yusuf Qardhawi? Seorang ulama ternama dan banyak dirujuk umat Islam. Yusuf Abdullah Qardhawi lahir pada 9 September 1926 di Shaftu Turab, Mahallah Al-Kubra, Provinsi Al-Garbiyah Republik Arab Mesir. Saat berusia sepuluh tahun, Qardhawi belajar di Ilzamiyah dan sudah hafal Al-Quran serta menguasai ilmu tilawah. Qardhawi melanjutkan pendidikan ke Tanta dan menamatkannya di Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar pada 1952-1953 dengan predikat terbaik. Selanjutnya, belajar bahasa Arab selama dua tahun hingga memperoleh ijazah internasional dan sertifikat mengajar. Pada 1957 aktif di Ma’had Al-Buhus wa Al-Dirasat Al-Arabiyah Al-Aliyah pada 1960 menyelesaikan master di Universitas Al-Azhar dan doktornya diraih pada 1972 dengan disertasi “Fikih Al-Zakah”.
Dalam pemikiran keislaman, Qardhawi merujuk pendapat Al-Ghazali, Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim, Syaikh Al-Bakhi Al-Khauli, Muhammad Abdullah Darraz, Syaikh Mahmud Syaltut, dan Imam Hasan Al-Banna. Karena terlibat dalam gerakan Ikhwanul Muslimin, pada April dan Oktober 1956, Qardhawi dipenjarakan. Selanjutnya, pada 1961 Qardhawi pergi ke Qatar dan mendirikan Madrasah Ma’had Al-Diin yang berkembang menjadi Fakultas Syari’ah Universitas Qatar.[1]
Setelah menikah, Qardhawi dikaruniai tujuh anak (empat putri dan tiga putra). Salah seorang putrinya memperoleh gelar doktor bidang fisika nuklir dari Inggris, putri keduanya memperoleh gelar doktor bidang kimia, putri yang ketiga masih menempuh pendidikan S-3, dan yang keempat lulusan Universitas Texas, Amerika. Sedangkan anak laki-lakinya yang pertama menempuh pendidikan S-3 bidang teknik elektro di Amerika, yang kedua belajar di Universitas Darul Ulum, Mesir, dan yang bungsu lulusan teknik listrik.[2]
Selain mengajar, Qardhawi juga memegang beberapa jabatan penting seperti Dekan Fakultas Syariah dan Studi Islam di Universitas Qatar, Direktur Kajian Sunnah dan Sirah di Universitas Qatar, anggota Lembaga Tertinggi Dewan Fatwa dan Pengawasan Syariah di Persatuan Bank Islam Internasional, pakar Fikih Islam di Organisasi Konferensi Islam, Anggota/Pendiri Yayasan Kebajikan Islam Internasional, dan Anggota Majelis Pengembangan Dakwah Islamiyah di Afrika.
Buku-buku yang sudah ditulisnya adalah “Fikih al-Zakah”, “Fqh al-Nisa”, “Madkhal limakrifati al-Islam wa Muqawwimatuh”, “Al-Halal wa al-Haram fi al-Islam”, “Bai al-Murabahah li al-Amir bi al-Syira”, “Fawaid al-Bunuk Hiya al-Riba al-Muharram”, “Al-Aql wa al-Ilmi fi al-Quran al-Karim”, “Al-Fikih al-Islamiy bain al-Asalah wa al-Tajdid”, “Fatawa Muashirah”, “Al-Ijtihad fi al-Syariat al-Islamiyah”, “Al-Ijtihad al-Muashir baina al-Indhibath wa al-Imfirath”,“Malamih al-Mujtama al-Muslim alladzi Nunsyiduhu”, dan “Al-Sunnah Mashdaran li al-Makrifah wa al-Hadharah”.[3]
Sebagai ulama ia memiliki kontribusi yang besar bagi perkembangan khazanah intelektual Islam, terutama dalam hukum Islam (fikih) dan pemikiran (teologi) Islam yang bersifat moderat. 
Dalam upaya merealisasikan prinsip-prinsip keislaman yang moderat dan menentang sikap ekstremisme Islam serta sekularisme Barat, Yusuf Qardhawi berijtihad membangun sebuah hukum Islam baru (fikihul jadid), yaitu fikih al-muwazanah (fikih keseimbangan), sebuah metode untuk mengambil keputusan hukum pada saat terjadinya pertentangan antara maslahat dan madharat (kebaikan dan keburukan)—perbuatan buruk yang kecil boleh dilakukan jika nantinya mendapatkan kebaikan yang lebih besar; fikih waqi’i (fikih realitas), sebuah metode untuk memahami persoalan-persoalan yang muncul sehingga bisa menerapkan hukum sesuai dengan tuntutan zaman; fikih al-aulawiyat (fikih prioritas), sebuah metode untuk mendahulukan yang pokok (ushul) ketimbang yang cabang (furu’); fikih al-maqashid al-syari’ah, metode untuk memahami nash-nash syar’i dengan tujuan untuk melindungi kemaslahatan umat Islam dan seluruh manusia; fikih al-taghyir (fikih perubahan), metode dalam upaya melakukan perubahan dari masyarakat yang tidak Islami menjadi Islami.
Lahirnya pemikiran atau ide-ide baru yang dicetuskan Qardhawi itu, dilatarbelakangi oleh keinginannya untuk mencairkan kebekuan dan kejumudan umat Islam dalam menghadapi perubahan zaman serta menjawab persoalan-persoalan modern.
Menurut Qardhawi, umat Islam hingga kini masih dipengaruhi pola pikir yang diembuskan para penjajah Barat, terutama dalam memahami ajaran-ajaran Islam. Contohnya tentang zuhud, dipahami sebagai ajaran yang meninggalkan kehidupan dunia secara total sehingga kekayaan umat Islam dikuasai orang-orang kafir. Juga mengenai keimanan terhadap takdir yang dipahami seperti aliran Jabariyah sehingga pintu ijtihad ditutup dan hidup dalam kejumudan.
Karena itu, Qardhawi menegaskan pentingnya ijtihad dilakukan oleh umat Islam dengan melakukan penafsiran ulang terhadap ajaran-ajaran para ulama terdahulu (klasik) yang terdapat dalam kitab-kitab atau pendapat yang shahih dari kalangan sahabat dan tabi’in, kemudian memilih mana yang lebih kuat serta sesuai dengan tujuan-tujuan syari`at Islam dan kemaslahatan umat. Qardhawi menganjurkan berijtihad untuk menyelesaikan masalah-masalah aktual seperti bidang keuangan dan ekonomi (perbankan, valuta, deposito dan lainnya) dan bidang ilmu pengetahuan serta kedokteran (pencangkokan organ tubuh, donor darah, mencangkok organ tubuh binatang dan lainnya).[4]
Karena ide-ide yang dikemukakan Qardhawi tidak menghapus khazanah Islam klasik dan malah menambahkan yang kurang atau yang belum terungkap ulama terdahulu, wajar bila Yusuf Qardhawi disebut sebagai pemikir Islam yang moderat (al-washatiyah al-Islamiyah). Beliau juga dikenal sebagai ulama yang berani menolak pembagian ilmu secara dikotomis.
Menurut Qardhawi, semua ilmu bisa benilai Islami dan tidak Islami, tergantung kepada mereka yang memandang dan mempergunakannya. Qardhawi melihat bahwa pemisahan ilmu (antara yang Islami dan tidak Islami/Barat) telah menghalangi kemajuan umat Islam. Karena itu, menurut Qardhawi, untuk memajukan sebuah bangsa haruslah mampu menyerap sisi-sisi positif dari bangsa lain yang lebih maju dengan tanpa meninggalkan akar-akar pembangunan peradaban yang dianjurkan Islam.[5]
Tentang perbedaan pendapat, Qardhawi mengatakan bahwa hal itu tak mungkin dihindari dan tak dapat dihentikan dengan tulisan atau seminar. Sepanjang ada sebab-sebab perbedaan itu, maka perbedaan tak akan pernah sirna dan akan selalu ada, sepanjang nash-nash yang darinya diambil sebuah hukum dan setiap orang memiliki cara berpikir yang berbeda; sehingga perbedaan terus ada, termasuk di kalangan para sahabat juga terjadi. Bedanya, para sahabat tidak saling mencaci-maki, tetapi damai dalam perbedaannya itu. Inilah yang membedakannya dengan kaum Muslim pada zaman sekarang.
Keberadaan Qardhawi dengan pendapat-pendapatnya tidak hanya dikagumi, tapi juga menuai kritik kaum Muslim lainnya. Salah satunya mengenai sikap Qardhawi terhadap orang-orang kafir. Qardhawi berkata, “Semua urusan yang berlaku di antara kita (kaum Muslimin dan orang-orang Nasrani) menjadi tanggungjawab kita bersama, karena kita semua adalah warga dari tanah air yang satu, tempat kembali kita satu, dan umat kita adalah umat yang satu. Aku mengatakan sesuatu tentang mereka, yakni saudara-saudara kita yang menganut agama Masehi (Kristen)–meskipun sementara orang mengingkari perkataanku ini–‘Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara’. Ya, kita (kaum Muslim) adalah orang-orang beriman, dan mereka (para penganut agama Kristen) juga orang-orang beriman dilihat dari sisi lain.” Pendapat Qardhawi yang menyuarakan semangat pluralisme agama ini menjadi sasaran tembak para ulama lainnya.[6] Meskipun sosoknya kontroversial, tetapi kontribusinya dalam bidang hukum Islam banyak dijadikan rujukan umat Islam di dunia, terutama masyarakat Islam Indonesia.
Terakhir, ini perlu klarifikasi, bahwa kabarnya seluruh gelar Akademik dari Yusuf Qardhawi telah dicabut oleh Dewan Guru Besar di Universitas al-Azhar, Mesir. Hal ini terkait dengan dukungannya pada gerakan radikalisme agama dan kaum ISIS serta menabuh genderang kebencian pada komunitas Syiah. Atas sikap yang tidak sesuai dengan kaidah akademik maka dicopot. Kini, Qardhawi tinggal nyaman di negara Qatar. 

@ahmads_uin



[1] Tentang biografi Yusuf Qardhawi ini diambil dari Suhartono, “Yusuf Qardhawi: Percikan Pemikiran Fikih dan Metode Ijtihadnya” di situs http://www.badilag.net.
[2] Lihat biografi Yusuf Qardhawi pada situs http://www.fatimah.org
[3] Sebagian buku-bukunya sudah diterjemahkan dan diterbitkan beberapa penerbit Indonesia.
[4] Op.cit
[5] Loc.Cit.
[6] Lihat tulisan Abu Afifah, “Siapakah Dr.Yusuf Qardhawi, Hadahullah“ pada situs www.ahlussunnah-jakarta.org, dan Ahmad Bin Muhammad Bin Manshur Al ‘Udaini, “Kitab Raf'ul Litsaam 'An Mukhaalaafatil Qaradhawi Li Syari'atil Islaam” (Membongkar Kedok Al-Qaradhawi, Bukti-bukti Penyimpangan Yusuf Al-Qardhawi dari Syari'at Islam) dalam  situs www.assunnah.cjb.net.