Di bulan Dzulhijjah ada tiga bentuk ibadah yang
penting bagi umat Islam: ibadah hajji, idul adha, dan kurban. Idul Adha artinya
kembali kepada hari raya kurban. Di dalamnya terdapat apa yang biasa disebut
udlhiyah, atau penyembelihan hewan kurban. Kurban berasal dari bahasa Arab yang
bermakna qurbah atau mendekatkan diri kepada Allah.
Perayaan Hari Raya Idul Adha sangat berkaitan dengan kisah
Nabi Ibrahim alaihi salam. Dalam kisah yang telah dibahasakan kembali dalam karya sastra oleh Ali Audah, diceritakan
Nabi Ibrahim bermimpi dalam tidurnya, yang diperintahkan Allah harus
menyembelih anak laki-laki yang satu-satunya, Ismail. Perintah itu kemudian
Nabi Ibrahim sampaikan kepada anaknya dan meminta pendapatnya.
''Ayah, lakukanlah apa yang diperintahkan Allah,'' kata
Ismail meresponnya, ''Kalau ayah akan menyembelihku, kuatkanlah ikatan itu
supaya darahku nanti tidak kena ayah dan akan mengurangi pahalaku. Aku tidak
menjamin bahwa aku tak akan gelisah bila dilaksanakan. Tajamkanlah pisau itu
supaya dapat memotong aku sekaligus. Bila ayah sudah merebahkan aku untuk
disembelih, telungkupkan aku dan jangan dimiringkan. Aku khawatir bila ayah
kelak melihat wajahku akan jadi lemah, sehingga akan menghalangi maksud ayah
melaksanakan perintah Allah. Kalau ayah berpendapat akan membawa bajuku ini
kepada ibu kalau-kalau menjadi hiburan baginya, lakukanlah, ayah”.
''Anakku,'' kata Ibrahim, ''sikapmu ini merupakan bantuan
besar dalam menjalankan perintah Allah. Dan sekarang ayah pun sudah bersiap”.
Diikatnya kuat-kuat tangan anak itu. Lalu dibaringkan
keningnya untuk disembelih. Pisau pun mulai didekatkan pada lehernya. Namun,
saat pisau digerakkan, Allah memanggilnya: ''Wahai Ibrahim! Engkau telah
melaksanakan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami membalas kepada
orang-orang yang berbuat baik" (Qs.Ash-Shaffat: 102). Anaknya itu kemudian
digantikan dengan seekor domba besar yang dengan cepat tersedia di tempat itu.
Lalu disembelih, diurus, dan dibagikan dagingnya.
Kisah kurban di atas bisa dimaknai sebagai wujud ketaatan
atau ketakwaan seorang hamba kepada Allah, yang telah diberi kenikmatan hidup di dunia. Sebagaimana yang
tercantum dalam Quran, “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang
banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah” (Qs.Al-Kautsar
: 1-2).
Kurban juga merupakan wujud kecintaan pada Allah yang
ditunjukkan Nabi Ibrahim dengan kesediaan menyembelih putra kesayangannya.
Jadi, Allah melalui Nabi Ibrahim mengajarkan kepada umat Islam untuk menolak
segala bentuk egoisme dan keserakahan. Karena kedua sifat itu bila tetap ada
dalam diri akan merampas hak dan kepentingan masyarakat dhuafa.
Bahkan, jika ditinjau lebih dalam, peristiwa tersebut
memiliki dua dimensi yang bersifat hablumminallah (vertical) dan hablumminannas
(horizontal). Secara vertikal, peristiwa itu merupakan upaya pendekatan diri
(qurbah) dan dialog dengan Allah dalam rangka menangkap nilai dan sifat-sifat
Ilahiyah. Yakni sebagai proses melepaskan segala kepentingan-kepentingan madharat,
hawa nafsu, dan ambisi dunianya, sehingga dapat berjumpa dengan Allah.
Sedangkan kan secara horizontal, hal itu menjadi pesan Ilahi untuk membumikan
nilai-nilai (pengorbanan) itu dalam kehidupan nyata. Yakni dengan menyembelih
kambing atau sapi, yang dagingnya dibagi-bagikan. Ini dimensi kurban sebagai
bentuk ajaran sosial dalam Islam.
Selain wujud ketakwaan seorang hamba Allah, kurban secara
sosial bisa dimaknai momentum berbagi kenikmatan bersama orang lain. Hewan
kurban yang disembelih dan dibagikan dagingnya itu akan menjadi pahala (bagi
yang kurban) dan menggembirakan mereka yang jarang memakan daging dikarenakan
uang yang tidak mencukupinya. Artinya, ibadah kurban mendatangkan kebaikan
bersama antara yang miskin dan kaya.
Dalam hadits yang diriwayatkan Ahmad, para sahabat bertanya
pada Nabi Muhammad saw.
"Apakah maksud
kurban ini, ya Rasulullah?" tanya para sahabat.
Rasulullah saw menjawab,
"Sunnah Bapakmu, Ibrahim."
Mereka kembali
bertanya, "Apa hikmahnya bagi kita?"
Beliau menjawab, "Setiap rambutnya akan mendatangkan
satu kebaikan."
Mereka bertanya lagi,
"Apabila binatang itu berbulu?"
Beliau menjawab, "Pada setiap rambut dari bulunya akan
mendatangkan kebaikan".
Jadi, kurban merupakan wujud kesediaan seseorang untuk
mengorbankan yang paling dicintainya
dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Secara sosial bisa dipahami kurban punya tujuan untuk mengatasi problematika umat terkait dengan kelaparan dan kekurangan dalam makan dan minuman. Karena itu, umat Islam yang aghniya harus berani mengorbankan kekayaan secara tulus dan
penuh kesadaran. Dalam hal ini berbagi kurban maupun berbagi uang dan barang yang manfaat bagi msayarakat miskin dan dhuafa.
Karena itu, marilah kita korbankan harta demi terwujudnya kesejahteraan dan
kehidupan yang membahagiakan umat. Insya Allah, apa yang di-kurban-kan
pasti akan diganti Allah. "Dan barang apa saja yang kamu
nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rizki yang
sebaik-baiknya" (QS. as-Saba: 39). *** (Ahmad Sahidin)